Sekarang ini, saat sekolah sudah diperkenankan untuk kembali menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, sikap malas belajar dan asal comot jawaban dari internet seolah menjadi sebuah kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Saat guru memberikan tugas, kuis ataupun penilaian harian, mereka terbiasa browsing untuk mencari jawaban dari internet. Jawaban apa pun yang muncul, langsung mereka contoh dan salin di buku tugas tanpa diubah satu kata pun.
Satu kejadian di dua pekan silam saat saya memberikan kuis guna menguji sejauh mana mereka memahami materi cukup menggores nurani saya. Saat itu, saya mewajibkan mereka menjadikan buku sebagai acuan utama dan boleh memanfaatkan internet untuk mencari informasi tambahan maupun contoh kasus terkini guna menjawab kuis. Namun yang terjadi sungguh jauh panggang dari api.Â
Banyak dari mereka yang hanya sekedar copy paste tanpa membaca ulang informasi ataupun jawaban yang mereka dapat dari internet tersebut sesuai atau tidak dengan konteks pertanyaan yang saya ajukan.
Rasanya percuma sesi diskusi dan pemaparan materi sebelumnya kalau ujung-ujungnya jawaban dari google yang dipakai tanpa peduli sesuai atau tidak jawaban tersebut dengan materi yang sedang dipelajari. Dalam pemikiran mereka, ketika jawaban didapat dari google maka sudah pasti benar.
Guna menguji lebih lanjut tentang kesiapan belajar siswa, minggu berikutnya saya pun memberikan soal pilihan ganda untuk dikerjakan setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar baru. Standar soal mudah dengan buku sumber hanya dari satu buku wajib menjadi pilihan saya saat menyusun soal.Â
Harapan saya, para siswa yang baru beradaptasi dengan suasana sekolah tatap muka yang mengharuskan mereka untuk lepas dari hp bisa mempersiapkan diri dengan membaca buku untuk belajar sehingga mampu menyelesaikan soal dengan hasil minimal baik atau setara dengan nilai minimal 82.
Namun, kali ini saya justru merasa dihempaskan dengan kuat hingga berdarah-darah saat menghadapi kenyataan rerata nilai siswa yang hanya mencapai nilai antara 50 sampai 60, dan bahkan saya menemukan nilai 15 dari pekerjaan siswa.
Berdasarkan temuan setelah mengadakan sesi obrolan, saya sampai pada satu kesimpulan bahwa pola belajar instan yang mengandalkan google untuk mencari jawaban telah menjadi suatu kebiasaan yang melenakan para siswa. Mereka tidak lagi terbiasa untuk membaca buku dan belajar untuk mempersiapkan diri saat akan menghadapi penilaian.Â
Jadi, meski guru sudah mengumumkan jadwal penilaian satu minggu sebelumnya, pada saatnya mereka tetap malas untuk membaca buku dan belajar. Otak mereka sudah terbiasa dimanjakan untuk sekedar copy paste sehingga merasa berat saat diminta untuk menjawab pertanyaan dengan pemikiran sendiri.
Google Selalu Benar
"Simplenya gini, Bu. Karena sudah pasti lebih komplit dan lebih banyak dari pada buku yang kita punya, Bu. Paling kita cuma punya buku beberapa, kita udah nggak perlu beli buku lagi, kan udah ada google. Di google sudah ada ngapain beli buku? Yang gampang di google juga ada, kenapa harus susah-susah beli buku dan nyari jawaban di buku? Kecuali kalau memang hobi dan gemar membaca itu beda lagi, Bu." Jawaban panjang dari salah satu siswa tersebut cukup memberi gambaran umum bagi saya kenapa para siswa membabi buta percaya dengan segala informasi yang tersaji di google.