Mohon tunggu...
Endang Opriana
Endang Opriana Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Perencana Ahli Muda pada Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah Kabupaten Bangka Tengah

Selain seorang ASN saya juga seorang penulis. Beberapa buku telah diterbitkan dan dicetak di antaranya kumpulan puisi, novel, antologi dan cerita anak. Selain aktif menulis fiksi saya juga memiliki minat menulis artikel, essai dan opini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik di Laut Cina Selatan Terhadap Kedaulatan Indonesia

31 Mei 2024   23:47 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:35 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang tujuh puluh persen wilayahnya adalah lautan. Hal ini menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Julukan yang mengingatkan akan sebuah fakta sejarah bahwa Indonesia melalui Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982), telah mendapatkan pengakuan atas kedaulatan lautnya oleh dunia, dengan menyatukan pulau-pulau kecil yang dipisahkan oleh lautan sebagai bagian dari wilayah kepulauan Republik Indonesia.

            Namun pengakuan dunia atas kedaulatan laut tersebut seharusnya tidak membuat kita terlena. Kerena sesungguhnya dibalik pengakuan tersebut, tersirat makna bahwa menjaga dan melindungi pulau-pulau yang dipisahkan oleh laut, yang juga berbatasan dengan negara-negara lainnya akan sangat sulit. Akan ada banyak sekali gesekan yang memungkinkan dapat memicu terjadinya konflik. Salah satunya adalah sengketa yang saat ini terjadi di Laut Cina Selatan telah menyeret Indonesia ke dalam pusaran konflik yang kian  memanas.

Sengketa Laut Cina Selatan sendiri bermula ketika Cina pada tahun 1947 memproduksi peta Laut Cina Selatan dengan sembilan garis putus-putus serta mengakui bahwa wilayah yang berada dalam lingkaran garis tersebut sebagai wilayah teritorialnya. Hingga Agutus 2023 RRC kembali merilis Peta Standar Cina Selatan yang bahkan kini meluas menjadi  sepuluh garis putus-putus (ten-dash line). Sepuluh garis putus-putus tersebut menunjukkan bahwa RRC telah memperluas klaimnya atas wilayah Laut Cina Selatan hingga mencapai 90%.

Lantas apa kaitan Indonesia atas klaim Tiongkok tersebut? Sepuluh garis putus-putus yang dibuat oleh Cina melingkari sepanjang 1500 kilometer selatan Pulau Hainan, memotong Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia, termasuk di dalamnya wilayah perairan Indonesia, Brunei, Filipina, dan Vietnam. 

Klaim sepihak RRC ini jelas menjadi ancaman dan tidak dapat diakui kebenarannya karena pengakuan tersebut tidak didasarkan pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) yang menjadi dasar dalam dan hanya berdasarkan landasan historis semata.

Eskalasi ketegangan di Laut Cina Selatan tersebut kian bertambah dengan meningkatnya agresivitas Cina atas ancaman penguasaan  Laut Natuna Utara.  Cina bahkan menunjukkan keseriusan atas klaimnya dengan mulai membangun pangkalan militer, mendirikan pulau buatan serta menempatkan kapal-kapal perangnya di wilayah perairan Laut Cina Selatan. Apa yang dilakukan oleh Cina telah menjadi ancaman atas kedaulatan laut Indonesia. Ini menjadi suatu catatan, bahwa Indonesia harus benar-benar serius menjaga kedaulatan laut Indonesia dan mengelola lautnya.

Dalam konflik Laut Cina Selatan ini, setidaknya ada beberapa dampak yang akan dihadapi oleh Indonesia sebagai akibat ketegangan yang terjadi di antaranya yaitu:

1. Dampak pada batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Sudah berulangkali terjadi insiden masuknya kapal Cina di wilayah ZEE Indonesia di antaranya di perairan Natuna serta melakukan aktifitas pengelolaan kekayaan laut di dalamnya termasuk penangkapan ikan. Sedangkan berdasarkan aturan hukum laut atas ZEE,  200 mil dari lepas pantai, maka jarak antara Cina dan Sembilan garis putus-putusnya bahkan sangat jauh melebihi batas yang telah ditetapkan. Upaya pendekatan dengan perundingan damai yang justru gagal dan semakin memperkeruh hubungan Indonesia dan Cina. 

Disamping itu, garis zona laut yang tumpang tindih akan menyebabkan terganggunya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antar negara yang wilayahnya berbatasan dengan perairan Laut Cina Selatan, termasuk dalam hal ini adaah Indonesia. Karenanya Indonesia perlu melakukan upaya mempertahankan kelaulatannya atas Laut Natuna, sebab apa yang dilakukan oleh Cina ini jelas mengancam ZEE Indonesia di Laut Natuna serta hak kedaulatan Indonesia atas lautnya.

2. Dampak Ekonomi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun