Mohon tunggu...
Endang Puspitsri
Endang Puspitsri Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guri

Saya guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Pintar, Murid Milenial, dan Liburannya

11 Desember 2018   13:12 Diperbarui: 11 Desember 2018   14:35 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Libur telah tiba, libur telah tiba
Hore, hore, hore
Simpanlah tas dan bukumu
Lupakan keluh kesahmu
Libur telah tiba, libur telah tiba
Hatiku gembira"

Desember, akhir tahun, selalu ditunggu! Liburan panjang untuk semua murid yang telah merelakan sebagian waktu tidur dan mainnya untuk" belajar dan belajar". Tak dipungkiri, nun disudut-sudut rumah, teriakan, bujukan, bahkan ancaman agar anak-anak masa depan bangsa duduk diam memegang buku, (sebagai deskripsi belajar) demi seperangkat nilai akademis yang digadang-gadang akan menyelamatkan kehidupan masa depan mereka.

Lirik lagu di atas, yang dinyanyikan Tasya terasa tetap aktual saat ini. Tersirat dalam lagu itu proses belajar di sekolah adalah proses yang melelahkan bagi mereka. Keluh kesah dan beratnya pelajaran membuat mereka butuh liburan yang panjang. Liburan itu kebebasan. Bebas melakukan apa mau si murid. Tak asyik kalau diisi dengan tugas belajar yang menggunakan laptop, pena dan kertas. Tapi itu dulu. Saat ini, murid-murid di era tahun 2000an yang sering disebut dengan murid milenial, memiliki pola belajar yang berbeda. Mereka menghabiskan 6,5 jam setiap hari untuk membaca media cetak, elektronik, digital, broadcast dan berita. Mereka mendengarkan dan merekam musik, melihat, membuat, dan mempublikasikan konten internet serta tidak alpa menggunakan gawai kesayangan.

Ciri murid zaman milenial:
1. Otonomi mengelola diri
2. Peka terhadap perubahan
3. Mudah mengalihkan fokus
4. Kebutuhan teman bicara

Murid zaman milenial memiliki cara belajar sesuai zamannya. Karakteristik mereka yang unik, bergeser jauh dari pola belajar guru mereka yang hidup dan belajar di era 80-90an. Mereka yang sekarang memiliki otonomi dalam mengelola diri. Perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, tidak dianggap sebagai ancaman, tapi lebih sebagai tantangan, layaknya tantangan dalam permainan daring (online) yang mereka mainkan. 

Mereka peka terhadap perubahan. Teknologi memungkinkan mereka mengakses beragam hiburan dan media informasi. Bila tantangan pada suatu aktivitas sudah dianggap membosankan, mereka pun mudah mengalihkan fokus pada tantangan yang lain.

Murid zaman sekarang adalah murid sosial yang butuh teman bicara untuk menyelesaikan persoalan. Mereka tak ragu untuk menuliskan pengalaman dan curahan hati di media sosial, blog, instagram maupun Youtube. Semua ciri di atas menggambarkan bagaimana profesi pekerjaan yang akan mereka lakukan di masa depan. Semuanya akan berbeda. Tanggung jawab karier bukan pada organisasi tetapi pada individu yang bersangkutan.

Kalau sudah begini keadaannya, apa dong yang harus dan baiknya guru pintar milenial lakukan? Beradaptasi! Guru pintar tak kan mengeluh melihat perubahan yang jelas sedang terjadi. Mereka wajib bertumbuh, berdaya dengan terus belajar. Pemerintah juga berbenah. Semua komponen pendidikan terus bergerak memperbaiki diri. Cara belajar murid yang berbeda harus disikapi dengan cara yang berbeda juga. Memahami ciri anak zaman sekarang yang peka terhadap perubahan, sosial dan suka terhadap tantangan membuat pola belajar mereka dibuat selayaknya permainan daring.

Dalam permainan daring, mereka tidak pernah takut salah. Rasa ingin tahu mendorong mereka untuk mencoba suatu permainan. Mereka benar-benar mencoba, ngawur awalnya, tapi terus mencoba tanpa ada alasan selain ingin mencoba. Kemudian melihat dampak setelah percobaannya. Pada titik ini, mereka butuh kesempatan mencoba tanpa gangguan orang lain. 

Dari berbagai percobaan tersebut, mereka mengambil kesimpulan dan mendapat pelajaran untuk memainkan permainan. Mereka memilih tantangan permainan digital yang sesuai dengan kemampuannya pun merasakan pengalaman seru. 

Pada akhir permainan, mereka akan memikirkan dampak dari permainan. Yang berhasil menyelesaikan tantangan
akan merasa bangga dan percaya diri. Pada beberapa permainan digital, tingkat kemajuan pun ditunjukkan sehingga mereka menemukan makna permainan, proses menjadi master. 

Itulah siklus gemar belajar: Rasa ingin tahu-kesempatan belajar-pengalaman seru-kebermaknaan. Kalau begitu, guru pintar milenial perlu beradaptasi menjadi selayaknya ahli pembuat permainan daring dengan tantangan yang disesuaikan tujuan pembelajaran dan tahapannya. Murid merasa seakan sedang berlibur karena hari-hari mereka dipenuhi dengan pengalaman seru yang membelajarkan. Dan pada saatnya, lirik lagu libur telah tiba, akan berganti. Anda, Guru Pintar Milenial, mau?

Tulisan ini terinspirasi dari buku "Panduan Memilih Sekolah untuk Anak Zaman Now", 2018, Bukik Setiawan, Andrie Firdaus
dan Imelda Hutapea.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun