"Ada kritik yang mengatakan bahwa Presiden Soekarno lebih mementingkan monumen dibanding kepentingan rakyatnya. Apakah menurut Anda penting bagi rakyat untuk memiliki sebuah monumen?"
Bung Karno dengan baju khas kebesarannya, duduk di atas sofa sambil menghisap sebuah rokok bertanya balik pada Cindy Adams "Kenapa pemerintah Amerika membuat monumen George Washington untuk rakyat Amerika?"
Bung Karno meneruskan bahwa penting bagi sebuah bangsa memiliki sebuah monumen untuk pembentukan mental bangsa tersebut.
Dalam sejarahnya Monumen Nasional memang merupakan sebuah proyek ambisius Sang Proklamator yang dibangun pada awal tahun 1960-an ketika Indonesia tengah mengajukan diri sebagai tuan rumah Asian Games ke-4 tahun 1962. Dengan Monas, Bung Karno ingin menunjukan kebesaran bangsa Indonesia.
Tak pelak kritik datang dari berbagai pihak, pasalnya kondisi perekonomian Indonesia tengah morat-marit, utang pemerintah mulai menumpuk, inflasi menjulang tinggi dan kegiatan ekspor cukup lesu.
Bung Karno bergeming dengan segala kritik. Alih-alih menghentikan, Bung Besar menginstruksikan agar pembangunan diteruskan. Ketua Panitia Pembangunan Monumen Nasional pun dijabat Bung Karno sendiri.
Prasasti warisan Sang Putera Fajar lainnya adalah patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia (HI) yang dibangun khusus untuk menyambut kehadiran 144 delegasi yang datang dari mancanegara dalam perhelatan olah raga akbar se-Asia yaitu Asian Games 1962.
Patung setinggi 6 meter yang disangga oleh 2 pilar beton tersebut diperuntukan agar para tamu yang datang melalui pesawat terbang dapat melihat langsung patung dari pesawat udara. Lambaian tangan dan bunga adalah cermin sifat keramahan masyarakat Indonesia.
Jakarta Vintage
Warisan lainnya dari Presiden Indonesia pertama itu adalah Patung Pembebasan Irian Barat yang terletak di Lapangan Banteng. Patung seberat 8 ton tersebut menggambarkan sosok pemuda yang berhasil mematahkan belenggu rantai baik pada kedua tangannya maupun kedua kakinya.