Mohon tunggu...
endar sudarjat
endar sudarjat Mohon Tunggu... -

Praktisi Pendidikan di pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kritik dan Autokritik Jabatan Fungsional Guru

5 November 2013   12:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:34 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_299563" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/KOMPAS (Ferganata Indra Riatmoko)"][/caption]

Jabatan GURU sering dikritisi sebagai pegawai fungsional yang banyak liburnya jika dibanding pegawai struktural PNS lainnya, benarkah ? Guru sebagai praktisi pendidikan sering menjadi sorotan dari berbagai pihak,salah satunya karena jam kerjanya yang sedikit, banyak libur, mudah naik pangkat sampai pendapaatan yang lebih tinggi dibanding PNS lainnya.

Mari kita telaah bahwa tuduhan ini mudah sekali dipatahkan. Jam kerja guru tidak terbatas hanya di sekolah. Selain di sekolah guru juga masih bekerja saat di rumah, mengoreksi evaluasi belajar siswa, membuat perencanaan pembelajaran dan juga ketika terlibat dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler siswa. Dengan fasilitas pribadi guru mempersiapkan bahan pembelajaran, mengoreksi hasil kerja siswa, menulis rapor. Camkan bahwa itu semua tidak dihitung sebagai kerja lembur. Itu yang tidak pernah mendapat perhatian bahkan luput dari pengamatan. Tuduhan bahwa guru banyak libur juga tidak benar. Mari kita hitung, dalam 1 tahun guru mendapat libur 2 kali. Pada semester ganjil dan semester genap masing-masing lamanya 2 minggu. Itu artinya libur guru dalam 1 tahun berjumlah 4 minggu atau 28 hari. Sementara Pns di luar guru dalam 1 tahun mendapat jatah libur 52 hari karena mereka hanya bekerja selama 5 hari per minggu, dengan perhitungan 1 tahun = 52 minggu. Untuk kepangkatan, guru memang lebih mudah naik pangkat. Tetapi yang perlu dicatat bahwa kenaikan pangkat guru tidak dibarengi dengan kenaikan jabatan, karena guru merupakan jabatan fungsional. Setinggi apapun pangkatnya, guru ya tetap guru, bukan pejabat pemegang proyek yang mempunyai anak buah. Walaupun demikian sorotan yang ditujukan kepada guru sedikit banyak mendapat respon dari pemerintah. Buktinya cuti bersama berlaku bagi pegawai selain guru. Guru tidak berhak menikmati cuti bersama. Kenaikan pangkat guru diatur dengan aturan baru, yang dikenal dengan Penilain Kinerja Berkelanjutan (PKB). Aturan ini sejatinya dirancang untuk mengerem laju kepangkatan guru. Guru yang mempunyai nilai sangat baik baru bisa naik pangkat dalam waktu 4 tahun, bagi yang bernilai baik atau cukup dipastikan lebih dari 4 tahun baru bisa naik pangkat. Ditambah lagi untuk kepangkatan tertentu diwajibkan membuat karya ilmiah penelitian dan hasilnya wajib diseminarkan di hadapan guru dari sekolah lain beserta team penilai. Dengan cara demikian ini apakah SDM guru akan meningkat? Bisa ya, bisa juga sebaliknya hanya waktu yang akan menjawabnya. Autokritik Sejatinya belakangan ini banyak program perbaikan sistem kependidikan kita yang berpeluang kontraproduktif, banyak program berbalut pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan guru yang berimbas pada siswa.Guru sadar bahwa kegiatannya di luar kelas pasti mengganggu jalannya efektifitas KBM. Karena tugas utamanya yakni mengajar dengan berdiri dan tatap muka di depan kelas. Maka setelah semua program perbaikan SDM Guru ini berjalan akan lebih baik lagi bila aturan kepangkatan guru saat ini disamakan lagi dengan pns lain, yaitu kenaikan pangkat otomatis agar guru tidak disibukkan oleh hasrat pemenuhan ‘syahwat kepangkatan’ melulu. Logikanya dengan bekal awal kepangkaratan bermula dengan latar belakang sarjana berarti start awal golongan kepangkatan guru saat ini dari III/a. Katakan saja bila Guru berkesempatan dapat mencapai golongan kepangkatan normal tertinggi IV/c, bila saja rata-rata kenaikan pangkat normal 4 tahun maka cukup dengan masa kerja 32 tahun guru sudah dapat mencapai golongan dan pangkat optimal tersebut. Dengan cara ini Guru bisa lebih fokus lagi dalam pembelajaran di kelas. Keberhasilan guru sejatinya lebih ditentukan oleh kreatifitas kegiatannya di kelas bersama siswa bukan dari golongan kepangkatan dan jabatan yang disandangnya. Salam Pendidikan.. Bismillah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun