Mohon tunggu...
Endah Arifia
Endah Arifia Mohon Tunggu... Guru - Jurnalis Kecil

Wa kullu man lam ya'taqid lam yantafi'

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Media Massa Terpasung Oleh Pihak Yang Berkepentingan

14 Desember 2018   23:48 Diperbarui: 15 Desember 2018   06:56 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media massa merupakan sarana yang memuat berbagai informasi  mengenai pengetahuan, wawasan, dan kronologi di alam sekitar yang dikonsumsi oleh khalayak ramai. Dapat dikatakan bahwa media massa sebagai penggali informasi ekonomi, sosial, edukasi, politik, dan religi.

Semua informasi atau berita yang termuat dalam media massa semata-semata ditujukan kepada masyarakat agar masayarakat tidak mengalami keterbelakangan mengenai isu-isu yang sedang membumi pada masanya. Namun realitanya berbalik, kondisi media massa kurang sesuai dengan misi yang diembannya. 

Maraknya berita hoax (tipuan) sebagai salah satu tanda penurunan kualitas terahadap media massa. Bisa jadi disebabkan oleh pihak tertentu (pembuat berita) yang hanya ingin mengais keuntungan semata tanpa menitikberatkan dampak dari suatu yang dilakukannya.

Saat ini kondisi media massa yang tersebar, sebagian bukan berdasarkan data yang faktual dan aktual melainkan konten dan viewer(penonton). Tak mau tahu fakta yang penting viral, khusunya media massa yang berbentuk online (media siber). Itulah kesan media massa yang dirasakan oleh netizen (pengguna internet). 

Terjadi dalam channel Youtube, semakin banyak viewer (penonton) yang mengunjunginya maka semakin banyak pula keuntungan yang didapat oleh pemilik akun youtube. Karena disponsorori oleh beberapa iklan yang ikut tayang sejenak ketika channel tersebut sedang ditonton.

Kemudian media massa hanya mencari apa yang disukai masyarakat bukan apa yang dibutuhkan masyarakat. Secara kontekstual, fungsi media massa sedikit tergeser. Mulanya sebagai wadah informasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,. Namun saat ini esensi dari fungsi tersebut hanya untuk kesenangan saja, mungkin dalam masa yang singkat, atau bahkan dalam hitungan jam. 

Setelah itu tidak menimbulkan bekas yang memberi kemanfaatan. Misalnya : gosip simpang siur selebritis. Iya, masyarakat lebih penasaran terhadap gosip. Jelas ini memberi ruang cela terhadap para pemberita. Semakin mudah mereka mencari simpatisan dari khalayak mengenai berita yang ia buat. Padahal kebenaran berita tersebut keakurasiannya belum terjamin.

Dalam beberapa channel stasiun  televisi (media elektronik), acara settingan lebih semarak dibanding acara yang berbau  berita atau infomasi. Sinetron lebih  diminati oleh khalayak. Sedangkan berita atau informasi seputar kejadian di alam sekitar diminati oleh jumlah yang minoritas. Miris memang, terkadang dalam sinetron tersebut ditemukan norma atau nilai yang kurang mendidik. Dalam berita pun demikian, terjadinya kerasisan antar golongan masing-masing demi mendukung jagoan tokoh politik yang mereka segani.

Selain media siber dan elektronik  yang keakurasian dan kualitasnya kurang terjamin, sering kali dalam media cetak ditemukan kesalahan dalam penyampaian berita baik berupa surat kabar, majalah, dan tabloid. Kesalahan dalam media cetak relatif kecil, mungkin hanya kesalahan dari sebagian tulisan yang dapat menimbulkan penafsiran ganda dalam memahaminya atau mungkin hanya kesalahpahaman dari pewawancara dalam memperoleh berita dari narasumbernya. 

Sebab hingga saat ini media yang patut dipercayai adalah media cetak. Karena media siber dan elektronik muncul dari sebuah perkataan atau omongan, yang seingkali bahkan dengan mudahnya menimbulkan suatu kebohongan (hoax). Mengaca dari para perawi hadits pun tidak menutup kemungkinan untuk berbohong, bisa jadi karena kurang dhabith (lemah hafalannya), kurang tsiqqah (terpecaya) sehingga mereka membuat hadist dengan mengada-ngada dan jadilah hadits palsu (hadits maudhu').

Seharusnya media massa tidak mementingkan pihak yang ingin menguasainya, baik dalam ajang bisnis(ekonomi) maupun politik. Idealnya, media massa berfungsi sebagaimana mestinya. Media massa harus berfungsi sebagaiamana misi yang diembannya yaitu menyampiakan infromasi atau kejadian alam sekitar yang bersifat faktual dan aktual tanpa embel-embel  (mengada-ada) sedikitpun.

Selanjutnya, media massa harus mengacu terhadap kode etik sebagaimana kode etik yang diterapkan dalam jurnialistik. Dalam kode etik sudah terhimpun etika profesi kewartawanan. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers, juga harus berpegang pada kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik mendorong persaingan media massa sehat antar praktisi, mencegah kecurangan antar rekan profesi, dan  manipulasi informasi oleh narasumber.

Kode etik jurnalistik juga mampu menggiring media massa untuk menyajikan informasi secara akurat. Para wartawan berlaku jujur, memiliki keberanian dalam mencari, melaporkan, dan menafsirkan informasi. Sebaiknya, wartawan atau jurnalis bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan hasil pekerjaan yang dilakukan, melakukan verifikasi sebelum menerbitkan berita, dan tidak memanipulasi narasumber. 

Dengan memperhatikan kode etik maka semua aktivitas dan hasil yang dikerjakan oleh wartawan akan berbuah positif. Semua wartawan dapat bekerja dengan mengandalkan keprofesionalitasan mereka dalam bidang yang mereka tekuni.

Tentunya jika problematika media massa kian menjadi-jadi dan tak teratasi kemungkinan besar akan menimbukan dampak negatif yang signifikan baik bagi penerbit maupun pembaca berita . Jika penerbit menerbitkan infomasi hoax maka pembaca tidak akan mempercayai berita yang Ia sajikan, otomatis kurva pelanggan dan penikmat berita turun secara drastis. 

Jelas, kerugian akan menimpa penerbit. Sugesti negatif yang termuat dalam berita akan ditiru dan dilakukan oleh pembaca lebih parahnya dapat mendarah daging dalam diri mereka, semakin mudah mereka berbohong dan memudahkan segala sesuatu yang mudah atau bahkan meremehkannya.

Semakin banyak konsumen yang mempercayai berita hoax dan kurang berkualitas semakin pula pembuat berita meraup keuntungan yang melimpah. Kebiasaan pembuat berita dalam membohongi akan berlangsung secara kontinyu. Karena mereka dapat meraup keuntungan dengan mudah. Dengan bangganya mereka mampu menghipnotis para pembaca dengan berita yang Ia buat semena-mena. Tanpa ada rasa tanggung jawab menganai berita yang Ia buat.

Oleh sebab itu hendakanya wartawan dilatih kerja secara profesional baik melalui seminar, diklat, atau pelatihan dan study banding tentang bidang kajian jurnalistik yang  Ia geluti sebagai solusi problematika pelik yang telah terjadi agar  tidak terulang kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun