Kesuksesan di dalam bidang apapun akan sulit tercapai jika seseorang tidak memiliki rasa percaya diri yang cukup. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang mampu mengikuti perkembangannya. Pendidikan merupakan proses pengembangan aspek-aspek kepribadian.
Manusia mempunyai potensi kepribadian yang dapat dikembangkan melalui penyediaan kondisi pendidikan yang tepat, agar dapat berperan dalam penentuan kualitas kepribadian.
Pendidikan mampu mengembangkan kepribadian individu dengan karaktristik yang berbeda, untuk itu pendidikan harus melihat potensi dasar yang dimiliki individu. Kenyataannya proses pendidikan tidak selamanya berjalan dengan lancar seperti hal yang diharapkan.
Siswa yang sudah menginjak bangku di kelas tiga saat berlangsungnya ujian semester, keberhasilan siswa dapat dilihat, apakah siswa akan lulus atau tidak.
Fenomena ketidaksiapan yang dihadapi siswa terlihat ketika mengikuti ujian yang sering terjadi pada siswa ketika mengikuti ujian semester seperti, sering kekamar mandi, wajah pucat, ketegangan fisik, gugup dan lain-lainnya. Kondisi tersebut merupakan bentuk-bentuk kecemasan.
Hal ini terjadi diakibatkan karena siswa mengalami kecemasan disebabkan oleh sikap negatif terhadap dirinya-sendiri, yaitu menganggap dirinya tidak mampu dan tidak berarti sehingga terjadi perilaku siswa yang menyimpang dari aturan yang berlaku.
Contoh-contoh dari kasus di atas membuktikan bahwa siswa mengalami kecemasan dengan ciri tidak memiliki keyakinan akan kemampuan diri.
Kecemasan yang dialami siswa kemungkinan bukan hanya dari diri siswa saja, melainkan dari aspek eksternal yaitu strategi pembelajaran yang tidak menarik mengakibatkan siswa tidak dapat memahami materi yang diajarkan dan kurikulum cara pembelajaran yang disampaikan guru terhadap siswanya kadang monoton, metode pembelajaran, maupun media pembelajaran, sehingga siswa didik cenderung pasif dan bosan dalam menghadapi pembelajaran di kelas.
Suasana kelas bagaikan "kerangkeng penjara" yang pengap dan sumpek, tanpa ada celah "kebebasan" bagi peserta didik untuk menikmati kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, bahkan Siswa didik diperlakukan bagaikan "tong sampah" ilmu pengetahuan yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu, tanpa memiliki kesempatan untuk melakukan pendalaman, refleksi, dan dialog.
Pada diri siswa tidak ada keberanian bertanya akibatnya waktu ujian berlangsung siswa tidak memiliiki kesiapan untuk menguasai materi yang diujikan
Berdasarkan pengalaman empiris, kurang kreatifnya guru dalam melakukan inovasi pembelajaran memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi yang seharusnya dicapai.
Selain strategi pembelajaran dan guru bidang studi yang ikut berperan penting dalam upaya menurunkan tingkat kecemasan yaitu, Orang tua siawa harus memberikan perhatian yang lebih kepada anak-anaknya. Permasalahan dan beban yang terkait dengan akademik anak mestinya diserahkan seutuhnya pada lembaga pendidikan.
Orang tua harus bisa mendekatkan diri kepada anak-anaknya, memberiakan motivasi, membangun kepercayaan diri sang anak serta memberikan dukungan moral dan moril, yang nantinya diharapkan orangtua dan anak dapat menjalin hubungan yang akrab dan terbuka terhadap siswa, sehingga siswa mampu mengungkapkan permasalahan yang dihadapi guna meningkatkan belajarnya.
Adanya hubungan tersebut, siswa dapat lebih berprestasi dan perasaan cemas pada saat ujian semester juga tidak terlalu tinggi
Selain pihak sekolah, oran tua, guru bidang studi, strategi pembelajaran dan orang tua, pihak yang berperan dalam menurunkan tingkat kecemasan ada pihak lain yang ikut berperan yaitu guru bimbingan dan konseling di sekolah, di sini guru bimbingan dan konseling harus membangun kepercayaan diri siswa, memotivasi siswa, membesarkan diri siswa, menyiapkan mental siswa agar siswa siap mengikuti ujian, serta mengadakan konsultasi.
Kenyataannya Sampai saat ini guru bimbingan dan konseling di sekolah masih sering dianggap menakutkan dan sering dikenal sebagai polisi sekolah, siswa menganggap guru bimbingan dan konseling hanya mengurusi siswa yang bermasalah saja.
Fenomena tersebut anak menjadi takut untuk berhubungan dengan guru bimbingan dan konseling seperti contohnya siswa canggung untuk berkonsultasi tentang permasalahannya dengan guru bimbingan dan konseling.
Untuk menangani siswa yang tidak berani menceritakan keluh kesahnya, guru bimbingan dan konseling harus memiliki keterampilan konseling. Keterampilan konseling adalah keterampilan berkomunikasi yang penting dan sangat efektif untuk membantu orang lain. Seorang guru bimbingan dan konseling dapat menerapkan keterampilan konseling untuk membantu menceritakan masalahnya.
Guru bimbingan dan konseling juga harus bisa mendekatkan diri pada siswa sehingga siswa akan menganggap guru itu sebagai teman bukan sebagai guru yang menakutkan, jika guru sudah dianggap oleh siswa sebagai teman, maka lebih mudah guru untuk melatih siswa dalam mengungkap permasalahannya kepada orang lain.
Cara siswa memecahkan masalah yang dihadapi seperti masalah kecemasan menghadapi ujian semester dalam menyelesaikan dan memecahkan masalahnya dengan jalan yang berbeda-beda, ada yang dapat dengan cepat menyelesaikan masalahnya tanpa harus meminta bantuan orang lain, namun ada pula siswa yang harus dibantu dengan banyak orang untuk dapat menyelesaikan masalah, ada pula siswa yang tenang dalam menyelesaikan masalah, ada pula siswa dalam menyelasikan permasalahnya itu terburu-buru dengan perasaan yang cemas.
Cara seseorang dalam menyelasaikan permasalahan tersebut berbeda-beda. Salah satu hal yang penting dalam memecahkan masalah kecemasan menghadapi ujian semester adalah motivasi, dengan adanya motivasi yang tinggi dan tidak mudah putus asa.
Belajar memecahkan masalah dapat diperoleh siswa ketika berada di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Saat di sekolah, siswa dapat belajar memecahkan masalah ketika bersama guru pembimbing, kepala sekolah, guru bidang studi dan dengan teman sekelas.
Cara-cara siswa dalam memecahkan masalahnya, yang menjadi permasalahan yaitu siswa yang harus dibantu dengan banyak orang untuk dapat menyelesaikan masalah dan menyelesaikan permasalahnya itu terburuburu dengan perasaan yang cemas.
Guru bimbingan dan konseling di sekolah menggunakan berbagai macam metode tertentu dalam layanan bimbingan dan konseling, yang biasanya disebut dengan istilah metode pengajaran di sekolah.
Ada berbagai macam metode pengajaran yang biasa dilakukan guru bimbingan dan konseling di sekolah, salah satunya adalah dengan diskusi kelompok.
Diskusi kelompok, siswa belajar untuk berbicara di depan orang lain, belajar menghargai pendapat orang lain, belajar untuk bersikap terbuka, melatih kepercayaan diri dan belajar untuk dan berfikir kritis.
Siswa harus percaya pada kemampuannya sendiri, dan dia harus berfikir bahwa dirinya bisa untuk melakukannya. Pengalaman ini tidak banyak diperoleh jika melalui metode ceramah yang mayoritas dilakukan guru bimbingan dan konseling di sekolah, karena dalam metode ceramah, siswa cenderung lebih pasif karena guru bimbingan dan konseling yang lebih banyak berbicara.
Guru bimbingan dan konseling dapat membantu siswa yang mengalami permasalahan kecemasan menghadapi ujian dengan memberi layanan diskusi kelompok.
Untuk menghidupkan suasana kompetitif, setiap kelompok harus terus dipacu untuk menjadi kelompok yang terbaik oleh karena itu, selain aktivitas anggota kelompok, peran ketua kelompok sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kelompok dalam mempelajari materi ajar yang disajikan.
Peran guru dalam metode diskusi kelompok hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing terbatas. Artinya, guru hanya melakukan intervensi ketika betul-betul diperlukan oleh siswa.
Hal ini bisa terjadi karena pada setiap kelompok diskusi terjadi suasana kompetitif untuk menjadi yang terbaik pada setiap kelas sehingga terpacu semangat setiap kelompok untuk memahami setiap materi ajar yang didiskusikan.
Selain itu, setiap kelompok dipilih secara demokratis oleh para siswa sehingga mampu mewujudkan suasana yang akrab dan harmonis di antara sesama anggota kelompok. Kondisi semacam ini sangat diperlukan ketika para siswa harus mempelajari banyak materi ujian.
Faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi ujian semester
- Faktor internal yaitu faktor-faktor yang timbul dari dalam individu seperti rasa ketakutan, frustasi, pola pikir yang salah, ketakutan akan ketidak mampuan untuk behubungan secara interpersonal atau adanya konflik interpersonal yang terbentuk dari pengalaman masa bayi dan masa anak-anak.
- Faktor eksternal, yaitu faktor yang timbul karena dorongan dari luar individu, seperti situasi tertentu melelui proses belajar, keadaan lingkungan dalam menghadapi situasi yang mencemaskan, mekanisme belajar melalui pengalaman orang lain (guru dan orang tua), proses intruksional berupa informasi-informasi yang disampaikan.
Layanan Bimbingan dan Konseling yang Dapat Menurunkan Tingkat Kecemasan Diri Siswa
Dalam perjalanan hidup manusia terdapat tahap-tahap perkembanganyang harus dilalui, tahap-tahap tersebut adalah masa kanak-kanak, remaja dan masa dewasa.
Untuk melalui tahapan-tahap itu dengan baik dan mencapai hasil yang optimal seseorang membutuhan orang lain dalam setiap perkembangannya. Misalnya layanan bimbingan dan konseling semakin dibutuhkan, terutama ketika siswa berada pada usia remaja. Pada masa remaja terjadi banyak perubahan, baik itu perubahan fisik dan psikhis.
Dalam menghadapi perubahan tersebut tidak semua remaja dapat melaluinya dengan baik. Ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan remaja mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya Perubahan psikis dalam diri remaja juga dapat menimbulkan masalah bagi remaja itu sendiri apabila tidak mendapatkan arahan dan bimbingan yang cukup dari orang tua dan lingkungan. Remaja mudah sekali merasa cemas jika menghadapi suatu masalah.
Misalnya saja saat akan menghadapi ujian semester. Remaja merasa dirinya kurang pintar, kurang mampu, kurang rajin sehingga sudah merasa gagal saat ujian nanti.
Disilah perlunya guru bimbingan dan konseling. Jadi guru bimbingan dan konseling dapat membantu siswa untuk meminimalisir rasa cemas yang berlebihan tersebut dengan merubah rasa cemas menjadi motivasi yang lebih membangun.
Oleh : Endah Puspita Sari - Mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Ahmad Dahlan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI