Remaja merupakan sumber daya manusia yang menjadi harapan bangsa Indonesia untuk memajukan bangsa dan negara ini. Sebagai aset negara yang sangat penting remaja harus sehat, cerdas dan berilmu. Remaja terutama remaja putri (rematri) juga akan menjadi calon ibu yang nantinya diharapkan melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan mampu berdaya saing secara maksimal. Salah satu penyakit tidak menular yang masih banyak dialami remaja terutama rematri adalah anemia. Anemia adalah suatu kondisi kekurangan sel darah merah yang ditandai dengan kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dL. Prevalensi anemia pada remaja masih cukup tinggi, data RISKESDAS 2013 anemia pada remaja putri usia 13-18 tahun sebesar 22,7 %, sedangkan menurut RISKESDAS 2018 remaja yang anemia (laki dan perempuan) umur 15-24 tahun sebesar 32 %. Â Angka ini termasuk masih tinggi, target anemia remaja oleh Kemenkes harus bisa diturunkan separuhnya.
Anemia terjadi karena berbagai sebab, seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12 dan defisiensi protein. Secara langsung anemia terutama disebabkan oleh produksi/kualitas sel darah merah yang kurang dan kehilangan darah baik secara akut atau menahun. Rematri lebih mudah menderita anemia karena rematri yang memasuki masa pubertas mengalami pertumbuhan pesat sehingga kebutuhan zat besi juga meningkat untuk meningkatkan pertumbuhannya. Rematri seringkali melakukan diet yang keliru yang bertujuan untuk menurunkan berat badan, diantaranya mengurangi asupan protein hewani yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin darah. Rematri yang sudah mengalami haid akan kehilangan darah setiap bulan dan terkadang juga mengalami gangguan haid seperti haid yang lebih panjang dari biasanya atau darah haid yang keluar lebih banyak dari biasanya sehingga membutuhkan zat besi dua kali lipat saat haid.
Anemia  dapat  menyebabkan  berbagai  dampak  buruk  pada  rematri  diantaranya  adalah menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Rematri yang anemia juga akan mengalami penurunan kebugaran dan ketangkasan berpikir karena kurangnya oksigen ke sel otot dan sel otak yang akan berdampak pada prestasi belajar dan produktivitas kerja. Dampak anemia pada rematri ini akan terbawa hingga rematri menjadi ibu hamil yang anemia sehingga akan mengakibatkan peningkatan risiko pertumbuhan janin terhambat, bayi lahir prematur, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan gangguan tumbuh kembang anak diantaranya stunting dan gangguan neurokognitif. Ibu hamil yang anemia akan mempunyai risiko perdarahan sebelum dan saat melahirkan yang dapat mengancam keselamatan ibu dan bayinya. Bayi yang lahir dari ibu yang anemia juga akan berisiko memiliki cadangan zat besi  yang rendah sehingga akan berlanjut menderita anemia pada bayi  atau bahkan sampai pada kematian neonatal/bayi.
Upaya Pemerintah untuk menurunkan Prevalensi Anemia Remaja Putri
Menurut pengamatan penulis, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menangani masalah anemia pada rematri, wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil  yaitu melalui kebijakan yang dituangkan dalam peraturan menteri, buku pedoman, petunjuk teknis dan keputusan menteri yaitu berupa 1). Peraturan bersama antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Agama RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 6/X/PB/2014; Nomor 73 Tahun 2014; Nomor 41 Tahun 2014; Nomor 81 Tahun 2014 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah. 2). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 tentang Standar Tablet Tambah Darah bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil. 3). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2019 tentang Pelaksanaan teknis surveilans gizi. 4). Pedoman pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri dan wanita usia subur (WUS), Dirjen Kesmas, Kemenkes RI, 2018. 5). Petunjuk teknis Deskonsentrasi Program Kesmas Tahun 2022, Dirjen Kesmas, Kemenkes RI. 6) Keputusan Bersama Menteri Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Penyelenggaraan Peningkatan Status Kesehatan Peserta Didik tahun 2022.
Pada peraturan bersama empat kementerian tahun 2014 dinyatakan bahwa Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) memiliki kegiatan pokok yaitu bertanggung jawab pada pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan peserta didik serta pembinaan lingkungan sekolah sehat (Trias UKS/M). Pendidikan kesehatan yang dimaksud yaitu 1) meningkatkan pengetahuan, perilaku, sikap, dan keterampilan untuk hidup bersih dan sehat; 2) penanaman dan pembiasaan hidup bersih dan sehat serta daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar; dan 3) pembudayaan pola hidup sehat agar dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Peraturan ini juga sudah mengatur tentang pelayanan kesehatan di sekolah salah satunya adalah pemberian tablet tambah darah pada rematri. Kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Menkes nomor 88 tahun 2014 mengatur tentang tentang Standar Tablet Tambah Darah (TTD), mengatur spesifikasi TTD untuk WUS (termasuk rematri). Standar TTD untuk rematri yaitu tablet salut gula berbentuk  bulat/lonjong berwarna merah tua dengan komposisi zat besi setara dengan 60 mg besi elemental (dalam bentuk sediaan Ferro Sulfat, Ferro Fumarat atau Ferro Gluconat); dan Asam Folat 0,400 mg. Pencegahan dan penanggulangan anemia pada rematri ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Buku Pedoman pencegahan dan penanggulangan anemia pada rematri dan wanita usia subur (WUS), Dirjen Kesmas, Kemenkes RI, 2018. Buku pedoman ini secara lengkap menjelaskan pemberian TTD pada rematri baik jumlah, frekuensi minum TTD dan lama konsumsi. Rematri yang anemia mendapatkan TTD yang diminum sekali seminggu selama 52 minggu. Selanjutnya Kemenkes mengeluarkan Peraturan Menkes nomor 14 tahun 2019 menjelaskan tentang pelaksanaan teknis surveilans gizi. Pada kegiatan ini ditetapkan salah satu indikator masalah gizi yang tertuang pada pasal 4 yaitu persentase rematri yang anemia sedangkan indikator program gizinya adalah cakupan rematri yang mendapatkan tablet tambah darah. Kegiatan surveilans ini untuk mengevaluasi angka prevalensi anemia rematri. Kegiatan monitoring dan evaluasi penurunan anemia rematri ditindaklanjuti oleh Ditjen Kesmas dengan mengeluarkan Petunjuk Teknis Dekosentrasi tahun 2022. Salah satu indikator kinerja pembinaan gizi dan kesehatan ibu anak adalah persentase rematri yang mengonsumsi TTD untuk tahun 2022 adalah 54 % dan meningkat menjadi 75 % pada tahun 2023 serta bisa mencapai 90 % pada tahun 2024. Pemerintah juga telah melakukan Gerakan Aksi Bergizi yang dimulai pada Oktober 2022. Salah satu kegiatan Aksi Bergizi adalah konsumsi TTD remaja SMP dan SMA secara serentak. Kegiatan Aksi Bergizi ini tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Penyelenggaraan Peningkatan Status Kesehatan Peserta Didik tahun 2022. Pada keputusan nomor ke tujuhbelas disepakati tentang pelaksanaan Aksi Bergizi. Kegiatan ini akan menjadi agenda rutin untuk seluruh sekolah SMP/SMA sederajat. Hasil workshop tentang juknis Gerakan Aksi Bergizi juga telah dikeluarkan oleh Kemenkes RI.
Upaya Optimalisasi Penurunan Anemia Remaja Putri
Berbagai upaya telah ditempuh dan diupayakan dengan sangat baik oleh pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah dalam kurun waktu delapan tahun terakhir ini untuk menurunkan angka pevalensi anemia rematri. Pemerintah melalui kemenkes dan juga kementrian lain (Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Agama; Dalam Negeri) telah melakukan kerja sama dengan baik untuk mengentaskan anemia rematri. Namun demikian, menurut pandangan penulis ada beberapa hal yang perlu diupayakan lebih untuk penurunan prevalensi anemia pada rematri, yaitu
Pertama, Dinas Kesehatan Kotamadya/Kabupaten bisa bekerja sama dengan pihak swasta dan institusi pendidikan kesehatan dibawah pengawasan puskesmas untuk melakukan kegiatan screening anemia sebagai bagian dari kegiatan surveilans gizi karena kegiatan ini  membutuhkan dana yang tidak sedikit. Screening anemia pada rematri di sekolah akan sangat membantu untuk memetakan sekolah-sekolah maupun daerah dengan prevalensi anemia cukup tinggi sehingga kegiatan pemberian TTD bisa diprioritaskan di daerah tersebut. Kegiatan screening dengan melibatkan pihak swasta bisa dilakukan secara berkala misalnya sekali dalam setahun.
Kedua, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotamadya/Kebupaten menggandeng institusi pendidikan kesehatan yang berada di wiayah Dinkes masing-masing untuk berkontribusi mengentaskan anemia pada rematri. Kegiatan yang bisa dilakukan untuk mendukung penurunan anemia rematri yaitu edukasi tentang pola makan gizi seimbang, pencegahan dan penanggulangan anemia pada rematri (selaras dengan kegiatan UKS), pengadaan media yang tepat (bisa berbasis digital) untuk edukasi gizi tentang anemia bagi siswi SMP/SMA/Madasarah/Pondok Pesantren di wilayah tersebut serta memberikan edukasi tentang anemia kepada orang tua siswi.  Kegiatan ini tentu saja melibatkan Puskesmas di wilayah setempat yang bertanggung jawab terhadap kegiatan UKS. Kegiatan edukasi kepada orag tua bisa dalam bentuk program parenting yang diadakan oleh sekolah setiap setahun sekali. Kegiatan bisa melibatkan narasumber dari Dinas Kesehatan atau puskesmas atau institusi pendidikan sehingga orang tua juga terlibat dalam pengentasan anemia rematri. Semua kegiatan tersebut bisa sebagai bentuk dari implementasi  tridharma perguruan tinggi yaitu  bisa berupa penelitian  maupun pengabdian bagi institusi pendidikan tinggi. Dengan demikian akan terbentuk sekolah-sekolah binaan sehingga kegiatan untuk penurunan prevalensi anemia rematri terus berkelanjutan.
Ketiga, Kegiatan Aksi Bergizi yang telah sukses dilaksanakan bisa ditingkatkan dengan lomba-lomba menarik lainnya bagi remaja sehingga remaja juga punya peran dalam penurunan prevalensi anemia. Misalnya 1) Lomba Duta UKS atau Duta Remaja Sehat tingkat kota/Kabupaten, provinsi bahkan tingkat nasional, Â 2) Lomba konten kreatif motivasi minum TTD atau konsumsi gizi seimbang atau jingle lagu remaja sehat berprestasi dengan menggunakan platform media sosial seperti youtube, tik tok, Instagram, Facebook atau media sosial lainnnya. Kegiatan ini akan merangsang kreativitas para remaja sehingga akan mampu menjadi ladang kegiatan yang positif bagi remaja sehat dan kreatif.