Sudah hampir menjelang Dzuhur ketika kami berempat beranjak dari kompleks masjid menuju Tabanan. Perjalanan lebih dari dua jam yang membuat otot hampir kaku. Kebayang capeknya Mas Lanang dan Mas Eko yang harus menempuh perjalanan Denpasar-Gilimanuk-Kembali ke Tabanan hingga Banjar yang awalnya kuanggap sebagai basecamp pendakian. Belum lagi nantinya akan disibukkan dengan kegiatan ngurusin banyak orang. Maklumlah, mereka ter-jobdesk panitia.
Kami kembali didamparkan di Masjid Desa Pupuan, Tabanan untuk mandi dan sholat Dzuhur-Ashar. Dalam perjalanan, kami sudah bertemu dengan teman-teman sependakian sebelumnya, Mbak Nisa dan Darto. Selebihnya ada Bang Donal dan Mas Akin yang menjadi panglima acara pendakian kali ini. Aku bahkan sempat tertidur satu jam dibuai tilawah Dek Allin setelah mandi. Pukul 17.00 WITA kami baru beranjak dari masjid menuju Banjar Punjungan, Desa Pupuan, Tabanan untuk mengikuti acara sosialisasi dengan warga setempat. Banjar sudah sangat ramai oleh teman-teman pendaki dari berbagai komunitas pendaki Bali, termasuk bapak-bapak 'perangkat desa'.
Seumur-umur mengadakan acara pendakian, baru sekali ini ketemu format yang cukup formal. Ada acara sosialisasi warga dan yang lebih seru lagi dapet materi berharga tentang sampah. Reduce, recycling, dan segala integral tentang go green. Pembicarannya sengaja didatangkan dari PPLH Bali (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup - cmiiw), namanya Mbak Herni yang ternyata nggak cuman jadi narasumber, tapi bersedia turun lapangan mendaki memungut sampah bersama kami. Serunya lagi, Mbak Herni jago ngemas presentasinya dengan games yang menyenangkan sekaligus membuat kita berfikir kritis, merenungkan perjalanan tentang sebuah benda, hingga menjadi sampah.
Aku sendiri udah siap-siap memikirkan 'sampah' jarum pentul versiku yg tanpa sengaja terjatuh di lubang kloset tadi sore barangkali tertunjuk oleh pembicara untuk turut berbagi. Semoga dia ga nusuk dan menyakiti apapun di dalam septic tank sana yah, hehehe. Yang jelas, sedikit dari yang disampaikan ini Insya Allah bermanfaat, menyadarkan kita untuk lebih peduli tentang sampah, tentang meminimalisir penggunaan benda-benda anorganik yang sulit terurai, terutama plastik, demi menghargai lingkungan hidup.
Tujuan pendakian adalah untuk operasi bersih, bukan mendaki yang sekedar menakhlukan mental diri sendiri, tetapi berbuat lebih banyak untuk kesinambungan masa depan. Batukaru sendiri sebenarnya bukan gunung yang menjadi tujuan wisata, pendatangnya lebih banyak berasal dari kalangan peziarah.Di beberapa titik sepanjang jalur hingga puncak terdapat area peribadatan umat hindu (Pura). Sayangnya, para peziarah ini banyak datang tidak diimbangi dengan kesadaran untuk tidak mengotori lingkungan. Sisa sesajen (organik dan anorganik) banyak berserak di sepanjang jalur dan setiap area pura. Digawangi oleh admin Indonesian Mountain regional Bali, Mas Akin, teman-teman dari komunitas pecinta alam Bali sengaja bergabung mengadakan pendakian untuk membersihkan gunung Batukaru.
Terbagi dalam 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari sepuluh orang anggota, aku tereksisting di kelompok 5. Masing-masing kelompok diberi 5 kantong untuk menampung sampah dari puncak selama perjalanan turun nanti. Aku berbaris persis di posisi depan Eko, sweper di kelompok kami.
"Nanti turunnya, kamu mungutin sampah bareng aku, ya, Mbak.", katanya. Aku menurut.
Malam sudah terlampau larut, sudah terlewat dari setengahnya ketika satu persatu kelompok diberangkatkan dengan jeda. Langkah kami jauh dari cepat. Aku sih flowing saja, diminta berhenti karena menunggu kelompok depan jalan duluan juga menurut. Panitia sibuk naik turun memastikan laju langkah per kelompok dan kesehatan para anggota. Salut lah. Sementara leherku yang terkalung slayer label panitia tidak berandil apa-apa. Hanya turut berjalan semampuku.
[caption id="attachment_353740" align="aligncenter" width="614" caption="Pura di Puncak Batukaru"]