Mohon tunggu...
Endah Lestariati
Endah Lestariati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang banci kolam [renang] yang sedang butuh vitamin K; Kamuuuuuuuuuu

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Batukaru, tentang Mendaki yang Mencoba Memberi Arti

4 Maret 2015   00:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:12 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_353730" align="aligncenter" width="576" caption="View from the top of Batukaru"][/caption]

Berkali aku menahan nafas sepanjang perjalanan melewati turunan licin penuh erosi lumpur yang mengalir. Duduk di sadel belakang motor matic yang dikendalikan oleh Mas Lanang, aku tak berani banyak bergerak karena kondisi jalan aspal yang hancur, berpasir, dan rawan selip.

Teringat kata-kata Eko, pemboncengku semalam;

"Kalau hujan, hancurlah kita lewat sini," katanya di sela-sela obrolan selama mengangkutku menuju pura yang menjadi titik start pendakian Batukaru dari Banjar, tempat di mana semua tim berkumpul sebelumnya. Dalam hati aku berdoa, semoga selama pendakian Allah SWT tidak menurunkan hujan. Sayangnya doaku kurang tepat, selama pendakian Allah memang membebaskan kami dari air langit, tetapi setiba di Pura, tempat di mana kami memarkirkan kendaraan, seturun kami dari puncak, hujan mengucur deras.

Perjalanan turun menaiki motor menuju Banjar menjadi tantangan tersendiri. Sementara Eko masih bertahan berteduh di bawah balai depan pura bersama lainnya, aku mengikuti Mas Lanang untuk turun terlebih dahulu, rasanya sudah mulai tidak nyaman berpacu dengan waktu, was-was nggak keburu untuk sampai di Surabaya pada hari Senin pagi.

1425378837748392115
1425378837748392115
Allin, dalam perjalanan menyeberang selat Bali

Perjalananku menuju Batukaru, berawal dari Stasiun Gubeng Surabaya, ketika Dek Allin agak merajuk, memaksaku untuk menemaninya menggunakan kereta Mutiara Timur menuju Stasiun Banyuwangi Baru, sementara rencana semula aku bersikeras akan menggunakan bus malam langsung menuju Denpasar. Katanya ndak kuat kalau harus ikut aku naik bus, bayangan mabuk darat menghantui. Aku mengalah dengan catatan harus mencarikan seorang penjemput untukku di Gilimanuk menuju basecamp pendakian. Kata sepakat pun berkumandang. Dan perjalanan enam jam berkereta pun kulalui dengan tertidur sangat pulas. Ah jangankan kereta, pesawat landing pun, aku masih bisa terbuai mimpi manja.

Sholat Subuh kutunaikan penuh penyesalan karena matahari terlanjur muncul di cakrawala ketika kami mencapai musholla Pelabuhan Ketapang. Selanjutnya, kami bergegas menuju kapal feri yang siap berangkat menyeberang menuju Gilimanuk. Perjalanan melintas perairan Nusantara yang selalu menggetarkan langkah setiap membaca jargon 'we serve the nation' atau 'bangga menyatukan nusantara'.

Pukul 08.00 WITA kami mendarat di Gilimanuk setelah melewati konversi waktu satu jam dari WIB. Cukup lama menanti jemputan dari Denpasar yang akan membawa kami menuju Tabanan. Sudah lewat dari pukul setengah sepuluh ketika Mas Eko dan Mas Lanang muncul di hadapan kami. Setelah itu, mereka berdua masih mengajak aku dan Dek Allin untuk transit di masjid tidak jauh dari pelabuhan.

Masjid ini pernah menjadi persinggahan timku dulu ketika menunggu pagi dalam perjalanan menuju Pulau Menjangan Taman Nasional Bali Barat. Kali ini, sembari menanti Mas Eko beristirahat me-ngecharge tenaga, aku, Dek Allin, Mas Lanang numpang sarapan di warung muslim sebelah masjid yang masih satu kompleks dengan yayasan sekolah Islam.

Sudah hampir menjelang Dzuhur ketika kami berempat beranjak dari kompleks masjid menuju Tabanan. Perjalanan lebih dari dua jam yang membuat otot hampir kaku. Kebayang capeknya Mas Lanang dan Mas Eko yang harus menempuh perjalanan Denpasar-Gilimanuk-Kembali ke Tabanan hingga Banjar yang awalnya kuanggap sebagai basecamp pendakian. Belum lagi nantinya akan disibukkan dengan kegiatan ngurusin banyak orang. Maklumlah, mereka ter-jobdesk panitia.

Kami kembali didamparkan di Masjid Desa Pupuan, Tabanan untuk mandi dan sholat Dzuhur-Ashar. Dalam perjalanan, kami sudah bertemu dengan teman-teman sependakian sebelumnya, Mbak Nisa dan Darto. Selebihnya ada Bang Donal dan Mas Akin yang menjadi panglima acara pendakian kali ini. Aku bahkan sempat tertidur satu jam dibuai tilawah Dek Allin setelah mandi. Pukul 17.00 WITA kami baru beranjak dari masjid menuju Banjar Punjungan, Desa Pupuan, Tabanan untuk mengikuti acara sosialisasi dengan warga setempat. Banjar sudah sangat ramai oleh teman-teman pendaki dari berbagai komunitas pendaki Bali, termasuk bapak-bapak 'perangkat desa'.

1425378994894107443
1425378994894107443
Pembukaan Materi
Seumur-umur mengadakan acara pendakian, baru sekali ini ketemu format yang cukup formal. Ada acara sosialisasi warga dan yang lebih seru lagi dapet materi berharga tentang sampah. Reduce, recycling, dan segala integral tentang go green. Pembicarannya sengaja didatangkan dari PPLH Bali (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup - cmiiw), namanya Mbak Herni yang ternyata nggak cuman jadi narasumber, tapi bersedia turun lapangan mendaki memungut sampah bersama kami. Serunya lagi, Mbak Herni jago ngemas presentasinya dengan games yang menyenangkan sekaligus membuat kita berfikir kritis, merenungkan perjalanan tentang sebuah benda, hingga menjadi sampah.

Aku sendiri udah siap-siap memikirkan 'sampah' jarum pentul versiku yg tanpa sengaja terjatuh di lubang kloset tadi sore barangkali tertunjuk oleh pembicara untuk turut berbagi. Semoga dia ga nusuk dan menyakiti apapun di dalam septic tank sana yah, hehehe. Yang jelas, sedikit dari yang disampaikan ini Insya Allah bermanfaat, menyadarkan kita untuk lebih peduli tentang sampah, tentang meminimalisir penggunaan benda-benda anorganik yang sulit terurai, terutama plastik, demi menghargai lingkungan hidup.

1425379076798886487
1425379076798886487
workshop tentang sampah

Tujuan pendakian adalah untuk operasi bersih, bukan mendaki yang sekedar menakhlukan mental diri sendiri, tetapi berbuat lebih banyak untuk kesinambungan masa depan. Batukaru sendiri sebenarnya bukan gunung yang menjadi tujuan wisata, pendatangnya lebih banyak berasal dari kalangan peziarah.Di beberapa titik sepanjang jalur hingga puncak terdapat area peribadatan umat hindu (Pura). Sayangnya, para peziarah ini banyak datang tidak diimbangi dengan kesadaran untuk tidak mengotori lingkungan. Sisa sesajen (organik dan anorganik) banyak berserak di sepanjang jalur dan setiap area pura. Digawangi oleh admin Indonesian Mountain regional Bali, Mas Akin, teman-teman dari komunitas pecinta alam Bali sengaja bergabung mengadakan pendakian untuk membersihkan gunung Batukaru.

14253791821783646873
14253791821783646873
Sudah seharusnya kita merasa bersalah menggunakan sterofoam karena tidak akan terurai hingga kapan pun!

Terbagi dalam 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari sepuluh orang anggota, aku tereksisting di kelompok 5. Masing-masing kelompok diberi 5 kantong untuk menampung sampah dari puncak selama perjalanan turun nanti. Aku berbaris persis di posisi depan Eko, sweper di kelompok kami.

"Nanti turunnya, kamu mungutin sampah bareng aku, ya, Mbak.", katanya. Aku menurut.

Malam sudah terlampau larut, sudah terlewat dari setengahnya ketika satu persatu kelompok diberangkatkan dengan jeda. Langkah kami jauh dari cepat. Aku sih flowing saja, diminta berhenti karena menunggu kelompok depan jalan duluan juga menurut. Panitia sibuk naik turun memastikan laju langkah per kelompok dan kesehatan para anggota. Salut lah. Sementara leherku yang terkalung slayer label panitia tidak berandil apa-apa. Hanya turut berjalan semampuku.

