Namun ada juga warganet yang memanfaatkan kolom komentar berita menjadi ladang bisnis untuk promosi produk online shop yang 'mungkin' dirintis oleh penulis komentar tersebut. Ada beberapa artikel yang memiliki komentar yang tidak sesuai dengan isi berita yang disampaikan. Contohnya dalam rubrik travelling Detik.com, rata-rata memiliki komentar yang sama dengan nama akun yang sama yaitu menawarkan suatu produk.
Memang kolom komentar bukanlah suatu produk jurnalistik, namun fenomena hate speach dimulai dari komentar-komentar warganet. Saling adu pendapat juga terjadi dari tiap-tiap komentar. Ada yang pro ada juga yang kontra, bahkan komentar-komentar itu menjadi jauh diluar dari isi berita.
Beralih ke portal berita online kumparan.com. Sama halnya dengan Detik.com, ketika membuka jendela laman kumparan.com kita akan disuguhkan berbagai artikel informasi. Di tiap-tiap artikel kumparan.com tak banyak juga khalayak yang berkomentar ataupun menyukai artikel. Hanya artikel-artikel tertentu yang direspon balik oleh khalayak. Kebanyakan adalah artikel berita, hiburan, dan lifestyle memiliki respon cukup baik.
Kolom komentar yang disediakan redaksi kumparan.com berisi memang kmentar atau tanggapan pembaca (khalayak) terhadap berita, informasi yang tertulis. Beberapa artikel yang dibaca pun hampir tidak ada warganet yang berkomentar promosi suatu produk yang terjadi di Detik.com. Dalam bukunya Stuart Allan mengatakan " we know what the netizen wants: at the end of every article we have comment area, and one issue had 85,000 comments." (Allan,2006:130).
Memang keberadaan kolom komentar di setiap artikel berita cukup membantu baik bagi redaksi, pembaca (khalayak). Bagi redaksi kolom komentar menjadi sarana untuk umpan balik dari pembaca ke reporter atau penulis berita. Bagaimana tanggapan pembaca mengenai sebuah isu atau tanggapan pembaca terhadapa tulisan sang reporter yang kemudian dapat dikaji ulang bagi redaksi berita online (Biagi, 2010:245).
Bagi khalayak kolom komentar menjadi ajang saling respon antara khalayak dengan redaksi berita, atau khalayak dengan khalayak. Tentu ketika pembaca (khalayak) membaca suatu isu di artikel mereka tentu memiliki reaksi terhadap isu tersebut. Entah reaksi marah, kesal, senang, atau biasa saja (netral). Saling menanggapai antar komentar khalayak juga sering terjadi di setiap kolm komentar saat menanggapi isu-isu yang sedang hangat di telinga masyarakat. Saling adu argumen dituangkan di kolom komentar. Mungkin bisa jadi kolom komentar yang banya jumlah yang bisa mencapai ribuan komentar hanya terdapat beberapa segelintir orang saja sisanya adalah saling berbalas komentar satu sama lain.
Itulah yang terjadi kebanyakan di Indonesia. Seperti yang dijelaskan sebelumnya di kolom komentar portal berita online Detik.com dan kumparan.com terjadi adu argumen hanya letak pembedanya adalah jika di portal berita Detik.com masih ditemukan warganet yang menggunakan kolom komentar menjadi ajang promosi atau iklan, sedangkan di portal berita online kumparan.com hampir tidak ada komentar yang menjadi ajang promosi.
Kita tentu tidak bisa menyalahkan warganet mempromosikan suatu produk di kolom komentar berita online karena diciptakannya kolom komentar oleh redaksi adalah memberikan layanan tanggapan bagi pembaca (Biagi,2010: 266). Tanggapan warganet yang menggunakan kolom komentar menjadi sarana promosi perlu dicermati karena saat ini media massa dalam hal ini internet sudah tidak lagi mengepentingkan penyampaian informasi berita saja tetapi juga keuntungan (bisnis). Kemungkinan warganet yang mempromosikan di kolom komentar bermaksud untuk bag pembaca yang membaca artikel tersebut juga akan membaca komentar kemudia tertarik untuk membuka laman penjualan yang dituliskan warganet tersebut.
Era internet sekarang ini kita sebagai warganet butuh kejelian, kecermatan, dan kritis terhadapa isu-isu berita yang ada dalam berita online. Hendaknya sebagai penikmat media online kita bijak menggunakan media online contohnya kolom komentar. Kolom komentar digunakan redaksi berita online sebagai upaya bentuk interaktivitas khalayak terhadap portal berita online. Warganet yang berkomentar hendaknya juga tidak mengucapkan ujaran kebencian (hate-speach)sehingga memunculkan salaing adu argumen tiap warganet. Bukannya menanggapai isu dalam isi berita justru membahas hal di luar berita yang dituliskan reporter.
Memang tiap portal berita memiliki kebijakan sendiri terhadap kolom komentar. Jika di Detik.com tertulis barang siapa berkomentar yang menimbulkan unsur sara, dan ujaran kebencian bisa dilaprkan ke pihak yang berwajib. Penulis belum melihat atau mengetahui bagaiman kolom komentar di kumparan.com apakah mereka redaksi kumparan.com juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan redaksi Detik.com.
Memang kebanyakan yang ditemukan oleh penulis di kolom komentar berisi adu mulut yang hampir rata-rata melenceng dari topik pembicaraan berita. Dan kebanyakan dari mereka memberi nama yang tidak sebenarnya. Ketika kita ingin berkomentar di portal berita online, redaksi menyurh kita untuk mengisi data diri kita entah melalui login akun media sosial (facebook, twitter, path) atau alamat email kita. Hal ini diperlukan untuk mengetahui data diri dari sang pembaca berita online.