Mohon tunggu...
Endah Wahyunni
Endah Wahyunni Mohon Tunggu... -

Jangan pernah larang saya untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adikku Korban Bullying, Hal Biasa?

18 Februari 2016   15:05 Diperbarui: 7 Juni 2016   14:51 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah seorang kakak. Saya memiliki seorang adik perempuan. Adik saya bersekolah di bangku kelas 1 di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Malam lalu, pada tanggal 17 Februari 2016 adik saya bercerita bahwa ia di bully kaka kelasnya, mulai dari sindiran hingga akhirnya hari itu dia di tarik kaka kelasnya untuk berbicara. Tangan adik saya hingga memar saat itu. Saya bilang sama dia, biar besok saya ke sekolah. Tapi adik saya melarang, karna katanya si pelaku ini akan melanjutkan tindakannya besoknya. Akhirnya saya bilang, kalau ada apa apa langsung kabari.

[caption caption="Lebam di tangan akibat ditarik oleh salah satu pelaku pada tanggal 17 Februari 2015"][/caption]

Hari ini 18 Februari 2016 merupakan puncak adik saya menjadi korban bullying oleh kakak kelasnya. Saat itu saya sedang berada di kantor, salah seorang teman adik saya memberi kabar bahwa adik saya di tampar dan di siram air kelas oleh kakak kelasnya. Kawannya bilang ia sudah di ruang wakasek. Kakak mana yang tidak kaget dan emosi mendengar adiknya di perlakukan seperti itu?

Hari ini adik saya di TAMPAR, DI SIRAM AIR, SECARA TIDAK LANGSUNG DIPERINTAHKAN SUJUD (tidak terjadi).

alasannya? Sepele, hanya karna mereka tidak suka dengan gaya adik saya yang terlihat santai dan terlihat arogan. Padahal dirumah pun memang wataknya seperti itu. Tapi apa pantas untuk menampar? Orang tua kami pun tidak pernah menampar anak-anaknya sampai hari ini.

Tanpa fikir panjang saat itu juga saya langsung izin dan bergegas ke sekolah adik saya. Dalam keadaan emosi, sesampainya saya diruang wakasek saya langsung bicara "Mana? Yang mana orangnya". Sesungguhnya ucapan itu reflek terlontar dari mulut saya, bisa bisanya di sekolah ada anak yang berani main fisik.

Saat saya masuk ruangan disana ada beberapa guru, adik saya, dan 3 orang pelaku dan semuanya itu perempuan. Saya sangat geram dan emosi. Akhirnya beberapa guru menegur dan mengingatkan bahwa saya sedang berada di tempat yang mereka anggap "Sekolah". Saya di minta untuk duduk.

Seorang guru laki laki datang dan berkata, "Anda siapanya? Ini sekolah. Tolong baik-baik". Dengan singkat saya jawab bahwa saya kakaknya. Guru itu melanjutkan "Sudah, ini sudah damai. Jangan dibuat keruh lagi. Toh anak anaknya sudah salam-salaman". Ya Allah, disitu sakit hati saya guru ini merasa seolah dengan maafan dan salaman masalah selesai.

Saya jawab lagi "Jaminan adik saya aman di sekolah ini apa?.

"Disini kan ada SP 3. Sekarang ya pelaku dapat SP1 yaitu surat peringatan dan skorsing" Ujar guru tersebut

Dalam hati saya masih tidak terima, karna pihak sekolah terkesan santai. Lantas guru ini menambahkan pembicaraannya

"Ya teteh (bahasa sunda) kalau mau lanjut melapor, mau menyelesaikan lagi lebih jauh dengan anak anak ini silahkan. Tapi ya diluar sekolah. Sekolah sudah mendamaikan dengan musyawarah. Kalau mau lapor polisi silahkan, toh nanti adik teteh yang RUGI. Nanti dia harus sering bolos untuk pemeriksaan dll" ujar guru tersebut. Pelaku pun bukannya merasa bersalah atau setidaknya beretika. Tapi malah nyengir dan menatap saya dengan sinis. Entahlah apa yang ada difikiran anak SMA jaman sekarang.

Guru tersebut menambahkan lagi "TOH KALAU ANAK ANAK INI KELUAR KAMI NGGAK RUGI. YANG BUTUH KAN SEKOLAH TUH KAN ANAK, BAHKAN ADA YANG SAMPE MOHON MOHON BUAT SEKOLAH ANAKNYA. MALAH KAMI KEBANYAKAN MURID TUH. YANG NGANTRI MASUK SEKOLAH SINI BANYAK". Entah apa maksud ucapan guru tersebut. Tapi apa pantas seorang guru berkata hal seperti itu di depan anak murid dan walinya? Apa pantas yang seperti itu saya sebut guru? Saya rasa tidak.

Saya tetap bersikeras meminta jaminan pihak sekolah untuk meyakinkan saya dan keluarga bahwa adik saya aman selama bersekolah disana kedepannya. Namun jawaban dari guru tersebut hanyalah "Saya itu punya 1800 anak, bukan cuman adik teteh doang yang saya awasi".

"Toh disini hal hal kaya gini itu bukan sekali dua kali. Saya udah sering nanganin hal kaya gini. Namanya juga ANAK-ANAK, salah paham dikit lah"....... apa bangga ya sekolah punya anak murid yang bermasalah?

Di mata sekolah, masalah ini sudah selesai. Karna pihak pelaku sudah diberi surat peringatan dan skorsing. Di mata sekolah pun tidak ada yang benar dan yang salah tapi sekolah minta baik pelaku dan adik saya harus sama sama interopeksi. Lah, interopeksi apanya? Masa kita harus mengubah gaya jalan gaya kita yang padahal faktanya tidak mengganggu orang lain.

Tapi kedepannya siapa yang menjamin pelaku tidak berbuat hal yang sama? Apa saya dan keluarga harus menunggu kejadian ini terlulang lagi baru sekolah menindak? Sedangkan setelah saya pulang ke rumah. Adik saya bilang bahwa teman temannya bilang jika bermasalah dengan para pelaku ini akan "bahaya". Entahlah bahaya apa yang anak anak ini maksud.

Saya minta pendapat saja dari netizen, solusi yang baik apa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun