Mohon tunggu...
Endah Kurniati
Endah Kurniati Mohon Tunggu... Penulis - Pendidik, Penulis

Penulis buku Non Fiksi yang sedang belajar jadi Novelis di platform digital. Menulis sebagai Katarsis, aktif sebagai Duta Kesehatan Mental DANDIAH CARE

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

"Smart Citizen", Mengenal Kebijakan Bank Indonesia

9 Juni 2019   09:33 Diperbarui: 9 Juni 2019   09:41 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat itu tahun 1998, kami memiliki toko mini market lokalan di salah satu jalan utama di kota Cianjur, untuk penyediaan barang dagangan selain dari suplier yang datang langsung ke toko, untuk melengkapi barang dagangan, kami membeli secara tunai  dari pusat grosir MAKRO Bandung.  

Tengah malam sesampainya di toko, asisten toko memberitahu kami bahwa dolar naik menjadi Rp. 10.000 dari kurs asal sebesar Rp 1900 -2.000an,  sejak saat itu mini market tak dapat bertahan lama, hingga akhirnya tutup total di pertengahan tahun 2000.  Kami KO ditikam krisis moneter.  

Pengalaman adalah guru terbaik, dari sanalah kita jadi mengetahui kelemahan dan kekuatan yang kita miliki, siapa teman dan siapa lawan, kemudian kita mempelajari dan mencari solusi agar di kemudian hari dapat terhindar dari masalah yang sama, sehingga kita dapat selamat dan lebih beruntung.

Dalam skala makro, Indonesia sudah mendapatkan pelajaran berharga dari pengalaman krisis 2008. Jangan sampai terlena dan membiarkan krisis kembali datang tanpa kesiapan kita. 

Berbagai kebijakan diterapkan kemudian direview demi terciptanya stabilitas sistem keuangan. Ada yang dicabut oleh DPR seperti Perppu JPSK pada tanggal 7 Juli 2015, ada yang baru di susun dan diberlakukan seperti Undang-undang No.9 tahun 2016 tentang PPKSK yang merupakan angin yang segar bagi sistem keuangan Indonesia.

Pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan bekerja keras menyusun undang-undang untuk memberikan kepastian hukum dalam kondisi krisis keuangan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pelaku pasar serta memberikan kenyamanan pada semua pihak yang menggunakan jasa keuangan di Indonesia.

Dampak ketidakpastian perekonomian global

Krisis ekonomi yang terjadi di satu negara, apalagi jika negara tersebut adalah negara adi daya seperti Amerika serikat, atau China Tiongkok yang sekarang menjadi kekuatan baru, maka akan berpengaruh pada negara lain, karena satu sama lain saling terhubung. 

Oleh karena itu Indonesia juga turut merasakan krisis ekonomi global ini, karena Indonesia merupakan negara yang bergantung pada aliran dana dari investor asing. 

Dengan adanya tekanan ketidakpastian perekonomian global yang terus meningkat, ini berpotensi meningkatkan resiko pada sistem keuangan Indonesia yang memiliki kerentanan. Ada tiga kerentanan utama yang telah dikaji oleh BI, yaitu : 

  1. Perlambatan pertumbuhan retail funding yang menjadi sumber dana dana utama bank, 
  2. Kondisi saving investment gap yang negatif di tengah pasar keuangan yang belum dalam, 
  3. Peningkatan kebutuhan pembiayaan ekternal korporasi yang berpotensi meningkatkan dampak terhadap naik turunnya nilai tukar (volatilitas) dan suku bunga global.


Mengapa masyarakat perlu tahu

Bank Indonesia (BI) yang dalam pelaksanaan tugasnya sebagai otoritas yang mengatur dan melakukan pengawasan makroprudensial secara berkala membuat Kajian Stabilitas Keuangan untuk disajikan pada para stakeholder, kita masyarakat termasuk di dalamnya, jadi masyarakat perlu mengenal lebih dekat apa itu Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) dan Kebijakan Makroprudential. 

