Perubahan budaya, ekonomi, dan stara sosial pun berubah seketika. Kepanikan, kegelisahan, kekhawatiran, dan gundah gulana menjadi "penyakit" baru sebagian besar masyarakat negeri ini. Termasuk guru.
Guru yang terbiasa mengajar dengan tatap muka di dalam kelas, tiba-tiba "dipaksa" mencari terobosan baru dalam mengajar. Kondisi ini sebenarnya  dimaksudkan agar interaksi mengajar di dalam kelas tidak menjadi lumpuh.Â
Demikian juga dengan lembaga terkait. Kemendikbud, pemda, dinas pendidikan dan sektor yang terlibat sebagai pemangku kepentingan berupaya keras mencari terobosan baru dalam proses pembelajaran di tengah ancaman covid-19.
Terobosan baru proses pembelajaran di era Covid-19, akhirnya berkiblat kepada aplikasi daring seperti google classroom, google hangout/meet, zoom, cisco webex, kahoot, dan quizzis.Â
Aplikasi ini disinyalir mampu mencairkan kebekuan pembelajaran siswa di kelas sekaligus sebagai penangkal ancaman Covid-19. Namun, apa hendak di kata aplikasi daring ini setelah diuji coba beberapa waktu lalu disinyalir tidak efektif.
Ketidakefektifan ini bukan saja disebabkan karena faktor sarana dan prasarana pembelajaran yang masih minim. Akan tetapi, kapasitas guru, demografi wilayah, dan kesiapan komponen pendidikan belum merata.Â
Fakta dilapangan menunjukkan, tidak seluruh guru melek informasi dan teknologi. Tidak seluruh siswa memiliki handphone, dan tidak seluruh wilayah memiliki jaringan internet yang baik.Â
Itulah sebabnya, aplikasi  daring ini terasa masih asing. Meskipun terasa asing, guru tetap berupaya mengoptimalkan pola pembelajaran daring tersebut.Â
Hal tersebut dilakukan agar mutu pendidikan tidak layu. Setidaknya, pembelajaran  daring ini menjadi benteng agar siswa tetap memiliki semangat belajar.
Untuk meningkatkan kapasitas dan semangat belajar siswa di rumah, Kemendikbud selanjutnya menggandeng TVRI sebagai mitra belajar siswa.Â
Namun, terobosan itu dinilai tidak efektif. Terbukti siswa tidak respon dengan gagasan pembelajaran via TVRI. Mereka lebih tertarik game, you tube, dan medsos daripada menonton TVRI. Berdasarkan gejala tersebut, maka tayangan pembelajaran di TVRI hanya seumur jagung. TVRI tidak lagi menayangkan acara sejenis.