Mohon tunggu...
Endah Susilawati
Endah Susilawati Mohon Tunggu... Guru - Tinggal di pelosok desa tetapi ingin tahu banyak hal

seorang pembelajar yang ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru, Pelatihan, dan Sertifikat

27 September 2020   21:23 Diperbarui: 28 September 2020   20:37 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengikuti diklat online jadi hal biasa yang dilakukan guru di masa pandemi| Ilustrasi: Eduversal via Kompas.com

Sudah bukan aneh lagi, guru mengikuti diklat online di masa pandemi ini. Menurut saya ini bagus. Saya sudah pernah menulis tentang nilai positif mengikuti diklat secara daring bagi guru. Lembaga penyelenggara diklat juga tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Guru tinggal memilih saja, apa yang dibutuhkan. 

Rata-rata yang ditawarkan adalah diklat tentang penguasaan pembelajaran berbasis IT seperti pembuatan media yang memanfaatkan berbagai aplikasi. Yang membuat pembelajaran daring lebih menarik dan tidak membosankan.

Penyelenggara diklat online ini umumnya adalah pemerhati pendidikan yang merasa prihatin dengan kondisi guru kebanyakan yang dianggap tidak/kurang siap melaksanakan pembelajaran daring, selain tentu saja karena pintar menangkap peluang.

Tidak apa-apa. Semua sah-sah saja. Yang pasti sama-sama untung. Di pihak guru beruntung karena mendapat ilmu dan mendapat sertifikat. Di pihak penyelenggara dapat pahala karena mendistribusikan ilmu dan mendapat penghasilan.

Dalam tulisan ini, saya akan fokus ngrasani lembaga penyelenggara diklat. Tentang penyelenggara diklat, di atas sudah saya uraikan sedikit siapa penyelenggara diklat ini. 

Dia bisa organisasi profesi yang bekerja sama dengan pengembang LMS, ada juga lembaga resmi pemerintah yang memang bertugas meningkatkan kompetensi pendidik dan lembaga swasta yang mengatasnamakan komunitas peduli pendidikan.

Kebetulan saya sudah beberapa kali mengikuti diklat yang diadakan beberapa penyelenggara diklat. Dari pengalaman saya, penyelenggara diklat ini bisa dibedakan dalam kelompok profesional dan amatir. 

ilustrasi pribadi
ilustrasi pribadi
Yang profesional sangat memperhatikan kaidah penyelenggaraan diklat. Narasumbernya OK atau bahasa terkininya top markotop. Beliau berkompeten dengan materi yang disampaikan. Jumlah peserta dibatasi sehingga layanan yang diberikan sangat maksimal. 

Perangkatnya tidak gratisan. Penyelenggaraan dari awal hingga akhir sesuai jadwal dan penjadwalannya mempertimbangkan kemampuan calon peserta. Sertifikat diberikan tepat waktu dan minim kesalahan.

Yang kurang profesional atau amatir misalnya tidak membatasi jumlah peserta. Ada diklat yang diikuti ratusan peserta. Bagaimanapun mengendalikan peserta dalam jumlah yang sangat banyak tentu tidak mudah. 

Kemampuan narasumber dalam merespon pertanyaan peserta pastinya juga terbatas, sehingga banyak peserta kecewa karena pertanyaannya diabaikan. Ada juga penyelenggara diklat yang lamban dalam pencetakan sertifikat. Bagi peserta diklat ini juga cukup mengecewakan.

Sedikit tentang sertifikat dan peserta diklat. Selama ini, yang saya tahu, setiap flyer yang menginformasikan penyelenggaraan diklat selalu mencantumkan sertifikat setara sekian jp dan diakui atau tidak itulah yang menjadi daya tarik guru untuk mengikutinya. 

Permasalahannya adalah guru membutuhkan sertifikat itu untuk melengkapi administrasi kedinasan. Terutama untuk guru ASN. Setiap tahun guru membuat program SKP. 

Dalam program itu guru merencanakan apa saja yang akan dilakukan dalam setahun ke depan. Ada unsur yang harus dipenuhi oleh guru yaitu unsur pengembangan diri. Unsur ini diterjemahkan sebagai bentuk kegiatan guru dalam mengembangkan kompetensinya. Diklat adalah salah satu diantaranya. 

Di dalam diklat diharapkan guru mendapatkan sesuatu (baca:ilmu) yang secara langsung atau tidak langsung akan meningkatkan kompetensi guru dan berimbas pada peningkatan layanan saat menjalankan tugasnya. Bukti fisik kalau guru mengikuti diklat adalah laporan, surat tugas, dan sertifikat. 

Jadi urusan sertifikat ini memang penting bagi guru yaitu sebagai bukti fisik yang harus diunggah di foldernya. Itulah sebabnya mengapa guru selalu nyinyir untuk urusan sertifikat ini begitu selesai mengikuti pelatihan.

Sebetulnya mengikuti diklat itu yang utama adalah mendapatkan ilmu dari diklat kemudian menerapkannya. Sertifikat adalah bonus. Jadi kalau mengikuti diklat tetapi tidak dapat ilmunya ya rugi besar meskipun mendapatkan sertifikat. 

Tetapi mengikuti diklat mendapat ilmu dan bisa menerapkan ilmu itu dan tidak mendapat sertifikat ya rugi juga. Rugi karena administrasi kedinasannya terhambat. 

Guru ini akan mendapat sanksi dan bisa-bisa terhambat dalam urusan kenaikan pangkat. Jadi agar tidak rugi ya seharusnya peserta mendapat semuanya yang menjadi haknya, sesuai dengan apa yang disampaikan di awal saat menawarkan penyelenggaraan diklat.

Bukankah sertifikat memang menjadi hak peserta? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun