Kebanyakan manusia dalam menjalani kehidupan ini begitu besar, sehingga mengalahkan jiwa dan hati yang begitu tenang. Manusia akan terlena dengan silau dunia yang akan ia tinggalkan begitu saja. Manusia hanya membawa  kain kafan dan amal perbuatan yang  melekat di badan. Saat itu tidak ada lagi tawar menawar tidak ada lagi dusta. Semua terdiam, yang bisa bicara hanya anggota tubuh kita yang melaporkan kegiatan kita di dunia.
Dunia tempat manusia berpijak adalah ladang yag sangat subur dan menggairahkan. Bahkan ada yang yang beranggapan bahwa dunia itu adalah surga. Surga bagi mereka yang memandang dengan penilaian mereka sendiri. Bagi mereka yang giat berusaha dan beramal shalih dunia adalah tempat menanam benih yang hasilnya dapat manusia petik di kemudian hari,  kala manusia bertemu dengan Sang Maha Pencipta disitulah duniabagaikan tanaman yang subur lagi membahagiakan. Namun bagi mereka yang memandang dunia adalah surga yang bersifat "fatamorga" mereka beranggapan tidak akan ada lagi pertanggungjawaban yang harus mereka hadapi. Mereka hanya  megejar silau dunia dan rayuan serta tipu belaka.  Dengan segala caranya manusia tidak pernah mau peduli,  apakah halal atau haram yang mereka dapatkan. Bagi mereka yang penting menghasilkan harta dan dunia sebayak mungkin... toh mereka berpikir bahwa yang mereka dapatkan adalah hasil kerja keras mereka dengan segala problemanya. Padahal dalam keberhasialan manusia ada campur tangan Sang Maha Pemeberi Rizqi.
Disinilah hati di pertaruhkan dan berbicara---- tanpa mengurangi kemunafikan terkadang manusa suka beragumentasi dengan dirinya sendiri tanpa mereka sadari. Hati dan perasaan manusia sering bertengkar tentang apa yang mereka lakuakan dan mereka kerjakan. Apakah yang ini baik atau buruk menurut pandangan manusia. Ini seringkali  menjadi persoalan yang nyata di depan mata mereka. Sebagai mahluk yang sempurna dalam penciptaan dan lemah dalam kontrol jiwa manusia sering  mengorbankan fitrahnya sebagai mahluk sempurna karena keserakahannya.
Saat hati berbicara mungkin tidak akan pernah sama, dan selau tidakakan pernah sama, karena selalu ada gejolak dan gelora yang meledak.  bersyukurlah bagi manusia yang mempunyai hati yang peka dan berbicara kala akan gejolak atau gelora itu meledak yang akan merugikan dirinya dan juga sesamanya. Beruntunglah manusia yang hatilah selalu tunduk dan taat kepada kebesaran dan kemulyaan akan Sang Pencipta. Karena daat mengendalikan hati yang bergejolak dan selalu membaa.
Semoga kita selalu menyertakan hati dan perasaan kita sebagai mahluk yang sempurna dalam mengarungi hidup di dunia yang hanya sementara dan sesaat saja dan semoga kitadapat memaksimalkan kepekaan hati dalam berbuat dan bertingkah laku selama di dunia yang hanya tempat permainan dan sendau gurau belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H