Mohon tunggu...
Endang Chiko
Endang Chiko Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran yang Mendidik Menuju Masyarakat Indonesia yang Berbudaya

11 Maret 2019   12:55 Diperbarui: 11 Maret 2019   13:43 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH : ENDANG WAHYUNINGSIH, S.Pd.

Guru sebagai pendidik tidak hanya menyampaikan materi pelajaran saja di depan kelas, agar anak didik nya dapat menguasai materi pelajaran, kemudian memperoleh nilai yang baik, tetapi ada hal yang lebih penting yaitu proses pendewasaan yang membantu peserta didik menemukan sebuah makna dari suatu materi pelajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, memiliki kepribadian yang baik, santun dan berbudi, hal inilah yang merupakan tugas guru sebagai pendidik dalam arti luas. Guru tidak hanya mengajar, dalam pasal 5 Permenag PAN RB No. 16 tahun 2009 dikatakan bahwa tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik.            

Sebagai guru kita merasakan betul betapa tugas mendidik ternyata jauh lebih sulit daripada mengajar atau yang lain. Bahwa setiap orang bisa saja merasakan berbeda tingkat kesulitan antara satu dengan yang lainnya dalam mendidik namun secara umum mendidik tetaplah sulit. Mendidik mengandung arti, memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Itu berarti bahwa dalam mendidik terkandung tugas berat memelihara dan memberi latihan itu mencakup dua aspek sekaligus yaitu akhlak dan kecerdasan pikiran. 

Mendidik memang lebih sulit, tetapi guru tentu saja tidak harus lari dari tugas mendidik, harus tetap dilaksanakan. Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik. Karena itulah tidak semua orang mampu menjadi seorang pendidik. Mendidik adalah tugas utama terdepan dan tersulit. Wajah kita senyum, pandangan mata, dan gerak gerik kita adalah modal utama untuk mendidik pesrta didik, mulai awal mengenalnya, menegur nya, hingga guru melangkah untuk mengajar.

Ketika proses itu terjadi, guru harus membimbing, mengarahkan dan melatih serta mengevaluasi peserta didik selama proses dan pada akhir proses dalam satu tahap atau satu siklus, kemudian menggunakan hasil penilaian itu untuk menuju ke tahap berikutnya. Kalau kita renungkan dengan rinci, tugas yang mulia ini sungguh suatu pekerjaan yang cukup kompleks. Dengan hatilah semua itu akan dapat berjalan dengan lancar. 

Namun dari keseluruhan proses tersebut, mendidiklah yang kita rasakan paling sulit. Guru harus dapat memainkan perannya sebagai pembimbing dan pengarah serta mampu memainkan peran sebagai pembawa nilai, pendukung nilai dan pembela nilai - nilai humanisme serta sekaligus guru mampu berperan sebagai sumber klarifikasi nilai.

Pokok pikiran disini adalah terkait perbedaan kata "mendidik dan mengajar". Semua paham bagi yang pernah mempelajari ilmu keguruan atau pedagogis. Mendidik itu lebih sulit daripada mengajar. Mendidik mengandung unsur menanamkan nilai-nilai kepribadian. Mendididk mengandung arti usaha membangkitkan semangat. Mendidik memiliki arti memberi motivasi. Mendidik lebih banyak pada soft skill, berbeda dengan mengajar. Mengajar itu mengandung kesan memberikan ilmu. Mengajar itu mengandung arti membekali pengetahuan dan kecerdasan. Mengajar itu memiliki arti usaha membuat anak didik pandai, intinya mengajar lebih pada hard skill. Lebih jelas, jika para guru sudah mendapat sertifikat pendidik bukan sertifikat pengajar. Mendidik itu lebih sulit dan bahkan lebih penting daripada mengajar. 

Jika mendidik itu didahulukan sebelum mengajar, maka anak didik atau murid akan lebih termotivasi, lebih memperoleh jati dirinya. Lain dengan mengajar, jika proses mengajar didahulukan maka anak didik atau murid akan menjadi pandai. Namun bisa saja mereka tidak bisa menemukan jati dirinya. Mendidik lebih pada melihat potensi diri anak didik dan bakatnya, sedangkan mengajar lebih pada nilai ujian tulis belaka. Ilmu yang ditulis saja pada soal-soal ujian. Itu sebabnya, nilai yang hanya terfokus pada hitam di atas putih di atas kertas bisa oleh guru mencelakakan anak didik. Apalagi mereka tidak mampu meneropong potensi dan kemampuan di dalam diri anak secara jeli. Guru harus melekat pada dirinya dan tidak hanya memiliki kemampuan mengajar tetapi kemampuan dasar pedagogis.

Mendidik tidak hanya cukup dengan hanya memberikan ilmu pengetahuan atau pun ketrampilan, melainkan juga harus ditanamkan pada anak didik nilai-nilai dan norma-norma susila yang tinggi dan luhur. Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka jangka menengah atau jangka panjang. Hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam waktu dekat atau secara instan. Pendidikan merupakan kegiatan integratif olah pikir, olah rasa, dan olah karsa yang bersinergi dengan perkembangan tingkat penalaran peserta didik. 

Mengajar yang diikuti oleh kegiatan belajar mengajar secara bersinergi sehingga materi yang disampaikan dapat meningkatkan wawasan keilmuan, tumbuhnya ketrampilan dan menghasilkan perubahan sikap mental atau kepribadian bagi anak didik. Sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia. Contoh seorang guru matematika mengajarkan kepada anak pintar menghitung, tapi anak tersebut tapi anak tersebut tidak penuh perhitungan dalam segala tindakannya, maka kegiatan guru tersebut baru sebatas mengajar belum mendidik. 

Tidak setiap guru mampu mendidik walaupun ia pandai mengajar, untuk menjadi pendidik guru tidak cukup menguasai materi dan ketrampilan mengajar saja, tetapi perlu perlu memahami dasar-dasar agama dan norma-norma dalam masyarakat, sehingga guru dalam pembelajaran mampu menghubungkan materi yang disampaikannya dengan sikap dan kepribadian yang tumbuh sesuai dengan ajaran agama dan norma-norma masyarakat.

Hubungan pendidikan dan kebudayaan dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan merupakan usaha untuk menimbang dan menghubungkan potensi individu. Adapun dari sudut pandang kemasyarakatan, pendidikan merupakan usaha pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda, agar nilai-nilai budaya tersebut tetap terpelihara. 

Pendidikan yang telah dilakukan dalam lingkup sekolah meliputi pendidikan karakter, kebudayaan, dan ketrampilan akan membantu kehidupan masyarakat. Menurut Ki Hajar Dewantara: " Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup bermasyarakat ". Jika terjadi pemisahan antara pendidikan dan kebudayaan merupakan satu tindakan yang merusak perkembangan kebudayaan itu sendiri, bisa jadi mengkhianati keberadaan proses pendidikan sebagai proses pembudayaan. Pengajaran berbasis budaya merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan budaya dalam proses pengajaran serta salah satu bentuknya adalah menekankan  belajar dengan budaya. Belajar dengan budaya dapat  menjadikan siswa tidak terasing dari budaya lokal nya serta meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal (Alexon, 2010 : 14)

Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam. Dengan demikian melalui pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan sekedar meniru atau menerima informasi yang disampaikan, tetapi siswa menciptakan makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang diperolehnya. 

Pengetahuan bukan sekedar rangkuman naratif dari pengetahuan yang dimiliki orang lain, tetapi suatu koleksi yang dimiliki seseorang tentang pemikiran, perilaku, keterkaitan, prediksi, dan perasaan serta hasil transformasi dari beragam informasi yang diterimanya. Pembelajaran berbasis budaya menjadikan salah satu cara yang dipersepsikan dapat menjadikan pembelajaran bermakna dan kontekstual yang sangat terkait dengan komunitas budaya, dimana suatu bidang ilmu yang dipelajari dan akan diterapkan nantinya dengan komunitas budaya dari mana kita berasal. Menjadikan pembelajaran menarik dan menyenangkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun