"Desaku yang kucinta
Pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda
Dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan
Tak mudah bercerai
Selalu kurindukan
Desaku yang permai"
Sebuah lagu karya L Manik yang menggambarkan betapa damainya suasana desa di negeri ini.
Sebagai salah satu generasi 80an yang pernah membawakan lagu "Desaku" di depan kelas, saya merasa lagu ini penuh dengan kedamaian yang menyejukkan hati ketika membayangkan suasana pedesaan. Tentunya hal tersebut yang selalu saya dambakan ketika berada di desa, khususnya di abad 21 ini yang penuh dengan tantangan.
Apa saja tantangan yang dimaksud? Kemajuan zaman membuat orang-orang desa tak lagi ingin berprofesi menjadi petani, anak-anak tak lagi ingin bermain layang-layang bersama karena lebih memilih bermain dengan smartphone masing-masing, udara sejuk yang kian tercemar akibat pembakaran sampah daun dan plastik, para petani yang lebih memilih menggunakan traktor daripada kerbau untuk membajak sawah, semakin berkurangnya populasi burung di pedesaan akibat perburuan liar, cuaca ekstrim yang tidak menentu sebagai dampak buruk pemanasan global, tata-krama dan keramahan penduduk desa yang sudah mulai luntur, dan masih banyak hal lain yang hilang.
Akan tetapi saya masih bisa menemukan desa yang sesuai dengan imajinasi dan memori akan masa kecil saya. Namanya Desa Warna Alam yang terletak di Desa Kalangan, Jl. Turi Km.4, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemandangan yang indah tampak dari Desa Warna Alam sangat cocok bagi masyarakat yang merindukan suasana pedesaan, juga amat direkomendasikan bagi masyarakat yang ingin melepas kepenatan dari suasana kota yang hiruk-pikuk dan membutuhkan ketenangan.
Desa Warna Alam merupakan salah satu dari sekian banyak Desa Wisata di Yogyakarta dengan lanskap pemandangan alam dan gunung Merapi yang sangat mempesona.