Mohon tunggu...
Endah Lestariati
Endah Lestariati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang banci kolam [renang] yang sedang butuh vitamin K; Kamuuuuuuuuuu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Rumah di Seribu Ombak, Potret yang Menjunjung Kemajemukan Indonesia

4 September 2012   10:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:56 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejujurnya, saya cupu sekali dengan ajakan nonton bareng film karya Ewrin Arnada ini. Baru tau kalau ternyata Rumah di Seribu Ombak adalah film adaptasi novel dengan judul yang sama setelah kelar menonton. Melihat trailernya pun tidak begitu menggugah gairah saya untuk menonton. Tapi berhubung diseretnya sama genk rangers, sekalian mencomot kedok event halal-bihalal (sungkeman yang tidak lama akan kembali dengan kegiatan pembulian), saya pun suka rela berhore ria ngeberisikin lapak biskop. Pasukan nonton ber 11 ini bisa dipastikan begitu mengganggu, apalagi masuk biskop pas filmnya udah jalan 15 menit, itu pun masih menyisakan shopie yang dateng telatnya lebih-lebih. Serunya nonton bareng emang gini kan ya, bikin kegaduhan norak-norak bergembira, macem udik kesorot lampu disko.

Anyways, begitu duduk, saya langsung menyerap jalan cerita tentang persahabatan beda kultur agama antara yanik (wayan manik) yang penganut hindu dengan sahimi yang muslim taat, bersetting di desa Kali Asem Singaraja, Bali. Yanik dikenal sebagai seorang pemberani, khas anak pantai yang bersahabat dengan laut, diam-diam kemampuan berenangnya dikagumi oleh Sahimi. Sementara Sahimi sebenarnya tidak diperkenankan bermain menyentuh air yang sedikit banyak terpengaruh oleh trauma masa lalu, tenggelamnya abang sahimi menyebabkan penjemputan ajal, beruntun hingga membuat ibu Sahimi diceritakan menyusul karena sakit-sakitan.

Permasalahan yang diangkat film ini tidak melulu tentang sahimi yang tidak bisa berenang namun pada akhirnya justru berhasil menggapai cita-cita yang barangkali sempat diimpikan Yanik ketika mereka masih kanak-kanak; mengarung seribu ombak sebagai atlet surfing, dan mampu mengesampingkan background penyakit asmanya. Tetapi juga tentang kemiskinan yang menghimpit Yanik, menyebabkan sekolahnya yang berkali terhambat, diwarnai dengan konflik broken home keluarga, tentang 'aib' yanik yang sempat menjadi pelampiasan kelainan seksual andrew -seorang expatriat belgia pengidap paedofilia yang tinggal di Singaraja-

Kisah yang dituturkan tak kalah menarik ketika mereka sudah beranjak dewasa, Yanik mulai tertarik dengan adik Himi bernama Syahmimi. Mimi kecil yang dulu chubby tiba-tiba menjelma menjadi gadis manis penuh santun. bikin cowok-cowok segenk saya makin ribut mau pada ngecengin.Dan semua penonton seperti merasa terinspirasi dengan dialog antara Mimi dengan ibunda Yanik,

"Sore ini saya boleh pinjam Kak Yanik sebentar ya, Me?"

"Dipinjam seterusnya juga nggak papa"

eaaaa...!! ga cewek ga cowok, temen-temen saya semua ngerasa wajib kulakan gombalan spektakuler macem ini.

Selain Lukman Sardi yang berperan sebagai ayah sahimi dan samimi, sebagian besar aktris dan aktor adalah pendatang baru.Tokoh Yanik kecil dimainkan sangat natural kekanak-kanakan oleh Dedey Rusma, akting yang menyatu ketika beradu dengan Risjad Aden sebagai Sahimi kecil.

Moral yang bisa dipetik dari film ini adalah semangat toleransi antar umat beragama, ketika umat islam berada pada kondisi minoritas di antara kultur hindu, mereka masih dapat hidup berdampingan dengan damai. Persahabatan antara Yanik dan Himi yang paham prinsip menghormati agama satu dengan yang lain. Dukungan penuh dari Yanik ketika Himi didaulat menjadi wakil santri mengikuti lomba qiro'ah, sampai menghantarkan Himi pada guru mengkidung hindu rekomendasi Yanik.

Yang mengganjal saya adalah ada beberapa scene yang tidak berbuah kesimpulan, seperti ketika yanik dan himi mengaduk-aduk rumah andrew secara sembunyi-sembunyi dan berhasil membawa handycamp berisi rekaman yanik dan andrew, tidak berujung pada penyelesaian yang melegakan penonton. Pelajaran yang sebenarnya kurang bijaksana adalah menampilkan sabung ayam seolah hal yang legal dilakukan sebagai penyelesaian untuk mendapatkan biaya sekolah yanik.

Terlepas dari kekurangannya, selebihnya view Pantai lovina, lantunan mengkidung, langit jingga, awan-awan berarak, ombak surving, tarian lumba-lumba, menjadi point artistik yang menarik dalam visualisasi di film ini. So Indonesially lah, istilah saya untuk Indonesia-Banget secara internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun