“Percuma papa mama kerja banting tulang setiap hari, semua kebutuhan kamu sudah kami penuhi semuanya!! Apa lagi yang kurang dari papa dan mama?! Tugas kamu kan hanya belajar? Malah hanya bikin malu keluarga, di skors karena tawuran dan merokok !! Apa kata tetangga dan teman-teman kantor dengar hal ini, aduuh mau di taruh di mana muka kami ini? Dasar.. kamu memang anak yang ga tau bersyukur dan balas budi ke orang tua!!”.
Kalimat itu sering kita dengar saat orang tua memarahi anak remajanya karena telah melakukan kesalahan. Ada yang bisa kita cermati dari “Ungkapan Marah” orang tua pada sang anak :
Orang tua telah merasa melakukan “SEMUA” kewajibannya secara lengkap tanpa ada yang kurang dan selalu merasa “BENAR”.
Orang tua, sering merasa sudah menjadi DEWA dalam membesarkan anaknya. Merasa sudah memberikan segala yang mampu diberikan untuk mereka, terutama masalah materi, sehingga merasa BERHAK menuntut sang anak untuk selalu “BAIK tanpa CACAT”. Dan saat sang remaja melakukan “Kesalahan” maka ia seolah telah menjadi Iblis Kecil yang layak untuk dimarahi, dicaci dan di hukum.
Adilkah itu bagi sang remaja? Apakah mereka “ikhlas” menerima semua kemarahan dan makian itu? Akan menjadi lebih baik kah mereka setelah itu?
Kemarahan adalah salah satu bentuk emosi yang akan keluar saat individu mengalami kekecewaan terhadap suatu hal. Tapi yang harus diingat adalah kemarahan tidak akan membawa hasil positive bagi sang remaja, bahkan bisa menjadi boomerang bagi orang tua karena anaknya malah akan melakukan perlawanan, baik secara frontal ataupun secara diam-diam. Alih-alih menjadi baik malah akan menjadikan kondisi remaja tersebut menjadi lebih buruk.
Seperti yang di sairkan oleh Khalil Gibran :
“Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu”.
Orang tua sebaiknya menyikapi dengan lebih rendah hati saat mengetahui prilaku remaja yang salah, dengan beberapa cara berikut ini :
1.Berusahalah mendengarkan dan memahami penjelasan mereka, mengapa mereka melakukan hal tersebut.
2.Introspeksi diri, apakah sebagai orang tua sudah memberikan pelajaran kehidupan kepada mereka, yang bukan hanya materi saja.
3.Terimalah kesalahan mereka sebagai kesalahan anda juga, karena bagaimanapun andalah orang tua yang bertanggung jawab sepenuhnya atas prilaku anak, bukan orang lain.
4.Bersahabatlah dengan mereka, karena mereka adalah bagian kehidupan anda sekarang dan juga di masa mendatang.
Memang tidak mudah untuk mempraktekkan cara-cara di atas, karena ada faktor Ego dan Hirarki yang jadi penghalang. Pertanyaannya apakah Anda mampu melakukan semua itu ?!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H