Mohon tunggu...
Endang saefulloh
Endang saefulloh Mohon Tunggu... Guru - Bahagia dan sehat selalu

Belajar mensyukuri yang ada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agar Kritik Terasa Seperti Keripik

21 Oktober 2021   00:26 Diperbarui: 21 Oktober 2021   20:01 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Seorang muslim yang  baik adalah yang membuat muslim lainnya selamat (merasa aman) dari gangguan lisan dan tangannya" (HR. Bukhori).

Manusia adalah  makhlul sosial, dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak bisa hidup sendiri,  mereka  saling membutuhkan satu sama lain. Jalinan  kerjasama baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun  di tempat kerja menjadi suatu keharusan. Hubungan  yang di dalamnya terjalin saling asah, asih dan asuh akan  memudahkan dalam memenuhi kebutuhan dan  meraih sukses dalam hidupnya. Setiap pertentangan merupakan hal yang bisa merusak kerjasama diantara mereka.

Dalam penelitian Carnegie Isntitut Of Teknoloy, kesuksesan keuangan, karier seseorang ternyata lebih banyak ditentukan oleh 85 % (delapan puluh lima persen) keterampilan menjalin hubungan dengan sesama manusia. Baik itu dengan rekan kerja, atasan, bawahan dan lainnya. Hanya 15 % (lima belas persen) pengetahuan teknis.  Hal ini menunjukan betapa keterampilan menjalin hubungan dengan sesama menjadi hal utama.  

Ketika  berhubungan dengan sesama, tidak lepas dari  saling mengingatkan satu sama lain yang disampaikan melalui saran maupun kritik. Namun, seringkali kritik menjadi serangan terhadap harga diri, harkat martabat orang lain. Sehingga  seringkali suatu teguran berakhir dengan permusuhan. Kritik seringkali dianggap sebagai sebuah kata yang tidak disukai. Ketika  mendengar kritik yang terbayang adalah keburukan si pengkritik bukan isi kritiknya.

Hal ini merupakan realita yang harus dipecahkan demi menjaga nilai-nilai kebersamaan. Meski, kritik saran atau  teguran itu perlu namun tetap ada seni, etika dan ketulusan niat dalam penyampaiannya.

Terlebih,  perkembangan media sosial yang akhir-akhir ini begitu pesat,  banyak masyarakat yang kurang paham tentang etika penggunaannya. Media sosial kini seolah menjadi tempat menumpahkan segala aktivitas yang tidak jarang melupakan nilai-nilai etika. Seperti  kata-kata kasar, provokatif,  serta memberi komentar yang tidak relevan.

Mengkritik atau membully ? 

Pada dasarnya kritik itu dibagi dua : Pertama, kritik yang bersifat membangun. Cirinya dilandasi niat tulus, melaksanakan perintah Alloh Swt, sebagaiman dijelasakan dalam (Q.S Alashr). "Saling mengingatkan, dalam kebaikan dan kesabaran". Dampaknya bisa dirasakan yaitu adanya  daya ubah, daya gugah dimana seseorang akan merasa terdorong dan termotivasi ke arah yang lebih baik.  

Kedua,  kritik yang merusak,  cirinya dilandasi dengan niat mencari kelemahan seseorang, terkadang merupakan bentuk  pelampiasan dari satu kekesalan, merendahkan dan menjatuhkan harga diri.  Jenis  kritik yang kedua ini bukannya mendorong dan memotivasi malah cenderung membully atau mengolok-olok.

Dampak dari kritik ini, bisa di lihat dan dirasakan diantaranya : Merusak persaudaraan, menanamkan kebencian, di tempat kerja bisa melemahkan semangat kerja, menghilangkan kepercayaan diri, di rumah atau sekolah bisa  membuat  citra diri negatif pada diri anak.

Mengenai kritik jenis ini dijelaskan dalam firman Alloh Swt :"Hai orang-orang yang beriman, janganlan suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik, dan jangan pula wanita mengolok-olok wanita lain, boleh jadi wanita yang diolok-olok itu lebih baik, jangan kamu mencela dan memanggil dengan panggilan yang buruk" (Q.S Alhujurot :11).

Dalam buku Quantum Learning, Bobbi deporter dan Mike Hernacki, pada tahun 1982, Jach Canfield, pakar kepercayaan diri, melaporkan hasil penelitiannya, terhadap 100 anak. Tujuan penelitiannya untuk mengetahui berapa banyak komentar negatif dan komentar positif yang diterima seorang anak dalam sehari ? hasil penemuan Cofield bahwa setiap anak rata-rata menerima 460 komentar negatif, dan hanya 75 komentar positif yang bersifat mendukung.

Jadi komentar negatif enam kali lebih banyak dibanding komentar positif. Menurutnya, jika komentar  negatif ini lebih banyak diterima anak  secara terus menerus dampaknya siswa bisa mengalami kemandegan belajar, saat lulus sekolah kata  "belajar"  akan dianggapnya sebagai beban. Belajar yang seharusnya menyenangkan, menjadi kaku dan menegangkan. Anak tidak punya inspirasi dan merasa tidak berharga.

Menjaga lisan 

Kata-kata ternyata memiliki kekuatan untuk membangun, menguatkan dan memotivasi, sekaligus melemahkan bahkan menghancurkan. Ketika berkomunikasi dan beritntariksi dengan orang lain, di dalam keluarga, tempat kerja, di sekolah  atau di mana saja, kita bisa memilih mana yang akan kita pergunakan, kata-kata memberdayakan atau melemahkan?

Banyak orang yang menjadi lumpuh, hilang  semangatnya setelah menerima akumulasi kata-kata yang melemahkan, merendahkan dan menjatuhkan.

Di tempat kerja banyak orang yang mengalami masalah dengan atasannya karena perkataan yang melemahkan, menurunkan semangat dan mematikan kreativitas.

Keretakan juga terjadi pada  banyak keluarga hanya karena kata-kata yang sering diuacapkan. Orang tua kepada anak, suami kepada istri, kata-kata yang melamahkan dan merendahkan. Di sekolah banyak siswa yang kehilangan motivasi belajar karena perkataan guru yang tidak mendidik.

Sebaliknya, banyak orang yang bisa bangkit menghadapi hidup setelah mendengar kata-kata yang membangun, menguatkan dan memberi inspirasi.

Melalui peringantan Maulid Nabi 2021, marilah kita teladani akhlaq dan pribadinya. Bahwa,sebaik-baik manusia adalah orang yang terampil menjaga niatnya, memperhitungkan dan memperhatikan setiap perkataan yang akan diucapkannya. Mengisi waktu dalam hidupnya dengan banyak berdzikir kepada Alloh Swt, mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah. Dari lisannya tak pernah terucap perkataan buruk, karena ia sadar denga sepenuh hati bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulut akan dicatat oleh dua malaikat Roqib dan Atid.

Seni menyampaikan kritik 

Les Gilblin (1994: 1993) salah seorang pemenang salesmen Award, telah menyelenggarakan lebih dari 1000 seminar, mengenai hubungan antar manusia, beliau memberikan kiat-kiat mengkritik tanpa menyinggung perasaan orang lain, diantaranya :

Pertama, sampaikan dalam kerahasiaan penuh. Kritik dihadapan banyak orang  malah bisa  menyinggung parasaan orang yang menerima kritik. Ia akan kehilangan muka di hadapan rekan kerja, teman-teman  satu kelas dan kelompok lainya.

Kedua, awali dengan pujian (kata-kata yang menyejukan hati). Pujian atau kata-kata yang lembut menunjukan sikap persahabatan yang tulus. Hal ini memberi pengertan bahwa kritik yang disampaikannya itu bukan untuk menyerang atau menjatuhkan harga diri, tetapi untuk membantunya.

Contoh, " Ton, kau melakukan pekerjaan yang bagus dan rajin sejak bergabung di perusahaan ini, kami sangat merhargai usahamu dalam hal ini. Namun kiranya akan lebih baik lagi jika ......"

Ketiga, kritik perbuatan, bukan orangnya. Seorang akan merasa senang dan tidak akan tersinggung ketika menerima kritik, karena yang dikritik bukan pribadinya tetapi perbuatannya. Istilah lain, jika anda ingin mengumpulkan madu, jangan tendang sarang lebahnya.

Keempat,  sediakan jawabannya. Tidak hanya pandai menyalahkan juga pandai menunjukan bagaimana cara melakukannya dengan baik dan benar. Sehingga penekanannya bukan pada kesalahan tetapi pada perbaikan.

Kelima, bicarakan kesalahan anda dahulu sebelum mengkritik orang lain. Membicarakan  kesalahan anda artinya mengakuinya, dan itu menunjukan kerendahan hati. Misalnya daripada mendesaknya agar berhenti merokok, lebih baik membicarakan terlebih dahulu, " dulu saya perokok berat, dan saat ini alhamdulillah, bisa berhenti"

Keenam, ajukan pertanyaan sebagai ganti perintah.  Sebaiknya  lebih banyak menggunakan pertanyaan, misalnya : "bagaiana menurut anda mengenai ini? Dari pada  kata perintah :"kerjakan ini, kerjakan itu"

Ketujuh, pujilah peningkatan sekecil apa pun, pujilah setiap perbaikan. Jadilah tulus dalam penerimaan dan murah hati dalam pujian. Demikian, salam sehat dan sukses selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun