Mohon tunggu...
Reca Ence AR
Reca Ence AR Mohon Tunggu... wiraswasta -

1964 Lahir di Sukabumi, Jawa Barat. Salam kompasiana ...salam bahagia dan tetap bersahaja\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alhamdulillah .......

25 Februari 2010   09:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Ngobrol sama Ustadz Kampung)
.
“Tadz…. Ketika kita merasakan suatu kenikmatan atau suatu kebahagiaan atau selesai melakukan sesuatu, kenapa sih kita harus mengucapkan Alhamdulillah, Alhamdulillah kan artinya ‘segala puji bagi Allah’ , koq kita malah memuji Allah ?” tanyaku pada suatu hari ba’da shalat subuh
“Pertanyaan yang bagus,…. kita terkadang mengucapkan sesuatu tapi makna yang kita ucapkan belum kita pahami, hanya ikut-ikutan orang saja belum paham ilmunya, padahal beramal tanpa ilmu adalah sia-sia”
“Maksudnya sia-sia Tadz?”
“Yaaah… tidak mendatangkan suatu kebaikan untuk kita, makanya Rasulullah SAW sangat menekankan kita untuk selalu menuntut ilmu, agar amal-amal kita mendapat feedback balik kepada kita berupa kebaikan dan manfaat serta keberkahan dari Allah SWT.”
“Nah kalau hubungannya rasa syukur dengan pujian, gimana tuh Tadz?”
”Ketika kita mendapatkan sesuatu yang menyenangkan hati, atau mendapat materi hasil kerja kita, dengan sendirinya kita akan bersyukur, kenapa harus mengucapakan pujian kepada Allah?, mari kita teliti bersama…..” Pak Ustadz merapikan duduknya
“Bagaimana perasaan bapak ketika mendapatkan materi lebih dari hasil kerja sendiri” tanyanya
“Merasa bangga Tadz, karena merasa mampu memberikan sesuatu untuk keluarga dengan hasil keringat sendiri”
“Nah disinilah titik pentingnya kita mengucapkan Alhamdulillah, rasa bangga ini lah yang rawan mempengaruhi jiwa yang akan merubahnya menjadi sebuah kesombongan, seakan-akan apa yang kita dapat, benar-benar adalah hasil kerja kita murni tanpa adanya ikut campur Allah didalamnya”
“Maksudnya Tadz?”
“Kalimat Alhamdulillah inilah yang akan meng-clear-kan rasa bangga ini supaya tidak akan menjadikan kesombongan, dengan cara mengembalikan pujian itu kepada pemiliknya yaitu Allah, bahwa kita tak mungkin mendapatkan semua itu tanpa bantuan atau kehendak-Nya, kita tak punya kekuatan apa-apa tanpa kekuasaanNya”
“Jadi saat kita merasa bangga, cepat-cepat kembalikan rasa itu kepada Allah Swt. karena Dialah yang lebih berhak untuk dibanggakan, gitu maksudnya Tadz?”
“he he he….. sudah mulai pinter nih” goda Pak Ustadz sambil melirik dengan ujung matanya dihias sedikit senyum
“Alhamdulillah…..kan pak Ustadz yang ngajarin” sedikit malu
“Alhamdulillah ….Nah begitupun ketika kita mendapat pujian dari orang, misalnya, iiihh gantengnya kamu… atau wah keren banget rumah kamu…dsb…dsb…, kalau kurang memahami ilmunya pujian itu akan jadi ‘ranjau’ buat kita”
“Maksudnya ranjau?”
“Pujian itu akan menjerat kita kedalam kebanggaan dan kesombongan tadi, sementara kesombongan adalah ‘pakaian Allah’, kita tak layak memakainya, begitulah dalam sebuah hadits qudsi”
“Ketika seseorang dipuji tentang kedudukannya, tentang kewibawaannya, kekayaannya, ketika seseorang dihormati, disanjung-sanjung, di kagumi, diidolakan, bukan karena pangkat yang disandangnya, bukan karena harta yang dimilikinya, bukan juga karena hasil karya-karyanya saja”
“Jadi karena apa dong Tadz?”
“Semua itu karena Allah Swt telah menutupi Aib nya, keburukannya, kemaksiatannya”
saya hanya melongo mendapat hal baru ini
“Coba bayangkan , apakah seorang istri akan menghargai suaminya lagi krtika semua aib dan keburukan suaminya diketahui, apakah seorang pemimpin akan di hormati lagi rakyatnya ketika aib dan kejelekannya sudah terbuka didepan umum, apakah seorang Kiyai akan berwibawa lagi ketika aib dan kemaksiatannya sudah menganga terbuka ?
“Tidak lah Tadz…”
“Nah maka dari itu ketika kita dihormati orang cepatlah kembalikan pujian itu kepada Allah karena semata bukan karena jabatan dan pangkat yang kita miliki, semua semata karena Allah telah menutupi aib dan keburukan kita
Saya hanya manggut-manggut mendapat pencerahan yang benar-benar baru ini
“Maka dari itu kenapa Allah melarang kita mencari-cari kesalahan orang lain, dilarang menggunjing dan menjelekkan orang lain, karena Allah sudah menutupinya sementara kita berani-beraninya membuka-buka nya, malah menyebarkannya”
Kembali saya hanya manggut-manggut sambil merenungi setiap kata pak Ustadz
“Malah dalam FirmanNya QS.. Al-Hujuraat ayat 12, jika kita menggunjing aib saudara kita, diibaratkan kita sama saja dengan memakan daging saudara kita yang sudah mati (bangkai), nauzubillah ….”
“Bagaimana Tadz bila ada kesalahan pada orang lain itu ,kan kita wajib untuk memberitahukannya, jika mampu?”
“Carilah cara yang baik, usahakan kita memberitahukannya, atau menasihatinya secara ‘face to face’, dengan begitu dia akan merasa dijaga harga dirinya ,bukan di angkat ke permukaan sampai semua orang tahu,”
“Kita sebagai manusia kan ada juga rasa ingin di puji dan dihargai, bukan begitu Tadz?”
“Ya…. Memang tidak kita pungkiri, namun, kita jangan sampai larut dalam pujian itu sehingga lupa siapa sebenarnya yang menjadikan kita dipuji orang, makanya untuk supaya tidak larut dalam pujian itu cepat-cepat kita mengembalikan pujian itu kepada Allah”
“Jadi kesimpulannya Tadz ?’
“Sesuai sunnah, jika kita mendapatkan pujian sanjungan, materi, kebahagiaan, ucapkanlah ‘Alhamdulillah’ sebagai rasa syukur kita dan mengembalikan pujian yang diarahkan kepada kita, meng-clear-kan kebanggaan yang memenuhi hati kita, untuk kita kembalikan kepada Allah yang memang segala Puji hanya milik NYA, agar tidak menjadikan pujian itu menjadi sebuah kesombongan yang berpotensi mengarah ke syirik kecil”
“Ke dua, janganlah kita membuka-buka aib saudara kita yang Allah sembunyikan, kalau kita mampu meluruskannya, carilah cara yang baik dan terpuji, jangan sampai aib dan keburukan seseorang menjadi komoditi kehidupan, setiap kita mempunyai sisi buruk dan berbagai kekurangan maka mari kita saling menjaganya dan meminimalisasikannya”
“Jadi Alhamdulillah yang kita ucapkan bukan sekedar kata tanpa makna ya Tadz?”
“Betul”
“Jadi Harus dengan segenap hati dan jiwa dan mengerti maksud dan maknanya agar kita tetap berada dalam aturan-Nya”
“Nah….. sudah mulai pinter menyimpulkan nih…”Ustadz menggodaku lagi dengan senyuman kecilnya
“Alhamdulillah ….. siapa dulu dong Ustadznya?” godaku
“Alhamdulillah…… kita semua hanyalah sarana dan media untuk menyampaikan semua yang telah tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, Dialah yang menggerakan dan mengatur semua ini….”
…………………
Matahari mulai mengintip dibalik sela-sela ranting
Jalananpun mulai menampakkan tanda-tanda aktivitas kehidupan
..........
Yaa Rabb …. Terimakasih atas ilmu yang kau curahkan di pagi ini, semoga Engkau berikan kekuatan dan kesabaran untuk mengamalkannya dan semoga semua akan menjadi pendampingku ketika menghadapMu
Amiiin …………..

………………..
..
‘Rumah Sahaja’
EAR Ciputat Jan’10
Catatan lain : "Ngobrol sama Ustadz Kampung"

1. Getaran-getaran Ayat-ayat Suci

2. Shalat Khusyu

3. Belajar menikmati Hidup

4. Tahajud Call

5. Beribadah di Kompasiana

6. Puasa : Proses Menuju Taqwa (bag 1)

7. Puasa : Proses Menuju Taqwa (bag 2)

8. Egois dalam Berdo'a

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun