Pagi pun tiba, dibangunkan oleh suara alarm yang sebelumnya sudah di setting pukul 05.00 pagi, saya bangkit dan membuka tenda untuk menyaksikan pemandangan di luar, namun sangat disayangkan cuaca saat itu tidak mendukung, langit berselimut kabut yang tebal sehingga sang mentari tidak mau menampakkan sinarnya. Kecewa dengan keadaan saat itu yang jauh dari harapan, namun semua ini alam yang mengatur mungkin pendakian kali ini belum tepat dan saya berjanji akan megulanginya lagi suatu saat nanti.
Saya segera menyiapkan sarapan pagi karena perjalan masih panjang, tujuan selanjutnya adalah Pondok Saladah yang hanya 5 menit saja jaraknya dari Ghoberhoet tempat saya berkemah. Setelah semuanya selesai saya segera bergegas menuju ke tujuan selanjutnya, berjalan dengan penuh semangat karena sudah tidak sabar ingin melihat ada apa di Pondok Saladah TWA Papandayan.
Dengan melewati hutan yang cukup lebatdan tumbuhan Cantigi Gunung akhirnya sampai juga di Pondok Saladah, papan pengumuman himbauan kesehatan nampak ada di sini untuk saling mengingatkan kepada kita agar selalu mengutakan kesehatan saat Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
Di lokasi ini saya beristirhat cukup lama, berkeliling melihat hamparan bunga Edelweiss Jawa (Anaphalis javanica) atau bunga abadi yang hanya ada di ketinggian tertentu, bunga Edelweiss Jawa ini dilindungi oleh karena itu kita tidak boleh memetiknya, cukup menikmatinya saja. Selain itu banyak saya temukan berbagai jenis fauna seperti kupu-kupu dan kumbang yang hinggap diatas bunga Edelweiss.
Tidak lupa saya mengeluarkan kamera untuk mengabadikan flora dna fauna yang ada di kawasan Pondok Saladah TWA Papandayan. Keanekaragaman hayati di TWA Papandayan masih terjaga dengan sangat baik, kita harus bersama-sama untuk menjaganya agar keanekaragaman hayati ini akan dapat disaksikan oleh anak cucu kita kelak.
Mari kita jaga bersama kelangsungan hidup mereka agar dapat bermanfaat bagi umat manusia.Â
Setelah cukup puas di Pondok Saladah saya melanjutkan perjalanan menuju hutan mati, berjalan dengan penuh semangat karena hutan mati merupakan lokasi terakhir yang akan saya kunjungi di pendakian kali ini.
Pemandangan yang sangat indah menghiasi perjalanan ku menuju hutan mati, ekosistem yang terdapat di kawasan ini masih sangat alami. Akhirnya saya sampai di kawasan hutan mati setelah berjalan cukup lama sekitar 30 menit dari Pondok Saladah. Hutan mati terbentuk ketika erupsi tahun 2002 menyisakan banyak sekali pohon-pohon Cantigi yang terbakar membentuk ranting yang sangat unik.
Kawasan hutan mati wajib dikunjungi oleh setiap pengunjung yang datang ke TWA Papandayan, di hutan mati kita tidak boleh menaiki ranting pohon untuk menjaga agar keindahan nya tetap terjaga. Banyak momen yang saya abadikan disini sehingga terasa betah dan tidak mau segera beranjak dari tempat ini, tapi waktu semakin sore mengisyaratkan saya untuk turun kebawah.Â
Sungguh pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan sampai kapanpun, Taman Wisata Alam Papandayan dengan eksotisme alamnya yang sangat indah telah menorehkan kenangan di petualangan perdana yang saya lakukan tahun ini. Ayo bertualang lupakan penat yang selama ini kita rasakan, keindahan alam Indonesia merupakan anugerah dari Sang Pencipta untuk kita jaga dan rawat bersama.
Pengalaman petualangan alam pertama yang sangat indah di Taman Wisata Alam Papandayan, dan telah mengajarkan saya bahwa begitu penting untuk bisa menjaga kelangsungan keanekaragaman hayati yang ada di lingkungan kita, keindahan itu tercipta berkat kesadaran dari semua pihak untuk menjaga dan melestarikan alam.