Mohon tunggu...
Endah Kurniati
Endah Kurniati Mohon Tunggu... Penulis - Pendidik, Penulis

Penulis buku Non Fiksi yang sedang belajar jadi Novelis di platform digital. Menulis sebagai Katarsis, aktif sebagai Duta Kesehatan Mental DANDIAH CARE

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"The Last Samurai", PT. MACDI Meneruskan Legacy BJ Habibie Melalui Program Maintenance Aircraft Training Center

24 September 2024   14:26 Diperbarui: 24 September 2024   15:14 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
koleksi  macdi.id 

Pak Eko Purwanto, Direktur Utama PT. MACDI menceritakan kisah pertemuan dengan sesama teknisi pesawat yang hampir semuanya berasal dari PT DI sementara beliau berasal dari GMF; saat bertugas di Dubai beberapa tahun silam.  

Pengalaman dan kesempatan sebagai teknisi senior di dunia maintenance aircraft yang sudah bekerja di beberapa maskapai luar negeri,  sudah cukup bagi mereka jika diukur dari sisi financial.  Namun beliau, yang sudah mengantongi berbagai sertifikat keahlian di bidang structure, sheet metal, composite pesawat menyimpan keresahan melihat generasi muda Indonesia lulusan D3 kedirgantaraan sekarang, tak dapat meneruskan estafeta keahlian mereka yang sudah memasuki usia pensiun.

Masalahnya lulusan D3 dan SMK kedirgantaraan Indonesia tidak cukup terampil dan belum memiliki sertifikat keahlian yang diakui oleh perusahaan aviasi dalam dan luar negeri. Karena untuk mengakses Ujian keahlian ini, ada syarat yang sulit dipenuhi yaitu punya Sertifikat BAM (Basic Aircraft Mechanics) dan pengalaman magang di perusahaan aviasi minimal 18 bulan. Ibarat telur dan ayam, bagaimana bisa diterima magang di perusahaan aviasi, sedang skill para lulusan belum cukup terampil saat berhadapan dengan pesawat yang sesungguhnya, karena selama di bangku perkuliahan bobot praktek hanya 30% dan teori 70%. Sementara arus demand atas tenaga maintenance aircraft baik di dalam maupun luar negeri cukup tinggi.  

Kondisi ini menjadi fenomena banyak pensiunan senior yang tetap dikontrak oleh banyak maskapai dan masuknya outsourcing tenaga muda produktif dari negara luar.Inilah yang menjadi concern Pak Eko dan rekan-rekan pendiri PT MACDI, yang pantas disebut sebagai generasi "The Last Samurai" dari didikan Prof. DR. BJ Habibie, karena keahlian mereka di bidang structure, metal sheet dan composite boleh di adu, sekelas dunia. Dan menjadi wajarlah kesedihan mereka melihat generasi penerusnya kalah bersaing di pasar tenaga kerja luar negeri. Take home pay tenaga asal Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dari tenaga kerja asal negara Asia lainnya, padahal kita punya sejarah cemerlang di dunia kedirgantaraan dunia.  

Bagaimana dulu pesawat CN 235 sebagai prototype bisa membangkrutkan banyak industri pesawat pesaing karena murahnya tapi tidak murahan, propeller di sayapnya kala itu adalah terobosan, penemuan baru, belum ada industri dirgantara yang bisa membuat seperti itu, jokesnya, jika badan pesawat terpisah, sayapnya itu bisa terbang sendiri... semua pesaing takut, karena jenis CN dan N yang pernah dibuat itu cocok untuk kondisi negara maritim, sehingga Indonesia gak perlu lagi beli kemana-mana kecuali ke Nurtanio (PT DI) karena produk milik pesaing dari China daya angkutnya pun terbatas belasan orang.  

PT MACDI bertekad untuk meneruskan legacy dari sang guru tercinta, Prof. DR. BJ. Habibie melalui program Maintenance Aircraft Training Center yang akan mulai buka pendaftaran pada awal tahun 2025. Selain itu,  Divisi Bisnis Development PT MACDI akan segera menggelar Seminar "Mendorong Kolaborasi Industri dan Pendidikan untuk Menghasilkan Tenaga Maintenance Pesawat yang Kompeten", diharapkan seminar ini mengarah pada solusi melalui kerja sama antara sektor pendidikan dan industri, menekankan pentingnya kolaborasi untuk menjembatani gap antara lulusan pendidikan vokasi dan kebutuhan industri penerbangan Indonesia.

Tentunya niat baik PT MACDI harus didukung oleh ekosistem yang positif, dari seluruh stakeholder, mulai dari pemangku kebijakan pihak pemerintah seperti Kementrian Perhubungan Direktorat Jendral Perhubungan Udara,  terkait kebutuhan teknisi pesawat dan regulasi industri penerbangan; Kementrian Pendidikan Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Dirjen Pendidikan Vokasi), untuk membahas kurikulum dan kalitas pendidikan di D3 Kedirgantaraan dan SMK Penerbangan; Kementrian Ketenagakerjaan, untuk memberikan pandangan tentang program pelatihan tenaga kerja dan peluang peningkatan keterampilan lulusan kedirgantaraan juga  pihak Asosiasi dan Organisasi Industri seperti IAMSA - Indonesia Aircraft Maintenance Service Association, untuk memberikan perspektif langsung tentang kebutuhan industri terkai tenaga kerja teknisi pesawat;  Perwakilan Sekolah Vokasi dan Universitas jurusan Kedirgantaraan; Pihak Perusahaan Penerbangan dan Maintenance, Pihak MRO; Pihak Trainer dan Penyedia Pelatihan Lembaga Pelatihan Penerbangan; Perwakilan dari Badan Sertifikasi; Media dan Pengamat Industri Penerbangan.

Kolaborasi antara pihak-pihak diatas untuk mencari solusi atas tantangan yang dihadapi dalam penyediaan tenaga kerja maintenance aircraft yang kompeten di Indonesia dan meneruskan legacy dari cita-cita Bapak Teknologi Indonesia dengan semangat dan tekad dari generasi terakhir yang dibimbing langsung oleh BJ Habibie, para senior technicians, pendiri PT MACDI.

-EKey-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun