Mohon tunggu...
Encep Mulyadi
Encep Mulyadi Mohon Tunggu... -

Belajar Tiada Henti, Hingga Sang Pencipta Menjemputmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ternyata, Bukan Kamu

4 Agustus 2018   14:18 Diperbarui: 4 Agustus 2018   14:55 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Hidup ini indah jika disyukuri. Hidup ini nikmat jika dijalani. Alkisah, seorang pengembala domba hidup di Desa yang penuh asa. Hari-harinya disibukan dengan belajar, mengaji, membantu orang tua dan tentunya mengembala. Selepas pulang sekolah, setelah shalat dzuhur dikeluarkannya domba-domba dari kandang. dipegangnya cemeti kecil terbuat dari tali plastik . Gagangnya terbuat dari belahan bambu yang sudah dikeringkan. Cemeti itu cukup ampuh untuk menghalau domba yang mencoba makan tanaman yang biasa ditanam penduduk desa di sepanjang jalan desa. Terkadang cemeti kecil itu juga ampuh untuk mengusir domba yang mencoba masuk kebun warga. Di dalam ransel kecil yang diselendangkan ke bagian kiri tubuhnya selalu ada air teh. ya, air teh kemarin yang sengaja disimpan yang menjadi kesukaannya. Aromanya yang khas dan terasa dingin karena hawa alami desa yang sejuk menjadi kenikmatan tersendiri untuk meminumnya. Sementara di desa sebrang, seorang gadis kecil asik bermain congklak bersama teman-temannya. Mereka bertiga teman satu kelas. Teman belajar dan bermain. Anak perempuan yang berkulit sawo matang dan terlihat manis terkenal sebagai anak yang pandai dan berprestasi di Sekolahnya. Selain berprestasi dalam akademik, ia juga sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diadak sekolah terutama pramuka. 

***

Hamparan sawah yang luas dan hijau menambah asri desa. Tak bosan-bosannya ia menikmati pemandangan itu sambil sesekali menengok domba yang sedang asyik makan rumput yang sedang hijau-hijaunya. Menjadi anak desa, membuatnya merasa bebas dan puas. bebas mau main kemanapun menjelajahi  desa tanpa takut ada yang menculik atau lupa jalan pulang. Puas karena bisa menghabiskan  masa kanak-kanaknya dengan normal dan mencipakan dunianya sendiri tanpa ada yang mengganggu. Alam yang ada disekelilingnya menjadi teman sehari-harinnya, seolah alam adalah jiwanya. 

Bersambung ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun