Mohon tunggu...
Reca Ence AR
Reca Ence AR Mohon Tunggu... wiraswasta -

1964 Lahir di Sukabumi, Jawa Barat. Salam kompasiana ...salam bahagia dan tetap bersahaja\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penggugah Syimponi Kematian

7 Februari 2010   00:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:03 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Pesan dibalik Perjalanan" ..................................... ***** “Aaah …. Beres “ Ramadhan mengosok-gosokkan tangannya seraya membersihkan dari kotoran tanah “Gimana bu ?” “Bagus….Cuma…..kalau yang rimbunnya sebelah kanan, sepertinya akan lebih bagus, biar mengimbangi rimbunnya Cemara Udang yang agak mengarah ke kiri, kalau tetap begitu, pohon cemara udangnya yang di putar..”jelas Hasanah Begitulah cara mereka mengkomunikasikan ide, bila ada yang terasa tidak cocok mereka selalu terbuka untuk ungkapkan dengan sudut pandang masing-masing sebagai argumentasi, lalu menawarkan solusi. Mereka sedang menata taman halaman depan rumahnya yang baru selesai dibangun, sengaja dikerjakan sendiri, selain mengirit biaya, juga bisa mengekspresikan keinginan yang ada, juga akan lebih terasa ikatan emosional antara pohon yang ditanam dengan penanamnya, begitulah pikir mereka. “Kenapa sih Yah nanam pohon Kemboja, kan itu tanaman ‘Kuburan’” “Itu dulu bu,… sekarang orang lebih melihat sisi ‘seni’nya dan nilai-nilai estetika suatu benda, daripada komunitas keberadaannya” jelas Ramadhan “Coba ibu lihat ……. Betapa artistiknya liukan dahan-dahannya, seksi sekali, seolah dia sedang bercerita tentang hidupnya……… Subhanallah …….Robbana maa kholaqta haadza baatilan subhanaka faqina adzaabannar …..”sambil menengadahkan kedua tangannya “Do’a apaan tuh Yah ……. Ibu baru dengar” “Pengajian minggu kemarin ayah dapat ilmu dari pak Ustadz, kalu kita melihat sesuatu yang mengagumkan, ucapkanlah do’a diatas yang artinya ‘Wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari api neraka’………..” “Tulis dong Yah….ibu pengen juga ngapalin” “Beresss…….” Ramadhanpun mencuci tangannya, lalu duduk diteras depan sambil meneguk segelas air putih dingin “Sebenarnya selain mempunyai nilai seni, ayah punya tujuan tersendiri dengan menanam pohon kemboja ini” Ramadhan mengambil goreng pisang yang masih hangat yang disediakan istrinya “Tujuan apa?” “Biar kita banyak mengingat kematian” “Koq mengingat kematian sih Yah?” “Pak Ustadz menjelaskan bahwa, mengingat mati adalah suatu kemestian bagi setiap muslim agar lebih giat beribadah dan tidak terbuai dengan segala kehidupan dunia karena ia selalu ingat bahwa semua itu pasti akan ditinggalkannya bila saat tiba. “ “Disamping itu ada hadits dari. Ibnu Majah (4259) (dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani.) bahwa : ‘Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas.’ “Maksudnya cerdas Yah? “Allah berfirman dalam QS Ali 'Imran 185. ‘Setiap jiwa pasti akan merasakan mati…’ maksud cerdas disini ialah tidak melupakan hal-hal yang sudah pasti yaitu mati dan selalu mengkalkulasi (menghisab) diri untuk mempersiapkannya” “Lah hubungannya dengan pohon Kemboja apa?” “Nah ..ibu sendiri yang mengatakan kalau pohon kemboja adalah pohon ‘Kuburan’, kuburan kan perumahannya orang mati, berarti ketika melihat pohon kemboja kita langsung ingat kematian, gitu lho bu maksud ayah” “Jadi melemahkan semangat hidup dong?” “Kematian yang kita pahami adalah kematian menurut konsep Al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw, yaitu sebagai pintu bagi kita untuk menuju alam berikutnya yang kekal dan abadi, ………ibu masih ingat ga ?” “Apa?” “ada ungkapan ‘ Kejarlah akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok, dan kejarlah duniamu seolah engkau akan hidup 1000 tahun lagi’…..disini kita harus pandai menempatkan kapan harus mengingat mati dan kapan harus berjuang mempertahankan hidup..” “Begitu ya…? “Disamping itu, mengingat mati selain mendorong kita untuk melakukan kebajikan dan menghindari berbuat dosa, juga membuat manusia tak larut dan terbuai dalam kepentingan dunia melulu, sehingga tidak menghalalkan segala cara untuk mengejar harta, pangkat dan kesenangan , malah mengingat kematian akan menimbulkan gairah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.” “Banyak cara untuk mengingat kematian, seperti ziarah kubur, menjenguk orang yang sakit apalagi yg sedang mengalami sakaratul maut, para ahli ibadah dahulu ada juga yang selalu menggantungkan kain kafan di kamarnya ….. dan banyak lagi yg lainnya” “Iiiihhhh….. takut ah kalau kain kafan menggantung di kamar” Hasanah mengerutkan kening “Makanya untuk kita cukup pohon kemboja saja “ “Iya betul juga Yah …. Walau tetangga kita satu persatu meninggalkan kita, tapi kita jarang sekali berpikiran akan mati, sepertinya pasti hidup terus” “Alhamdulillah ……… ibu sudah mulai memahaminya, namun dengan mengingat mati bukan berarti kita tidak bisa hidup 1000 tahun , malah kita bisa hidup seumur dunia ini” “Gimana sih Ayah …… usia Umat Muhammad Saw kan berkisar antara 60 sampai 70 paling top 100 tahun itupun sudah seperti anak-anak lagi…” “Maksud ayah, seseorang akan tetap terasa hidup walaupun jasadnya mati, yaitu hidupnya yang dipenuhi dengan ‘karya-karya’ yang bermanfaat untuk kehidupan orang banyak……., makanya kalau kita ingin tetap hidup (dikenang orang) , kita harus berkarya, menorehkan sesuatu yang bermanfaat, selalu berbuat kebaikan ….” “OK deh ….. mulai sekarang kita tanamkan semuanya agar kita menjadi orang yang di cintai Allah dan mahluknya ……” “Amiiiinn ……….” “Besok ibu mau beli batu ‘Nisan’…” “Haaah……………” ………… Sorepun berlalu, menyambut gelap malam dan rembulan, kumandang adzan magrib menggema menggetarkan semesta. Bergemuruh dihati pecinta-Nya, menelusup ke pori-pori keimanan hamba-Nya yg ta’at ………………………….. …………….Allahumma bika amsainaa wa bika ashbahnaa, wa bika nahyaa wa bika namuutu wa ilakan nusyuur …………………… (Yaa Allah,…karena Engkau kami masuk di waktu sore, karena Engkau kami masuk di waktu pagi, karena Engkau kami hidup, karena Engkau kami mati dan kepada Engkaulah tempat kembali) ..... *** ‘Rumah Sahaja’ EAR Ciputat Peb’10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun