Mohon tunggu...
Endah Lestariati
Endah Lestariati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang banci kolam [renang] yang sedang butuh vitamin K; Kamuuuuuuuuuu

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Prau, Pelabuhan Pandang pada Puncak-puncak Daratan Jawa Tengah

25 Oktober 2013   16:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:02 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum penuh pukul 05.00 pagi. Pekat warna malam yang membias tenda sudah berubah menjadi lebih cerah. Bergegas berjamaah subuh dengan devya (dengan kostum sleeping bag yang membalut pinggang hingga kaki, hehe). Bersyukur karena puncak Prau tidak memiliki sumber air, kami diperbolehkan untuk tayamum, yah setidaknya sholat subuh melawan hawa dingin di Puncak Prau masih jauh lebih mudah ketimbang di Ranu Pane atau Ranu Kumbolo yang berlimpah air *muka culas*. Suara Panji sudah ribut-ribut aja di luar tenda, kebelet pengen jejepretan. Mbak Endah mana? Udah bangun belom sih? Pengen kukerasin bacaan surat pendekku buat ngasi kode *halah kode*, tapi hawa dingin cukup membuat serak dan gemetar desibel yang keluar dari mulut. Dan lagi, karena nggak bawa jordon (baca : kamera gedhe), aku woles-woles aja sih, menikmati semua keindahan cukup dengan rasa penuh syukur dari alat optik tersempurna ciptaan-Nya; Mata.

[caption id="attachment_274019" align="aligncenter" width="576" caption="bukit teletubbies"]

13826921921834000670
13826921921834000670
[/caption]

Kubuka resleting tenda, menjumpai Panji dan Yanis sudah ready go dengan alat kokang masing-masing lengkap dengan tripod. Langit sedikit berawan hitam meski tidak berpotensi hujan. Lukisan langit sebelum pagi tidak terlalu dramatis dengan pancaran warna-warni. Hanya sekelebat efek rol menjadi penggembira karena range ruang gelap-terang yang terlampau jauh oleh efek berawan. Bulatan berwarna orange menyembul dari cakrawala membawa semangat baru setiap manusia yang melihatnya, mengingatkan syukur akan kesempatan dan janji kehidupan dari Allah SWT. Bentuknya selalu mengingatkanku pada kuning telur asin. hehe! (nasi anget, mana nasi anget..)

[caption id="attachment_274017" align="aligncenter" width="576" caption="hamparan bunga daisy"]

13826918461938307267
13826918461938307267
[/caption]

Dan pemandangan satu layering puncak-puncak daratan itu begitu istimewa dinikmati dari ketinggan dua ribu lima ratus sekian meter ini. Sindoro yang cantik, dibayangi (atau dilindungi) oleh kegagahan sumbing, bukit-bukit teletubbies pembentuk kontur dieng plateu, duo puncak merbabu-merapi, di sisi Timur, dan Puncak Gunung Ungaran di sisi Utara yang kebiruan indah. Lanscape semakin lengkap oleh keunikan Puncak Prau dengan hamparan bunga daisy yang kebetulan sedang musim mekar.

[caption id="attachment_274015" align="aligncenter" width="576" caption="sesi sarapan istimewa"]

1382691777768833771
1382691777768833771
[/caption]

Adhi sudah membuka menu sarapan dengan roti bakar yang enaknya nggak santai; isi keju-susu mesis. Selanjutnya Devya meracik kentang merah hibahan admin basecamp, daun bawang super hasil minta-minta di ladang penduduk sepanjang jalur pendakian, dan bakso yang kemudian menjadi menu sup. tak ketinggalan telur dadar yang dimasak Adhi penuh keterampilan atraksi membalik dari wajan teflon ala chef. Sesi sarapan istimewa berlatar layering gunung-gunung ternyata menuai ketertarikan pengunjung yang kebetulan lewat, kami pun secara dadakan menjadi sasaran objek foto semacem penghuni gembira loka.

[caption id="attachment_274018" align="aligncenter" width="576" caption="telaga warna & pengilon dari atas Prau"]

1382692105201516191
1382692105201516191
[/caption]

Perjalanan turun terasa ringan karena medan yang compatible mengajak kaki untuk berlari. view semakin indah dengan eksistensi telaga warna yang tampak dari kejauhan di antara petak-petak lahan dan jajaran cemara yang menandai kompleks candi dieng. Kami membutuhkan waktu satu jam menuruni jalur pendakian hingga Basecamp, istirahat sejenak, menikmati hangatnya jajan tempe kemul khas Wonosobo.

Opsi Sindoro kembali muncul, aku kebingungan bagaimana harus menitipkan laptop dan segala uborampe yang harus sampai kampung halaman (yang tidak diperlukan untuk kegiatan pendakian) sementara jalur pendakian sindoro yang harus kami tempuh dimulai dari Sigedang (Agrowisata Teh Tambi) menuju puncak dan turun di Basecamp Kledung. Susah payah merayu Adhi untuk menitipkan barang-barangku di rumahnya tetap tidak berbuah final. Yanis dan Devya tampil sebagai penolongku, mereka berdua memang tidak akan melanjutkan pendakian menuju Sindoro dan memutuskan pulang, menawarkan bantuan titipan barang-barangku dengan kompensasi aku mengambilnya ke Ambarawa lain hari. No other better option, jadi kuterima penuh haru bantuannya. Kami berdelapan turun dari Dieng dengan kendaraan yang sama, tetapi hanya berlima; adhi, ghulam, budi, satria dan tentu saja aku yang turun di Desa Kejajar. Tiga lainnya Devya-Yanis dan Panji masih terus menuju pusat Kota Wonosobo untuk kembali ke rumah masing-masing. Wahai Puncak Sindoro, sebentar lagi aku datang.

**semua foto koleksi pribadi, kecuali foto team, diambil dari album kamera Panji

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun