Apakah WTO Masih Relevan dalam Memotivasi Negara untuk Secara Kolektif Merumuskan Kepentingan Bersama dalam Pengaturan Norma Fisheries Subsidies Demi Perdagangan Bebas Internasional yang Adil Berdasarkan Pandangan Neoliberalis Institusional?
Menurut neorealis dunia merupakan sebuah tempat rivalitas dan konfliktual sebab struktur anarkis dalam hubungan internasional turut mempengaruhi. Tetapi yang turut membedakan antara neorealis dengan realis ini ditujukan dengan  aktor yang berperan dalam hubungan internasional tersebut.Â
Menurut neorealisme, aktor utama dalam hubungan internasional adalah sebuah sistem internasional, Â berbeda dengan realisme klasik, Â yang menjelaskan bahwa aktor utama dalam hubungan internasional adalah (nation-state) atau negara bangsa.Â
Dengan membawa kepentingan setiap negara-negara yang disatukan dengan strukturisasi dari sistem internasional membuat sifat manusia tidak ada keterkaitannya dengan mengapa sebuah negara ingin berkuasa, sebab sebuah strukturisasi dalam sistem internasional lah yang mengharuskan suatu negara untuk meraih kekuasaan itu sendiri.
Lain daripada itu teori neoliberalis turut berkecimpung sebagai lawan dari neorealis, dimana kebebasan individu atau sektor swasta menjadi sebuah tombak penting bagi jalannya perdagangan.Â
Sebab neoliberalisme pada dasarnya bertujuan untuk membuat perdagangan antar negara lebih mudah, serta bagaimana membebaskan suatu pergerakan barang, SDA, SDM, jasa, dan mendapatkan SDA ataupun SDM yang efisien untuk mengefektifkan keuntungan sebesarnya bagi perusahaan-perusahaan. Sehingga menyingkirkan intervensi aktor nation state atau negara secara drastis. Lalu bagaimana kedua teori itu dalam mengatasi masalah Fisheries Subsidies, apa masih relevan teori neoliberal atau mungkin neorealis yang lebih cocok?
Fisheries subsidies atau subsidi perikanan yang dinegosiasikan oleh World Trade Organization atau WTO pada tahun 2001 di konferensi tingkat Menteri Doha, dimana poin pentingnya adalah "mengklarifikasi dan meningkatkan" disiplin WTO yang ada tentang subsidi perikanan tersebut turut diuraikan kembali di tahun 2005 pada konferensi tingkat Menteri Hong Kong, termasuk dengan diadakannya seruan untuk melarang beberapa bentuk subsidi perikanan yang dapat menyebabkan kelebihan kapasitas dan penangkapan ikan yang berlebihan.Â
Bagaimanapun industri perikanan sangat penting bagi seluruh dunia, dikarenakan turut menyediakan makanan dan mata pencaharian bagi masyarakat. Yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana cara untuk memenuhi tuntutan di masa sekarang sembari menjaga sumber daya untuk generasi yang akan datang. Maka dengan demikian, subsidi untuk penangkapan ikan menjadi suatu urgensi negosiasi untuk turut memastikan bahwa pemerintah menemukan sebuah keseimbangan yang berkelanjutan antara konservasi maupun mendukung produksi perikanan.
Berdasarkan paparan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah terjadinya penurunan stok ikan berkelanjutan secara biologis dari 90 % di tahun 1974 menjadi 66,9 % di tahun 2015. Beberapa bentuk subsidi perikanan tersebut dapat turut berpartisipasi pada penangkapan ikan yang berlebihan serta kelebihan kapasitas armada. Hal ini memungkinkan di seluruh dunia terjadi sebuah penangkapan ikan ilegal, tidak terlapor, dan tidak diatur (IUU).
Sejak diberlakukannya, negosiasi subsidi perikanan WTO ini sudah mendapati suatu masalah tentang keberlanjutan yang menjadi fokus utama mereka (sebab aturan subsidi WTO yang ada sudah menangani potensi distorsi perdagangan yang mungkin diakibatkan oleh subsidi).Â