Benar saja, ketika malam mulai menyapa, rumah Uncle Muthu tampak bermandikan cahaya. Gemerlap lampu dan hiasan dari bunga warna warni menambah indah auranya. Hiasan bunga merak yang cantik di depan rumah seakan menyambut ramah setiap tamu yang datang.
Datuk Dalang, Koh Ah Tong, Opah, Kak Ros, Upin, Ipin dan teman-teman serta seluruh warga Kampung Durian runtuh tampak hadir dan bersuka cita dalam lagu dan dendang tari India yang dibawakan Uncle Muthu dan anaknya Devi.Â
Tak lupa beragam macam makanan istimewa tersaji untuk menjamu para tamu yang datang. Lezatnya muruku, gurihnya halwa, nikmatnya jalebi adalah sesajian yang khas pada hari itu. Roti cannai, cappati, thirasam, nasi briyani dan kari kambing serta dalca betul-betul memanjakan lidah seluruh tamu yang hadir.
Cerita diatas merupakan cuplikan serial TV Upin dan Ipin dengan judul Pesta Cahaya yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta yang sarat pesan dan makna tentang arti penting sebuah toleransi.Â
Uncle Muthu yang seorang Hindu terancam tidak dapat merayakan hari specialnya sebab tampan-tampan keramik yang langka untuk menyalakan cahaya lilin pecah berserakan.
Upin, Ipin, Datuk Dalang yang beragama muslim serta Koh Ah Tong yang seorang Konghucu tidak segan untuk membantu Muthu agar dapat merayakan semarak hari raya yang mempunyai perlambang spiritual mengenai "kemenangan terang atas kegelapan, dan kebaikan atas kejahatan".
Warga-warga sekitar Kampung Durian runtuh yang mayoritas muslim pun datang menuju rumah Uncle Muthu dan turut berbahagia dan bersuka cita dalam perayaan Hari Deepavali.Â
Tayangan diatas juga mengajarkan tentang pentingnya persatuan diatas keberagaman dan contoh sederhana tentang upaya untuk menyemai kebajikan diatas kemajemukan, serta sikap toleransi dalam perbedaan agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H