[caption id="attachment_353740" align="aligncenter" width="614" caption="Pura di Puncak Batukaru"]

1425379718258243176
1425379718258243176
[/caption]

Perjalanan kami mendaki sengaja tidak membawa bekal tenda dengan pertimbangan untuk meminimalisir sampah dan karena waktu tempuh summit attack pun terjangkau untuk sekedar 'tek-tok' tanpa menginap. Perlengkapan optimal yang kubawa sekedar jas hujan, jaket tebal, sarung tangan, headlamp, logistik, air minum, matras dan sleeping bag. Teman-teman rata-rata meninggalkan sleeping bagnya di bawah. Aku sendiri berfikir lebih barangkali dibutuhkan, ndak ada salahnya membawa sleeping bag, toh aku berniat bisa sekejap memejamkan mata di puncak sana. Matras kubawa serta mengingat butuh alas untuk sujud subuhku nantinya.

Sebatang besi panjang diangkut secara estafet dari bawah menuju puncak untuk ditanam sebagai penopang papan petunjuk elevasi. Beberapa teman lelaki bergantian menggotongnya. Hingga di ketinggian 1900 mdpl, di tiga ratus meter vertikal terakhir yang masih harus kutempuh, Eko memutuskan untuk membantu memikulnya.Aku sudah menyerah duluan untuk membantu mengangkatnya. Bukan perkara beratnya, tapi lebih karena kesulitan membawanya. Ku tawarkan bantuan sharing beban dari keril Eko untuk dipindahkan ke kerilku. Tapi dia menolak karena malas bongkar-bongkar. Tapi ketika kutawarkan bantuan membawakan tas, dia tidak menolak. Jadilah aku menggendong keril depan belakang. Sempat sesaat Allin menggantikanku membawa keril Eko dari karena bebannya sendiri 'hanya' messenger bag yang diisi air dan logistik seperlunya, tapi tidak sampai radius seratus meter, dia sudah menyerah. Aku semakin mempercepat langkah supaya tak perlu berlama-lama terbeban dua keril dalam gendongan, mengejar subuh sebelum matahari menampakkan sinar. Gurat-gurat warna pengiring sunrise sudah tertumpah di langit timur. Biru. Ungu. Merah.

14253789011067496627
14253789011067496627
sunrise of batukaru

Bulat sempurna matahari tereksisting nyata beberapa saat setelah aku menutup subuh dengan salam di pelataran puncak berelevasi 2276 mdpl. Tanpa mengemas perlengkapan ibadah, aku segera mencari tempat untuk membidikkan kamera ke arah samudera awan yang mulai diterangi oleh penguasa hari. Sebuah cekungan terisi air dengan refleksi biru langit terhampar indah di salah satu sisi view from site of puncak Batukaru. Konon namanya adalah Danau Tamblingan.Diam-diam, aku menyimpannya sebagai satu mimpi destinasi di kesempatan lain. Sayangnya, rimbunan vegetasi di beberapa tempat justru menghalangi pandangan, sedikit agak mengganggu komposisi untuk mengabadikan gambar. Angin dingin terasa kencang berhembus. Puas membidikkan kamera, aku mencoba beristirahat menggelar sleeping bag sambil menunggu rombongan yang masih tercecer di sepanjang perjalanan.

14253793351168832868
14253793351168832868
Danau Tamblingan

[caption id="attachment_353738" align="aligncenter" width="576" caption="Bersiap memungut sampah"]

1425379478480535918
1425379478480535918
[/caption]

Operasi Bersih sukses dilaksanakan. Dimulai dari pelataran puncak dilanjutkan sepanjang rute perjalanan turun. Sampah yang berhasil kami kumpulkan didominasi oleh plastik bungkus permen dan bahkan beberapa kami temukan masih utuh dengan isinya, sisa sesaji yang entah terbuang entah tercecer. Rute turun terasa lebih lama karena waktu lebih banyak berhenti untuk berjongkok memungut sampah di samping trek yang cukup terjal. Lelah itu pasti, tapi puas karena telah ikut andil berbagi manfaat terasa lebih berarti.

[caption id="attachment_353739" align="aligncenter" width="576" caption="Berfoto sebelum berpisah"]

14253795911753300821
14253795911753300821
[/caption]

Dan kisah Batukaru pun bergulir hingga hujan rintik mengikuti perjalanan pulangku. Diantar pasukan teman-teman Bali; Mas Lanang, Coco dan Raju, aku beruntung berhasil menyetop sebuah elf (mobil L-300) travel perjalanan Denpasar-Surabaya secara insidental di pusat kota Tabanan. Mobil elf melaju diiringi kumandang Maghrib waktu Bali, aku memilih meng-qasar sujud magribku bersama isya' di pemberhentian selanjutnya menuju Surabaya. Bismillah, semoga perjalanan kali ini menuai manfaat lebih dari pendakian sebelumnya. Dan Bali, tentu saja akan menjadi destinasi pendakianku selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun