Mohon tunggu...
Endar Sukadi
Endar Sukadi Mohon Tunggu... Guru - Seorang Ibu, Guru, penikmat buku dan suka menulis

Seorang Ibu, guru, wanita beranak 6 yang sulung sudah 24 tahun, yang terkecil 10 tahun. Mencoba menulis di usia yang sudah tak muda lagi, semata tetap ingin menempa diri agar berarti dan bisa menjadi contoh bagi anak cucu nanti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Firasat

19 Agustus 2024   10:34 Diperbarui: 19 Agustus 2024   10:37 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Firasat

Pagi itu cerah, namun suasana hatiku sedang tidak bergairah. Hatiku resah entah kenapa. 

Ketika di kelas, Riky, muridku kelas 9E, tak memperhatikan materi text narrative yang kuberikan.  Dia asyik bicara dengan teman sebangkunya. Aku mengeraskan suara untuk menarik perhatiannya, namun tetap saja tak berhasil.

Entah kenapa, aku menjadi tak sabar dan mulai menegurnya. Namun, dia tak mengggubris.

Ku lempar spidol, tepat mengenai pelipisnya. Dia terkejut, tapi tak gentar, matanya menatap nyalang kepadaku..

"Kenapa melemparkan spidol, Bu?" Tanya Riky.

"Sedang asyik bercakap apa Nak, sampai Guru tak kau hiraukan sama sekali?" jawabku

"Tanpa lempar spidol kan bisa bu, kenapa harus pakai lempar spidol?"

"Jika ada yang sedang berbicara, sebaiknya kamu mendengarkan, Nak. Apalagi yang ibu sampaikan adalah materi terakhir sebelum kalian menjalankan ujian." Ucapku.

Riki menggerutu,  tak terima atas perlakuanku kepadanya.

aku mendekatinya dan berucap, "Maafkan Ibu ya Nak, next, jangan ulangi lagi ya, kalau ada orang lain ataupun Guru yang sedang berbicara, tolong di dengarkan.", Dia menerima uluran tanganku, namun tak berucap apapun.

Tiba-tiba, Bu Enik, temanku yang tengah mengawasi AKMI kelas 8 menelefon memintaku datang sambil  membawa obat dan minyak tawon. Ternyata, Jauhar, anakku,,kakinya bengkak, mungkin disengat tawon.

Aku meninggalkan kelas  9 E dan meminta anak anak untuk mengerjakan tugas yang sudah kutulis di papan. Bergegas ke  UKS, meminta obat penghilang nyeri dan minyak tawon untuk membalur kaki Jauhar, kakinya bengkak, merah kebiruan.  Dia meringis kesakitan. Ketika melihatku, air matanya mengalir,  Aku memintanya minum obat, dan menanyakan apakah dia masih kuat untuk mengerjakan. Dia mengangguk, dan kubalur lukanya dengan minyak tawon.

Seusai ujian, aku membawanya langsung ke Rumah Sakit. Seusai rontgen, tenyata jempol kakinya patah karena tertimpa bangku,saat mengambil buku AKMI.  Karena terburu-buru, dia mengambil buku di laci meja dari arah yang berlawanan, maksud hati ingin cepat, maka bangku diangkat, namun bangku malahan jatuh berdebam menimpa jempol kaki.

Terjawab sudah keresahan hatiku pagi itu, rupanya Allah mengingatkanku untuk lebih sabar dalam mengajar dan menghadapi  masalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun