Mohon tunggu...
Endah Kurnia Wirawati
Endah Kurnia Wirawati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Digital Nomad Life

Blogger, photographer dan translator. Traveler and writer on https://www.muslimtravelergirl.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Perempuan, Kunci Pembaruan Transisi Energi Adil Berkelanjutan

20 Juni 2024   23:28 Diperbarui: 21 Juni 2024   00:07 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instalasi pembangkit listrik tenaga surya di Pulau Messah, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.  (Sumber Foto: Indonesia.go.id)

Istilah "net-zero emission" (NZE) semakin sering disebut di Indonesia, terutama dalam konteks komitmen negara terhadap perubahan iklim. NZE pertama kali muncul sebagai konsep formal dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP21) di Paris pada tahun 2015. Pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Paris (Paris Agreement), yang memuat berbagai isu dan tindakan yang harus diambil oleh setiap negara yang meratifikasinya. Persetujuan Paris ini menyepakati tujuan utama yang harus dicapai melalui pelaksanaannya, yakni mengurangi emisi gas rumah kaca dan menahan laju pemanasan global.

Persetujuan Paris diratifikasi oleh 197 negara yang menyetujui Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), dengan 191 negara telah meratifikasinya hingga saat ini. Persetujuan ini terdiri dari 29 pasal yang memberikan panduan bagi negara-negara anggota untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pesetujuan Paris ini jelas disebutkan bahwa negara-negara yang meratifikasi Persetujuan Paris sepakat untuk menjaga kenaikan temperatur rata-rata global tidak melebihi 2C dibandingkan masa pra-industri, dan berupaya keras untuk membatasi kenaikan ini hingga 1,5C. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi risiko dan dampak buruk perubahan iklim yang dihadapi dunia.

Namun, di Indonesia, keterlibatan perempuan dalam sektor energi masih sangat rendah. Saat ini, hanya sekitar lima persen perempuan yang memegang posisi pengambilan keputusan di sektor energi. Auditor energi perempuan di Indonesia hanya berjumlah 51 orang dari total 1.128 auditor energi, sementara jumlah perempuan yang menjabat sebagai manajer energi hanya 34 orang atau sekitar 3,4 persen dari keseluruhan manajer energi di negara ini.

Untuk mengatasi kekurangan ini dan memberdayakan perempuan dalam sektor energi, Pada November 2021, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyelenggarakan lokakarya pelatihan sertifikasi. Pelatihan ini ditujukan bagi 25 praktisi perempuan di bidang energi terbarukan untuk menjadi manajer energi dan auditor energi.

Pelatihan ini dilaksanakan melalui Proyek Transformasi Pasar untuk Penggunaan Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi (MTRE3) yang didanai oleh UNDP. Tujuannya adalah untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam sektor energi terbarukan dan konservasi energi, serta untuk memperkuat kapasitas mereka dalam bidang ini. Dengan adanya program ini, diharapkan perempuan dapat lebih berperan dalam pengambilan keputusan di sektor energi dan membantu Indonesia mencapai target NZE.

Melalui program tersebut, UNDP dan Kementerian ESDM berharap dapat menciptakan perubahan yang signifikan dalam keterlibatan perempuan di sektor energi. Dengan lebih banyak perempuan yang terlibat, akan ada lebih banyak perspektif dan inovasi dalam upaya transisi energi menuju penggunaan sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Program ini tidak hanya memberdayakan perempuan tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam mitigasi perubahan iklim dan upaya mencapai target net-zero emission di Indonesia.

Melihat Kontribusi Perempuan Pada Transisi Energi

Perempuan memegang peran krusial dalam sektor energi, sebuah sektor yang sering kali didominasi oleh laki-laki. Keikutsertaan mereka dalam sektor ini bukan hanya mencerminkan dukungan perempuan untuk perempuan, tetapi juga menunjukkan potensi besar yang mereka miliki dalam membawa pembaruan dan inovasi.

(Sumber foto: M Taufan Rengganis /Tempo)
(Sumber foto: M Taufan Rengganis /Tempo)
Salah satu contoh nyata dari kontribusi ini bisa dilihat dari inisiatif yang dilakukan oleh Perempuan Kepala Keluarga, mitra lokal Kopernik, pada tahun 2013 di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Lembata adalah daerah dengan potensi tenaga surya yang sangat besar, mengingat curah hujan di sana hanya sekitar 85 mm per tahun. Ini berarti matahari bersinar terang hampir sepanjang tahun.

Melihat potensi ini, Perempuan Kepala Keluarga memperkenalkan sistem tenaga surya rumah (solar home system atau SHS) di wilayah tersebut. Salah satu peserta pelatihan pembuatan SHS ini adalah Ibu Rovina, yang berhasil menciptakan lampu bertenaga surya setelah mengikuti pelatihan.

Ibu Rovina kemudian memperkenalkan produk ini kepada penduduk desa dan mulai menjualnya. Keberhasilannya tidak hanya menunjukkan bagaimana pelatihan tentang energi dapat membekali perempuan dengan keterampilan baru, tetapi juga mendorong mereka untuk menjadi mandiri secara ekonomi. Dari hasil penjualan SHS, Ibu Rovina pun mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan membiayai pendidikan kedua anaknya. Kasus Ibu Rovina menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan dalam sektor energi terbarukan tidak hanya meningkatkan akses ke energi bersih yang bebas polusi berbahaya, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan.

Contoh lain di Pulau Jawa, Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Jawa Tengah telah memulai inisiatif sosialisasi energi terbarukan melalui ibu-ibu dan organisasi keperempuanan seperti Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) dan Muslimat. Jawa Tengah memiliki potensi sumber energi terbarukan yang beragam, mulai dari limbah dapur seperti minyak jelantah hingga kotoran manusia.

Pada 15 Juli 2019, Desa Tegaron dan Desa Bener, di Kabupaten Semarang telah mengadakan diskusi rutin oleh Balai Perempuan Sebagai Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi Energi Bersih Terbarukan (BP PIPA ET). Diskusi ini bertujuan untuk menyosialisasikan pemanfaatan sumber energi alternatif di desa. Dalam pertemuan tersebut, ibu-ibu peserta menunjukkan antusiasme yang besar untuk belajar memanfaatkan minyak jelantah sebagai sumber energi terbarukan. Mereka merasa sayang untuk membuang sisa minyak yang sudah keruh, sehingga mencari cara untuk mengolahnya menjadi sesuatu yang berguna.

Sebagai kelompok yang sering kali mengurus kebutuhan rumah tangga dan terlibat langsung dalam aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan energi, perempuan harus selalu ditempatkan sebagai tokoh penting dalam peluasan akses energi terbarukan. Interaksi mereka yang rutin dengan komunitas membuat mereka menjadi agen perubahan yang efektif dalam menyebarkan pengetahuan dan keterampilan baru. Mereka tidak hanya memahami kebutuhan energi keluarga mereka, tetapi juga tantangan yang dihadapi komunitas mereka dalam mengakses energi.

Dengan mendukung perempuan untuk terlibat lebih dalam dalam sektor energi, kita tidak hanya memberdayakan mereka secara individu tetapi juga menguatkan komunitas secara keseluruhan. Perempuan yang diberdayakan akan membawa dampak positif pada keluarga mereka dan masyarakat luas, menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. 

