"Ya, beli yang lima kilo atau dua belas kilo. Sama-sama gas. Di warungnya idosemar atau mpok alpa ada banyak itu." Usul Buk Sul.
"Iya, banyak Bu. Isi dompet yang gak banyak. Mosok yo, aku negmut gaa biar kenyang! Mbelug tho, perutku." Tanggap Dul Idul.
"Ya, sudah pake kayu bakar saja." Ide Pak Adam.
"Kayu bakar dari mana? Pohon pun langka, sudah jadi beton!" Sungut Dul Idul.
"Gimana ini! Istriku pasti ngomel-ngomel." Dul Idul semakin menggaruk kepalanya.
"Owalah ... ternyata kita masih miskin ya, Dul!"
"Yang bilang kaya tuh, siapa?" Sungut Dul Idul.
"Ya, gas tiga kilo yang langka itu. Secara tidak langsung menunjukan kita sudah kaya makanya langka. Atau..." Pak Adam berubah sendu.
"Atau apa?" Buk Sul penasaran dengan lanjutannya.
"Atau, orang miskin seperti kita memang sengaja dilangkakan kebutuhannya. Supaya, tidak betah. Frustasi dan akhirnya putus asa. Lalu, tahu kan, yang dilakukan orang putus asa? Menghilang dari bumi!" Pak Adam mendramatisir.
"Malah horor!" Dul Idul menjadi sebal.