Kisah ini dimulai dari lingkungan tempat tinggal Paundra Noor Baskoro di Pacitan, Jawa Timur, di mana sebagian besar warga adalah petani udang vaname, atau udang putih Pasifik yang juga dikenal sebagai udang raja. Udang ini berasal dari wilayah timur Samudra Pasifik dan banyak ditangkap atau dibudidayakan untuk konsumsi.Â
Namun, hasil panen para petani ini sering kali tidak menentu. Kadang-kadang, hasil budidaya udang melimpah hingga membuat warga merasa makmur. Namun, ada pula saat-saat di mana nasib berkata lain, dan mereka harus menghadapi kegagalan panen yang membuat kehidupan mereka penuh ketidakpastian.
Tumbuh di lingkungan pesisir telah membuat Paundra akrab dengan kehidupan para petani tambak sejak ia masih duduk di bangku SMA. Ia sering berinteraksi dengan warga sekitar, melihat langsung bagaimana para petani udang vaname menghadapi tantangan yang datang silih berganti---musim panen yang tak menentu, kegagalan yang kadang mengguncang semangat, namun selalu diiringi usaha untuk bangkit kembali.Â
Semua pengalaman ini menanamkan tekad dalam dirinya; ia merasa semakin tergugah untuk mendalami ilmu yang dapat membantu petani-petani ini meraih hasil yang lebih baik dan kehidupan yang lebih stabil.
Riset Tak Kenal Lelah
Dengan berbekal ilmu yang ia peroleh saat kuliah, Paundra mulai melakukan riset dengan membuat kolam bundar berdiameter tiga meter. Ia lalu menebarkan bibit udang vaname ke dalam kolam tersebut. Setiap hari ia mengamati perkembangan udang-udangnya dan meneliti dengan seksama tanda-tanda penyakit yang mungkin muncul.Â
Ketika menemukan gejala mencurigakan, Paundra segera mengambil sampel untuk dikirimkan ke laboratorium, memastikan segala sesuatu berjalan sesuai harapan dan memberikan perhatian ekstra pada kesehatan udang-udang yang ia budidayakan.
Ternyata, usahanya tidak langsung membuahkan hasil dengan segera. Selama tiga tahun penelitian tanpa kenal lelah, Paundra harus menghadapi beragam kegagalan yang menguji ketekunannya. Namun, ia tidak menyerah. Dengan tekad yang kuat, ia kembali bangkit dan terus mencoba, memperbaiki langkah demi langkah.
Paundra mengakui bahwa proses riset ini bukan hanya memakan biaya besar, tetapi juga waktu yang panjang dan penuh tantangan. Sepanjang tahun, ia terus berupaya menyempurnakan metodenya, meski hasilnya tak selalu sesuai harapan.Â