Pada suatu hari yang cerah di Kota Banjarmasin, sebuah kisah inspiratif tentang perjalanan hidup Muhammad Aripin, Pendiri Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar, mulai terungkap. Kalimantan Selatan tempat Aripin mengukir jejak hidupnya, menjadi latar belakang yang mengesankan.
Kehadiran Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar telah menjadi tonggak penting dalam misi Aripin untuk memberdayakan masyarakat marginal yang hidup di sekitarnya. Sejak berdirinya pada tahun 2015, yayasan ini telah menjadi tempat di mana kreativitas dan keterampilan berpadu harmonis. Dari kain sasirangan yang indah, mereka menghasilkan beragam kerajinan tangan yang mengagumkan. Tak hanya itu, anyaman dari tanaman purun dan berbagai produk tekstil juga dikerjakan dengan penuh dedikasi.
Namun, yang membuat perjuangan Aripin benar-benar luar biasa adalah inklusivitasnya. Tidak hanya ibu-ibu rumah tangga prasejahtera yang mendapatkan dukungan, tetapi juga anak-anak panti asuhan, lansia yang membutuhkan perhatian khusus, dan penyandang disabilitas yang sering diabaikan oleh masyarakat. Yang lebih mengejutkan, Aripin juga merangkul mantan narapidana, memberi mereka peluang untuk ikut ambil bagian dalam usaha mulia ini.
Mengamen Untuk Hidup
Aripin dengan rendah hati mengungkapkan bahwa dulu ia adalah seorang pengamen yang mengenakan kostum cosplay. Perjalanan hidupnya yang penuh warna telah membawanya dari jalanan ke panggung kreativitas, dan kini ia berusaha keras untuk memastikan bahwa semua orang memiliki peluang yang sama untuk mengubah hidup mereka.
"Dulu kami mengamen di Alun-alun Kota Banjarmasin pakai kostum cosplay horor. Saya dan anak-anak jalanan pakai kostum pocong dan kuntilanak untuk mengamen di sana. Di situlah kami mencari modal dan memulai kegiatan produksi handycraft dari produk daur ulang." kenangnya.
Inilah kisah tentang bagaimana seorang individu dengan tekad dan hati yang besar dapat mengubah komunitasnya melalui seni dan kreativitas, serta dengan memanfaatkan potensi yang tersembunyi dalam setiap orang, termasuk mereka yang sering dianggap terpinggirkan oleh masyarakat.
Dalam suatu perjumpaan, pria kelahiran 27 Februari 2988 dan lulusan S1 Teknik Mesin dari Universitas Muhammadiyah Malang ini bertemu dengan temannya yang merupakan seorang mantan guru. Percakapan mereka pun mengarah ke sesuatu yang istimewa - sebuah ide cemerlang untuk menciptakan kegiatan sosial yang berbasis produksi kerajinan tangan.
Tak Selalu Mulus
Di awal perjalanan Yayasan Rumah Kreatif, Aripin merasa beruntung karena memiliki rumah peninggalan ibunya sebagai tempat berkegiatan. Namun, semakin lama semakin banyak orang yang datang untuk belajar dan berkumpul di sana. Mereka datang dari berbagai latar belakang dan usia.
Seiring dengan berjalannya waktu, kegiatan yang semula dimulai dengan semangat itu mulai menimbulkan ketidaknyamanan di antara warga sekitar. Mereka merasa terganggu oleh keramaian dan aktivitas yang terus menerus di rumah tersebut.
"Karena ramai berdatangan orang-orang yang mau belajar dengan macam-macam orang yang bertato, rambutnya kuning dan sebagainya, ditambah lagi rumah produksi berada di dalam gang jadi parkir pun kurang mumpuni, akhirnya kami diusir dari situ. Kami dianggap mengganggu dan meresahkan. Padahal, itu rumah saya sendiri," ungkap Aripin.
Namun, ketidakpastian tak pernah menjauhkan Aripin dari visinya. Ia terus berjuang dan berpindah tempat sebanyak tujuh kali dalam perjalanan panjangnya. Ia tidak hanya mencari tempat tinggal sementara, tapi juga mencari lingkungan yang mendukung bagi kreativitasnya.