*****
Siapa pun orang tua pasti ingin membanggakan anaknya. Terkadang, kebanggaan itu layak dan sepadan dengan kemampuan anak. Tapi sering juga kebanggaan itu semu dan orang tua seperti menutup mata atas kekurangan anak-anaknya. Hal yang lebih parah lagi, orang tua yang memiliki kebanggaan berlebih terhadap anaknya ini seringkali juga punya sikap nyinyir dan suka menjatuhkan anak-anak lain.
Bu Dona misalnya. Begitu bangganya dia akan anak semata wayangnya, Albert. Hampir setiap hari, ada saja cerita tentang kehebatan Albert yang diceritakan pada ibu-ibu kompleks.
"Albert hari ini bikin saya terharu lo, Jeng. Masa pagi-pagi dia sudah bikin sarapan sendiri, terus saya juga dibikinin. Coba bayangkan, anak kelas enam SD, lho. Nggak kayak si Ridwan anaknya Bu RT, coba bisa apa dia?" cerita Bu Dona tentang Albert hari ini.
Ibu-ibu kompleks yang sudah hafal sifat Bu Dona memberi tanggapan yang bermacam-macam. Ada yang memuji, ada yang cemberut, ada yang biasa saja, ada juga yang kepo ingin tahu masakan apa yang dibuat Albert untuk sarapan.
"Syukur, Bu Dona. Punya anak satu-satunya itu memang harus diajari mandiri dari kecil. Jangan terlalu dimanja. Nanti jadi kebiasaan, apa-apa minta dilayani," puji Bu Siti.
"Ah, biasa aja kali, Bu. Anak kelas enam ya memang harusnya sudah bisa bikin sarapan sendiri. Anak saya, Si Kemal, juga sudah bisa bikin nasi goreng sendiri." Bu Tuti manyun tak mau kalah ikut membanggakan anaknya.
"Bagus itu Bu Dona. Insyaa Allah besok besar Mas Albert jadi anak sooleh. Aamiin," timpal Bu Nunik.
Bu Gita yang orangnya cuek hanya mendengarkan saja celotehan ibu-ibu. Sesekali ikut tertawa jika ada yang menurutnya lucu. Selebihnya dia hanya diam.
"Emangnya Albert bikin sarapan apa, Bu Dona? Bikin nasi goreng atau praktek masakan anak muda zaman sekarang, pizza atau ayam pok-pok, gitu?" Bu Santi yang suka kepo langsung menanyakan menu yang dibuat oleh Albert untuk sarapan.
Mendengar pertanyaan langsung dari Bu Santi, dengan tersenyum kecut Bu Dona menjawab, "Eh, itu ... bikin roti oles selai," jawabnya