9 Langkah Partisipasi Perempuan Untuk Mencapai Net Zero Emission

Perempuan di Indonesia dapat mengambil berbagai langkah untuk berkontribusi dalam mencapai net-zero emission. Berikut adalah beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Meningkatkan Kesadaran dan Edukasi
Kampanye dan Sosialisasi: Mengadakan kampanye dan sosialisasi mengenai pentingnya net-zero emission dan bagaimana cara mencapainya di komunitas lokal.
Pendidikan dan Pelatihan: Berpartisipasi dalam dan menyelenggarakan pelatihan mengenai energi terbarukan dan efisiensi energi untuk perempuan di komunitas mereka.
2. Efisiensi Energi di Rumah Tangga
Penggunaan Peralatan Hemat Energi: Menggunakan peralatan listrik yang hemat energi dan mendorong anggota keluarga untuk melakukan hal yang sama.
Perbaikan Rumah: Memastikan rumah memiliki isolasi yang baik untuk mengurangi kebutuhan pemanasan dan pendinginan.
Penggunaan Kompor Bersih: Beralih ke kompor bersih yang lebih efisien dan mengurangi emisi dibandingkan dengan kayu atau arang.
3. Mengadopsi dan Mengembangkan Teknologi Energi Terbarukan
Solar Home Systems (SHS): Menggunakan dan mempromosikan sistem tenaga surya di rumah dan komunitas. Perempuan dapat dilatih untuk memasang dan memelihara panel surya.
Biogas: Mengembangkan proyek biogas menggunakan limbah organik dan kotoran ternak untuk bahan bakar memasak dan listrik.
Mikrohidro dan Energi Angin: Menginisiasi dan mengelola proyek mikrohidro dan energi angin di daerah yang cocok untuk teknologi ini.
4. Mendirikan dan Mengelola Koperasi Energi Terbarukan
Koperasi Energi: Membentuk koperasi energi yang dikelola oleh perempuan untuk mengelola proyek-proyek energi terbarukan di komunitas.
Pendanaan dan Dukungan: Mencari pendanaan dan dukungan dari pemerintah atau organisasi internasional untuk mengembangkan proyek energi terbarukan.
5. Partisipasi dalam Kebijakan dan Pengambilan Keputusan
Keterlibatan dalam Pemerintahan Lokal: Terlibat dalam dewan desa atau kelompok pengambil keputusan untuk mendorong kebijakan yang mendukung transisi energi.
Advokasi: Menyuarakan pentingnya kebijakan energi terbarukan dan efisiensi energi kepada pemerintah dan pembuat kebijakan.
6. Kolaborasi dengan Organisasi dan Inisiatif yang Ada
Bermitra dengan NGO: Bermitra dengan organisasi non-pemerintah (NGO) yang fokus pada energi terbarukan dan lingkungan, misalnya dengan organisasi Oxfam yang  bekerja untuk memastikan bahwa transisi menuju energi terbarukan tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga membawa manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan, terutama perempuan.
7. Inovasi dan Kewirausahaan
Wirausaha Hijau: Mengembangkan usaha kecil yang berfokus pada produk-produk ramah lingkungan seperti solar lanterns, biogas, atau kompor bersih.
Pengembangan Produk Baru: Meneliti dan mengembangkan produk-produk baru yang dapat membantu mengurangi emisi karbon.
8. Mendorong Perubahan Perilaku
Transportasi Ramah Lingkungan: Menggunakan transportasi umum, sepeda, atau berjalan kaki daripada kendaraan bermotor untuk mengurangi emisi.
Pengurangan Limbah: Mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang limbah rumah tangga untuk mengurangi emisi metana dari tempat pembuangan sampah.
9. Menggunakan Platform Digital untuk Edukasi dan Advokasi
Media Sosial: Menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi dan edukasi mengenai langkah-langkah menuju net-zero emission.
Webinar dan Blog: Menyelenggarakan webinar dan menulis blog tentang topik energi terbarukan dan efisiensi energi.

Partisipasi perempuan dalam inisiatif-insiatif ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya dapat memainkan peran penting dalam mencapai target net-zero emission tetapi juga memberdayakan diri mereka sendiri dan komunitas mereka. Melalui berbagai proyek dan program, perempuan membawa inovasi, keterampilan, dan perspektif baru yang sangat diperlukan dalam perjuangan global melawan perubahan iklim. (EKW)

Sumber:

https://irid.or.id/wp-content/uploads/2022/07/2022.04.01-Dasar-Dasar-Net-Zero-Emission_SPREADS.pdf

https://www.undp.org/indonesia/news/becoming-srikandi-indonesian-wonder-women-renewable-energy

https://pwypindonesia.org/id/tantangan-perempuan-dalam-pembaruan-energi-di-indonesia/

https://beritalingkungan.com/2022/07/27/transisi-energi-jadikan-perempuan-lebih-berdaya/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun