Tantangan lain yang dihadapinya selama ini juga mengenai fasilitas yang tidak sesuai dengan jenis penyakitnya, beberapa penyakit yang memerlukan obat dan tindakan yang membutuhkan rujukan ke RS yang lebih besar, apalagi pada saat di suatu hal, beberapa daerah agak lumayan membutuhkan ikhtiar lebih besar.
Selama pengabdian, terpatri pengalaman paling berkesan dalam memoarnya, suatu ketika ada seorang bayi yang dinyatakan sudah meninggal oleh dokter kandungan, lalu sang ibu mendatangi RS dan kontrol di fasilitas bidan dan dokter ke RS, usia sang Ibu kala itu sudah cukup berumur, oleh dokter kandungan dilakukan tindakan seksio, ada bidan untuk menangani bayinya karena sudah meninggal, setelah ditidurkan, bayinya diangkat, ditidurkan pada suatu alat. Kemudian, Yatno melakukan RJP atau CPR sambil dipasang selang, RJP tidak sampai tiga menit yang menentukan nasib si bayi, di tengah kondisi menegangkan itu, pecahlah tangis si bayi pada akhirnya mencairkan ketegangan. Semua berucap syukur, padahal dari kamar depan sampai ruang operasi bayi itu telah dinyatakan telah meninggal oleh dokter kandungan, aman yang diciptakan oleh siapapun. Itulah takdir atas kuasa Tuhan melampaui segalanya.
Pernah juga, kala itu ada kasus anak usia dua tahun tenggelam di kolam renang dalam kondisi mengapung, pertolongan cek nadi tidak ada, Yatno melakukan RJP pinggir kolam sampai tiga menit anak itu mulai batuk dan sadarkan diri, beliau melakukan bantuan pernafasan. Menurut Yatno, apabila menangani kasus emergency baik itu di perjalanan, bahkan saat tragedi tsunami di Aceh tahun 2004 silam, Yatno berangkat sendiri menjadi relawan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat.
Menjaga semangat pengabdian tidaklah mudah, seringkali semangat naik turun. Untuk menjaga semangat pengabdian tanpa batas, Yatno memegang teguh mottonya yakni masih selama bisa mampu secara pribadi, materi dan non materi, maka ia tetap bisa melakukan pengabdian. Sebab, ia masih melihat saudara-saudara di daerah Indonesia Timur khususnya daerah 3T , mereka beberapa kali jauh dari pusat kesehatan, kalua toh memerlukan rumah sakit membutuhkan beberapa jam apalagi berada di kepulauan, sehingga membuatnya memberikan pelayanan kesehatan secara baik dengan kolaborasi dengan daerah masing-masing. Idealnya memang kunjungan perlu lebih rutin oleh pihak dinas kesehatan tingkat kota ataupun kabupaten di daerah terpencil atau wilayah kepulauan, mereka sangat diperlukan untuk hal-hal seperti itu, ternyata masih ada. Walaupun di desa sudah ada bidan atau perawat, menurutnya mungkin sudah diwakili oleh pustu, barangkali ada kasus yang membutuhkan tindakan lebih lanjut maka dilakukan rujukan ke pusat layanan kesehatan setingkat kota atau kabupaten.
Selama ini, Yatno tidak pernah mendapatkan stigma dalam dunia perawat, justru pasien bangga kepadanya dan kolega sesame perawat, karena dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Mungkin hanya dengan promosi kesehatan itu sangat bermanfaat dengan mereka, itulah yang membuat masyarakat yang bangga dengan perawat.
Bagi Yatno, merasa senang, sukses dan bahagia tatkala penting kita punya waktu dan Ikhlas, apapun yang bisa kita lakukan baik secara materi maupun non materi untuk mereka yang terbaik untuk masyarakat maka itulah yang kita lakukan untuk mereka, mungkin dengan hal kecil yang mungkin tidak terlihat atau kita bisa melakukan dengan hal yang besar khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah 3T atau kepulauan. Apabila kita mulai dari hal-hal kecil maka kehidupan kita sendiri bisa bermanfaat bagi orang lain . Kebahagiaan kita adalah kebahaginan mereka, mereka bahagia dan senang, maka kita juga ikut bahagia dan senang.
Uniknya memberikan pengobatan dan perawatan bagi orang lain, terkadang kita harus bisa mengeluarkan uang sendiri, di luar ekspektasi kita bahwa yang tadinya kecil, ternyata juga banyak, karena memang tujuannnya pengabdian, dan kita ikhlas maka berapapun nilainya maka kita tetap berikan kepada mereka. Yatno berpesan bahwa apabila jadi tenaga kesehatan, melakukan tindakan pertolongan di jalan atau di rumah, seperti ada kasus tabrakan di rumah, maka kita bisa ikut menolong sesuai basic keilmuan dan skill kita. Pengabdian dengan naik perahu, ombak tinggi, kengerian sendiri, saat melakukan yang terbaik, maka Allah akan memberikan jalan keselamatan bagi semua relawan.
Dari cerita Yatno, saya teringat sebuah ungkapan seorang pelopor dunia keperawatan, Florence Nightingale mengatakan "Keperawatan adalah seni: dan jika ingin menjadikannya sebuah seni, dibutuhkan pengabdian yang eksklusif dan persiapan yang keras, seperti halnya pekerjaan pelukis atau pematung mana pun."semoga jalan pengabdian membawa manfaat dan kebahagiaan bagi kita semua demi menuju Indonesia Emas 2045, dengan cara akses layanan kesehatan lebih berdampak nyata bagi masyarakat di pelosok negeri, dan tenaga kesehatan semakin bersemangat dalam mengabdi tanpa batas.
(Dalam rangka berpartisipasi dalam Kompetisi Media peringatan HKN ke-60 Tahun 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H