Melihat gelagat seperti ini, rasanya  maksud demokrasi yang rakyat Indonesia perjuangkan tercederai oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengembalikan Indonesia pada konstitusi lama.Â
Mesti dipahami bahwa negara adalah organisasi yang susah diukur kinerjanya, jadi wajar jika rakyat cerewet dan menuntut penjelasan, Negara melemah kapasitasnya, termasuk kemampuan narasi, salah satu tanda dari melemahnya kapasitas adalah dengan sikap represif terhadap keluhan masyarakat. Â
Yang diinginkan rakyat adalah kejujuran dan keadilan,  maraknya hoax itu adalah akibat, bukan sumber masalah.  Bila negara sudah menggunakan cara-cara hukum pada rakyat, itu salah satu tanda kapasitas negara melemah dalam menjamin hak-hak konstitusi rakyat, yaitu hak kebebasan berpendapat.  Sehingga tak semestinya untuk melawan hoax saja pemerintah menggunakan pasal terorisme bahkan makar, padahal makar tidak bisa karena kekuatan mulut, tapi makar itu hanya bisa dengan  karena kekuatan senjata
Sosial media adalah media kebebasan milik rakyat, rasanya hanya Indonesia, negara yang gelisah dengan hoax. Dalam situasi transisi demokrasi sekarang ini, perang naratif itu mutlak, jelaskan sampai rakyat puas, siapkan juru bicara-juru bicara terbaik negara, Â yang selalu siap menjawab kegelisahan rakyat 24 jam setiap hari. Rakyat negeri demokrasi bukan bagian yang harus dilawan, Â membatasi sosial media yang merupakan berkah bagi rakyat demokrasi, termasuk berkah atas geliat ekonomi berbasis on line untuk alasan mengurangi hoax sama sekali bukan cara yang idealÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H