BI melakukan program sosialisasi untuk mengenalkan SSK dan kebijakan Makroprudential, dengan mengadakan berbagai event, lokakarya pada elemen masyarakat supaya tidak gagal paham, sehingga kemudian dapat menyerap dengan baik peluang-peluang bisnis yang terbuka atas kebijakan yang ditempuh oleh BI. Sebagai warga negara, tentu selalu menginginkan kondisi keuangan yang stabil, sehingga merasa nyaman dalam berbisnis dan bertransaksi.

Bagaimana BI (Bank Indonesia) menjaga stabilitas keuangan 

Pengalaman mencatat bahwa Indonesia pernah terseret pada krisis moneter tahun 1998 dan 2008 yang berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah, inflasi yang meningkat dan melambatnya pertumbuhan perekonomian. 

Berdasarkan pengalaman tersebut, maka Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan yang mengatur interaksi antara makroekonomi dan mikroekonomi, yang dikenal dengan kebijakan makro prudensial. 

Kebijakan ini ditempuh untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang memungkinkan sistem keuangan nasional dapat berfungsi efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal, sehingga pos-pos alokasi sumber pendanaan bisa berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas sistem keuangan antara lain menerbitkan kebijakan dan peraturan untuk lembaga jasa keuangan, melakukan monitoring dan analisis risiko sistemik, mengidentifikasi dan memberikan sinyal risiko, hingga melakukan pemeriksaan terhadap lembaga jasa keuangan bila diperlukan. 

Bank Indonesia juga bersinergi dengan lembaga lain dalam rangka mewujudkan dan menjaga kestabilan sistem keuangan, termasuk Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan.

Kebijakan Makroprudensial

Dalam memelihara Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), BI telah menempuh kebijakan makroprudential akomodatif, yang dalam penerapannya bersinergi dengan otoritas lain yaitu dengan Kementrian Keuangan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) untuk bersama-sama menjaga sistem keuangan termasuk pencegahan dan penanganan krisis keuangan.

Alhamdulillah kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh BI menunjukkan hasil yang positif, hal ini tercermin dari kinerja sistem keuangan, baik dari sisi intermediasi, efisiensi, maupun ketahanan yang terjaga dengan baik. Ini maknanya adalah masih cukup ruang untuk melakukan ekspansi. 

BI akan terus melanjutkan kebijakan makroprudential yang akomodatif ini, diimbangi juga dengan upaya mengurangi dampak (mitigasi) resiko yang memadai, karena tantangan perekonomian global dan domestik yang terjadi sepanjang tahun 2018 diperkirakan masih akan terus berlanjut.

Kajian BI memproyeksikan, pada tahun 2019 pertumbuhan ekonomi domestic akan berada pada kisaran 5,0% - 5,4%, hal ini disebabkan masih kuatnya permintaan domestic dan terjaganya daya beli dan keyakinan konsumen pada pemerintah dan terjaganya investasi yang tetap kuat.

Penguatan Intermediasi

BI dalam hal ini melakukan upaya penguatan intermediasi yang diarahkan untuk mendukung pengembangan sektor prioritas dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKN), Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan kembali dilonggarkan, dengan kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudential (RIM) yang terus ditinjau dari waktu ke waktu untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan pembiayaan ekonomi (termasuk pada Perbankan Syariah).

Penyaluran kredit perbankan masih terkonsentrasi pada tiga sektor utama yaitu:

  1. sektor perdagangan, Hal ini sejalan dengan masih terjaganya pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan perbaikan kualitas kredit di sektor tersebut. Kredit sektor perdagangan tumbuh meningkat ditopang oleh subsektor perdagangan hasil pertanian di dalam negeri dan perdagangan ekspor minyak kelapa sawit mentah.
  2. sektor industri pengolahan, Di sektor industri pengolahan juga tumbuh meningkat, dipicu oleh industri rokok dan industri pengolahan minyak dan gas bumi, seiring dengan kenaikan harga minyak. Dari Rasio UL (undisbursed loan) tercatat angka 32,57% yang artinya mengindikasi adanya potensi penyaluran kredit yang lebih tinggi seiring menguatnya perekonomian Indonesia.
  3. sektor kredit konsumsi, Sementara itu pangsa kredit konsumsi cenderung turun, hal ini dipicu oleh penurunan pertumbuhan kredit non kredit pemilikan rumah. Namun kredit konsumsi berupa KPR khususnya kepemilikan rumah tinggal tipe 22 - 70M2 terus meningkat sejalan dengan pelonggaran kebijakan sector perumahan.

Tercatat pada semester II 2018, ada peningkatan penyaluran kredit di sector pertambangan dan konstruksi sejalan dengan membaiknya kinerja dan peningkatan kegiatan produksi pada sector tersebut. hal ini dipicu oleh subsector pertambangan minyak dan gas bumi serta batu bara yang didukung tingginya permintaan batubara oleh China Tiongkok menjelang kenaikan tarif di tahun 2019.

Sejenak sedikit flashback saat reuni SMANSA Dago '90 bulan Februari 2019 lalu, sponsor utamanya yang mendukung penuh acara reuni adalah dari alumni yang sukses usaha di sektor pertambangan batu bara. Pantesan tajir, beliau mendapat berkah dari tingginya permintaan batu bara ini.

Selain itu sector konstruksi mencatat pertumbuhan paling pesat kedua setelah pertambangan. Pertumbuhan di sector konstruksi ini dipicu oleh gencarnya realisasi proyek infrastruktur yang kejar tayang oleh pemerintah, yang dinilai beresiko rendah oleh perbankan.

Keterkaitan sector luar negeri dengan perekonomian domestik

Ada tiga sector dengan total asset dan kewajiban terbesar di Indonesia yaitu sector korporasi, perbankan dan luar negeri. Interkoneksi sector korporasi terutama yang berkaitan dengan pembiayaan baik dengan sector luar negeri, perbankan maupun rumah tangga. 

Sementara itu sector perbankan yang fungsinya sebagai financial intermediaries dalam perekonomian menghimpun pendanaan yang berasal dari simpanan rumah tangga, sektor korporasi non keuangan maupun luar negeri.

Maraknya transaksi online, yang disebut presiden Jokowi sebagai "perusahaan unicorn" yang sebagian besar sumber pendanaannya berasal dari luar negeri dalam debat capres beberapa waktu lalu menunjukkan adanya keterkaitan sector luar negeri dengan perekonomian domestic relatif tinggi sebagai sumber pendanaan maupun penempatan dana bagi hampir seluruh sector. 

Tercatat selama semester II 2018, sector korporasi berkontribusi lebih dari 24% dari total transaksi, hal ini menunjukkan pentingnya sector korporasi dalam menggerakkan perekonomian Indonesia, yang salah satu sumber dana yang relative besar bagi sector korporasi berasal dari sector luar negeri.

Closing

Sudah saatnya ekonomi Indonesia berbasis kearifan lokal, diberikan peluang lebih besar bagi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) asli Indonesia untuk membangun fondasi perekonomian domestic Indonesia yang lebih mandiri sehingga memiliki daya tahan terhadap goncangan tekanan ketidakpastian ekonomi global.

Dengan menjadi warga yang mengenal dan sadar Sistem Stabilitas Keuangan dan mengenal Kebijakan Makroprudential ini, masyarakat bisa mempersiapkan diri untuk bersama-sama pemerintah memperkuat sector Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang terbukti dapat bertahan dan tidak terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal seperti nilai tukar, kebutuhan negara lain, keadaaan politik negara lain atau oleh perjanjian dalam forum perdagangan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun