Saya fokus bertemu dan mengenalkan diri saya kepada orangtua dan kerabat korban. Saya berjanji akan datang ke rumah orang tua korban untuk melakukan pendampingan korban. Saya akan membantu berbagai hal yang diperlukan korban.
Saya sempat masuk ke ruang ICU. Melihat langsung kondisi korban yang sedang terbaring pucat. Dokter menjelaskan perkembangan kondisi korban serta langkah-langkah yang sudah dan akan dilakukan terhadap korban.
Sebelum meninggalkan rumah sakit saya berpamitan dengan orang tua korban dan meminta izin untuk datang ke rumah beliau.
****
Selepas dari rumah sakit....
Saya masih dihadapkan pada satu persoalan lagi. Bagaimana dengan ‘Pelaku’?. Siapa yang akan mendampingi anak ini? Karena ia juga masih anak-anak. Baru berumur 12 tahun.
Hingga saya pulang dari rumah sakit menjenguk korban, tak terdengar satu pun bantuan diberikan untuk mendampingi pelaku yang nota bene anak-anak juga. Ada kesedihan yang menggumpal melihat kenyataan yang ada. Banyak pihak yang menyatakan diri sebagai pelindung hak-hak anak, aktivis anak, namun pada kenyataanya, dalam kasus ini mereka hanya bersikap sebagai pengamat.
Saya pun ingin menjerit dengan kondisi ini. Kemana perginya para aktivis anak??... Mengapa tidak ada yang tergerak dengan kasus yang ramai jadi pemberitaan ini?Sungguh suatu kondisi yang sangat tidak bisa saya mengerti...
Bagi saya.. ketika saya siap berada di lembaga perlindungan anak ini , berarti saya menyadari sepenuhnya konsekuensinya. Itu artinya saya siap menolong anak-anak yang tercabut hak-hak nya, menolong anak-anak yang kurang beruntung. Tidak ada alasan lain.
Mungkin....memang begitulah dunia kaum volunteer. Sukarelawan.. Hanya segelintir yang benar-benar siap dengan segala kerja tanpa bayaran..
Pada akhirnya....Saya kembalikan semuanya kepada yang di Atas. Cukup kepadanya Saya berkeluh kesah. Setelahnya Saya harus bangkit untuk menolong anak-anak.