“Boleh, kalau bisa berenang.” Katanya. Ah senangnya, mengingat berenang di perairan pantai Gili Labak sebulan sebelumnya, mengenakan pelampung justru menyiksa pergerakan badan. Aku bergegas melepas pelampungku. Sudah ada satu atau dua orang yang mengawali terjun ke laut. Aku tak sabar menyusul, sementara teman-teman yang lain masih mengumpulkan nyali untuk turun laut.
Perahu kami berhenti pada posisi kedalaman air kisaran 10-20 meter. Dasar laut tak tampak dari penglihatanku melalui google/ masker setelah turun laut. Dan aku harus berenang sekitar 5-10 meter untuk mencapai permukaan coral di perairan yang jauh lebih dangkal dari posisi parkir perahu. Ini yang membuat teman-teman merasa ciut nyali untuk turun, karena harus melewati perairan yang dianggap dalam untuk berenang. Beruntung karena mas Buddy siap membantu teman-teman melewati tantangan ini, bersabar menuntunnya hingga sampai di perairan yang lebih dekat dengan terumbu karang. Hanya saja, kita harus ekstra hati-hati supaya kaki atau anggota badan lain tidak menyentuh terumbu karang yang dilindungi.
Aku sudah asyik berenang sendiri ke sana kemari menikmati pemandangan bawah air yang menakjubkan. Berkali memekik kegirangan, mengucap kalimat tasbih karena kagum atas ciptaanNya. Melepas rindu, sudah lama tidak turun laut melihat gugusan karang dan segala biota lautnya. Ini adalah sesi kedua turun laut setelah bisa survive bergerak di air (baca : bisa berenang), meski nggak ngerti apakah pergerakanku sudah benar atau belum. Sesi pertama adalah mencoba
snorkeling di perairan pantai Gili Labak, Sumenep, Madura. Sedikit agak kecewa karena hanya menemukan gerombolan ikan teri. Posisi terumbu karang masih agak lebih jauh ke tengah, sementara perahu kami kurang mendukung berhenti di sana untuk proses loading penumpang. Sesi kedua mencoba turun laut kali ini terasa membayar kekecewaan episode Gili Labak. Kalau dulu, aku hanya modal nekat bermain snorkeling, hanya bisa menatap iri teman-teman yang bisa berenang lebih menikmati view
underwater, kali ini, aku lebih banyak bersyukur, karena satu mimpi yang rasanya sulit diraih dulu, kini berhasil dijangkau. Terlebih, karena kita lebih survive bergerak di dalam air, berarti kita harus bisa lebih baik menjaga keutuhan terumbu karang, tidak merusaknya secara sengaja ataupun tidak disengaja.
Kami mengunjungi 3 spot snorkeling di perairan Menjangan. Kondisi terumbu karang ketiga spot ini hampir semuanya sama rapat dengan keanekaragaman biota lautnya yang berwarna warni. Bintang laut biru, ada teman yang mengaku bertemu ikan badut, ikan yang seperti pedang dan entah apalagi. Pengenalanku akan jenis ikan nol besar. Kecuali legenda nemo si ikan badut yang hidup di anemon. Semoga aku memiliki kesempatan belajar mengenal penghuni laut lebih baik lagi. Perjalanan kami lanjutkan menuju Pulau Tabuhan. Matahari sudah condong ke arah Barat. Perasaanku jauh dari tenang, sholat dhuhur dan ashar belum tertunaikan. Mukena tidak terbawa, karena pertimbangan jelajah dua pulau tidak akan sampai sesore ini, belum lagi kondisi badan yang lengket karena air laut. Tapi aku tetap memaksakan diri menunaikan sholat jamak qasar dzuhur ashar di atas perahu dengan kondisi yang teramat minimalis. Bismillahirrahmanirrahim.
Mt Baluran, view from site of Tabuhan IslandPulau cantik tabuhan menyuguhkan pemandangan senja yang menawan. Komposisi matahari, Gunung Raung dan Gunung Baluran yang berjajar, menaburkan warna keemasan di langit sekaligus refleksi kemilau di perairan Selat Bali. Pasir Putih Pulau Tabuhan yang dijilat ombak pantai, bening air laut, dengan sekumpulan bulu babi, membuatku enggan turun laut sekedar mencicip pemandangan bawah airnya. Aku pun lebih memilih berjalan mengitari pulau sembari menanti perahu kembali dari mengantar beberapa teman yang memilih turun ke laut.
Matahari benar-benar sudah tenggelam ketika kayuhan motor penggerak perahu beranjak dari bibir pantai Pulau Tabuhan. Seulas senyum di bibir adalah gambaran syukur atas keindahan dan kesenangan yang berhasil kami unduh dari kolaborasi trip Menjangan-Tabuhan. Terima kasih Allah, untuk segala cita dan nikmat dariMu. Selamat tinggal terumbu karang, selamat bobok ikan-ikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya