Mohon tunggu...
Endahparawangsa 273
Endahparawangsa 273 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya, maka dengan menulis izin aku mendekap banyak jiwa yang jauh dari pandang untuk memberi kebermanfaatan berbagi kasih sayang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sanggar Bimbingan PERMAI Penang, Malaysia: Apakah kami anak Indonesia?

8 Januari 2025   23:56 Diperbarui: 8 Januari 2025   23:58 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Festival Budaya di Sanggar Bimbingan PERMAI Penang Malaysia. November 2024. (Sumber : dokumen pribadi) 

     Pendidikan merupakan hak dari seluruh rakyat Indonesia bahkan juga hak dari warga dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang memperhatikan hak pendidikan terhadap anak. Sebagaimana dalam Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) Pasal 1 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Tidak terkecuali warga negara asing yang sedang mencari suaka di negara lain (Rochmawati & Susilo, 2020). Hadirnya Sanggar Bimbingan PERMAI menjadi pertanyaan sekaligus jawaban akan permasalahan penyediaan pendidikan dari pemerintah Indonesia. Pertanyaan setangguh apa pemerintah Indonesia memberikan pendidikan bagi putra-putri penerus bangsanya? Serta jawaban alternatif untuk memberikan sekolah darurat, hanya sayangnya ini dihadirkan oleh pihak swasta.

     Pertubuhan Masyarakat Indonesia (PERMAI) merupakan organisasi yang di kelola oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di Pulai Pinang Malaysia yang begerak di bidang sosial, budaya dan pendidikan berusaha menjadi rumah untuk para pekerja Indonesia ataupun orang-orang Indonesia yang sedang merantau di Malaysia. Melalui Departemen Pendidikan di tahun 2021 hadirlah Sanggar Bimbingan sebagai tempat belajar bagi anak-anak pada tingkat TK dan Sekolah Dasar (SD).

     Murid di sanggar ini adalah anak-anak dari pada pekerja Indonesia yang tinggal di Malaysia. Rata-rata ibu mereka dari Indonesia sedangkan ayahnya ada yang dari Indonesia lagi, Malaysia, Bangladesh, India dan lain-lain. Sanggar ini hadir sebagai alternatif karena anak-anak ini tidak bisa ikut sekolah di sekolah pada umumnya karena permasalahan dokumen atau biasa disebut orang-orang tanda dokumen. Situs Geofraf menjelaskan kondisi ini adalah Apatride. Apatride merujuk pada seseorang yang tidak diakui sebagai warga negara oleh negara manapun di dunia. Hal ini bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti ketiadaan dokumen resmi, perubahan status kewarganegaraan, atau ketidakmampuan dalam memperoleh kewarganegaraan dari negara tertentu. Menurut Konvensi Jenewa 1954 tentang Status Pengungsi, apatride adalah seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan yang diakui oleh negara manapun. Status apatride juga diatur dalam Pasal 1 Konvensi tentang Status Pengungsi 1951 yang menyatakan bahwa seseorang dapat dianggap sebagai pengungsi jika ia tidak memiliki kewarganegaraan dan berada di luar negara asalnya akibat berbagai alasan, termasuk persegakan.

     Orang tua mereka salah satunya merupakan orang Indonesia asli, maka dengan hadirnya sanggar ini besar harapan nilai-nilai cinta tanah air Indonesia mengantarkan mereka menjadi warga negara Indonesia yang sah. Saat ditanya, orang tua mereka memiliki ragam kasus pernikahan khususnya administrasi. Hal ini lah yang membuat anak-anaknya jadi tidak punya dokumen. Akan tetapi, tantangan yang dihadapi tentu tidak mudah. Mereka memiliki sedikit akses dalam menjalani kehidupan misalnya saja dalam pendidikan, setelah selesai belajar di sanggar ini mereka harus melanjutkan sekolah ke Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) yang jaraknya tentu sangat jauh. Maka, dengan keterbatasan keadaan ekonomi dan masih rendahnya kesadaran akan pendidikan dan kepemilikan dokumen rasanya melanjutnya sekolah ke Kuala Lumpur adalah salah satu tugas besar baginya, keluarga dan ini juga harus menjadi perhatian pemerintah.

    Pada bulan Oktober 2024, salah seorang murid saat ada kegiatan pengabdian di Sanggar membacakan puisi karya gurunya dengan judul ” Apakah kami anak Indonesia?”. Hal ini harus jadi tamparan bagi kita semua bahwa di negeri sebrang sana ada saudara kita yang membutuhkan uluran tangan. Mereka memiliki akses pendidikan yang terbatas, kegiatan belajar mengajar yang jauh dari kata efektif dan sesuai standar. Nilai-nilai cinta tanah air terus ditanamamkan, berita adanya sanggar ini pun sudah sampai ke banyak telinga dan pemerintah dari berbagai negara. Lantas ini tanggung jawab siapa?

     PERMAI melalui hadirnya sanggar ini berupaya mewujudkan amanah pembukaan UUD untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, apa yang sudah mereka mulai adalah jembatan yang harus diselesaikan bersama. Bantuan dari berbagai universitas dan lembaga sedikit demi sedikit berdatangan, Sanggar ini sangat terbuka untuk siapapun yang ingin bersinergi membangun jembatan harapan ini. Tapi, tentu yang mereka butuhkan bukan hanya pengabdian jangka pendek tapi kepastian kehidupan yang layak sebagai warga dunia. Maka, tugas kita semua bersinergi menyusun jembatan asa ini dengan memberikan kontribusi yang kita bisa sesuai kapasitas kita. Sekecil apapun cahaya akan berharga ketika gelap, maka sekecil apapun bantuan akan sangat berarti bagi putra-putri bangsa yang berada di sanggar bimbingan. Untuk terhubung dengan mereka kita dapat berkomunikasi dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) yang berada di Penang atau langsung menghubungin instagram @permai_penang. Berkunjunglah kesana dan akan kau temukan kembali makna kehidupan yang Tuhan anugerahkan.

DAFTAR PUSTAKA

https://pdfs.semanticscholar.org/1914/9c6f68060c6858fb551f3015973f7ea48c6c.pdf
Pengertian Apatride: Definisi dan Penjelasan Lengkap Menurut Ahli - Geograf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun