Hari ini saya lelah lahir batin. Setelah sekian lama pembelajaran berlangsung secara daring. Semester ini sudah memasuki bulan keempat. sudah menjelang kahir semester saja. Materi yang disampaikan tersendat-sendat. Padahal sudah dibuat sedemikian sederhana. Sudah diupayakan dengan berbagai media. Sudah diberi bantuan pulsa juga. Tetapi menurunnya gairah belajar siswa tak dapat dihindari.Â
Kami menggunakan LMS yang sangat sederhana, google clasroom.  Yang lebih ringan beban kuotanya dan mudah mengaksesnya. Saya menyiapkan materi  dengan menggunakan berbagai ragam media. Tujuannya hanya satu, agar pembelajaran daring tidak garing.Â
Awalnya memang berhasil. Apa yang membuat mereka merasa nyaman saya upayakan. Tetapi akhirnya, sampai di fase ini sepertinya mereka sampai di titik jenuh. Motivasi belajar mereka anjlok. Bahkan sekedar untuk merespon chat gurunya saja, mereka tak punya daya.Â
Saya setuju bahwa yang guru harus kreatif agar pembelajaran daring yang dilakukannya diminati siswa, tidak membuat siswa  boring dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Itu memang tugas guru.Â
Guru harus tetap semangat untuk keluar dari permasalahan yang saat ini dihadapi. Saya mencermati penjelasan Mendikbud tentang penyederhanaan kurikulum, tentang target kurikulum yang tidak boleh dipaksakan dan juga tentang penilaian yang berbasis karakter.Â
Permasalahannya memang sangat kompleks dan juga unik. Kompleks karena saling tumpang tindih. Sumber masalah dari mana-mana. Cara mengatasinyapun tidak mudah. Selesai di sini muncul masalah baru di sana dan sebaliknya. Kondisi sekolah sangat beragam. Siswanya majemuk. Selain itu, Indonesia adalah negara yang multibudaya dan penduduknya juga multi karakter. Maka bersabarlah.Â
Mungkin ini terlihat seperti keluhan atau sekedar curahan hati. Tetapi sebenarnya kalau menurut saya ini hanya sebuah catatan kecil yang mungkin terlewatkan. Belajar dari rumah adalah konsep belajar mandiri. Siswa mengelola sendiri waktunya dan menentukan kapan harus belajar. Waktunya fleksibel. Kapan mengisi presensi, mempelajari materi dan mengerjakan tugas terserah siswa. Kepada mereka diberikan batasan-batasan bagaimana cara mengerjakan dan kapan batas akhir pengumpulannya.Â
Di sinilah permasalahannya. Sepintas hal ini seperti belajar yang membebaskan. Tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa untuk mengelola waktu itu mereka masih membutuhkan bimbingan. Belajar yang tidak terjadwal membuat mereka cenderung mengabaikannya.Â
Masalah juga tidak hanya bersumber pada ketidakmampuan siswa dalam mengelola waktunya. Tidak terjadwalnya waktu belajar siswa juga membuat orangtua sering "lupa" bahwa anak-anak juga perlu belajar.Â
Siswa saya, selama Belajar dari rumah mempunyai tugas tambahan yaitu bekerja atau membantu pekerjaan orangtua mereka. Bekerja di sini dalam arti bekerja yang sesungguhnya. Ada yang menjadi kuli bangunan. Ada yang menjadi bekerja di pasar. Ada yang bekerja sebagai kernet truk angkut antar daerah. Ada yang bekerja sebagai pekerja di ladang atau di sawah. Ada juga yang membantu pekerjaan orangtuanya. Pekerjaan dengan tanggungjawab sebagai orang dewasa. Jam kerja mereka ada yang lima jam sehari ada yang sampai sembilan jam sehari.Â
Saya adalah guru SMk. Dilihat dari usia, Â siswa-siswi saya memang sudah bisa mengambil alih tanggungjawab orang dewasa. Maka tidak bisa diabaikan fenomena ini. Tanpa sadar sebagian orangtua memang sangat "diuntungkan" dengan adanya BDR ini. Inilah yang kemudian menjadikan para siswa tidak punya cukup waktu untuk belajar dan menyelesaikan tugasnya sebagai pelajar. Tentu tidak semua siswa terlibat dalam urusan pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Tetapi penangannya akan menjadi agak sulit.Â
Maka ketika hari ini saya lelah menunggu respon dari mereka. Saya cek link presensi tidak ada separo kelas yang mengisi, saya cek link ulangan baru duapertiga kelas yang mengerjakan padahal link itu saya bagikan minggu yang lalu, saya cek keaktifan mereka di kolom komentar juga nihil, saya merasa penat. Adakah pembaca yang bersedia memberi masukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H