Master Shifu pada hari itu memutuskan untuk berhenti mengajar. Sang Racoon tua nan bijak, guru tertinggi dari sebuah perguruan silat termasyhur itu sudah bulat pada pendiriannya untuk tidak lagi menjadi Master. Namun keputusan yang paling mengagetkan adalah, dia menunjuk Po, Si Panda yang tambun sebagai Master selanjutnya untuk menggantikan posisinya.
Keputusan ini bukan hanya membuat Po, Si Panda terbelalak tak pecaya, tapi juga membuat khalayak terhenyak, sebab meskipun Po mempunyai julukan The Dragons Warrios, namun rekan-rekannya di perguruan tersebut merasa Po masih belum pantas menjadi Master.
Pendirian Master Shifu bak batu karang yang kokoh di tengah lautan, yang akan tetap berdiri tegak meskipun deburan ombak menerjang setiap saat. Adalah Master Oogway, Mahaguru dari Master Shifu sendiri yang menyematkan julukan The Dragon Warrios pada si Panda. Keputusan Mahaguru Agung tersebut tentu saja bukan keputusan yang serampangan sebab itu adalah ramalan semesta sejak lima ratus tahun yang lalu, dan itu juga yang menjadi alasan utama Master Shifu memilihnya sebagai The Next Master.
Pada akhirnya Po menerima amanah berat tersebut, meskipun sadar tugasnya amatlah berat. Salah satu tantangan terbesarnya adalah bagaimana menyelematkan Kuil dan perguruan Silat yang merupakan warisan luhur turun temurun tersebut dari gempuran Jenderal Kai, Ksatria yang mempunyai banyak julukan menyeramkan. Ketua pembunuh, raja dari rasa sakit, monster balas dendam dan pemusnah suami orang.
Uraian diatas merupakan salah satu penggalan Film Animasi Kung Fu Panda 3, buah produksi Dreamworks Animation yang tayang di bioskop pada tahun 2016. Angelina Joeli, Jackie Chan, Jack Black, Luci Liu adalah deretan artis papan atas penyumbang suara pada film tersebut. Sempat merajai box office di Amerika dan meraup penghasilan sebesar 521 juta USD. Â Â Â
Bila kita perhatikan kondisi terkini di dalam negeri, sepertinya ada sedikit relevansi dengan kisah yang terjadi dalam Film Kung Fu Panda 3.
Beberapa hari yang lalu, Presiden Jokowi telah menetapkan beberapa nama untuk mengisi pos-pos Kementerian. Salah satunya adalah dipilihnya Nadiem Makarim, Founder dari Gojek sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Pro dan kontra mewarnai pilihan Presiden tersebut, banyak pihak yang menilai keputusan itu tepat namun juga tidak sedikit yang meragukannya. Disamping Nadiem bukan berasal dari dunia Pendidikan, dunia pendidikan dalam negeri memang masih memiliki pelbagai problematika, bak sengkarut benang kusut yang perlu diurai.
Penerimaan peserta didik baru (PPDB) dalam sistem zonasi yang perlu dievaluasi, angka putus sekolah yang mengkhawatirkan, kurikulum pendidikan yang selalu berganti-ganti, problematika guru honorer yang tidak kunjung usai, penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang masih sering terjadi, serta peta sebaran dan pemerataan guru di wilayah-wilayah Indonesia khususnya di wilayah perbatasan dan daerah terpencil adalah PR besar yang harus diselesaikan.
Seperti halnya dalam film, publik tahu bahwa Po bukanlah seorang Panda biasa, dia Panda bergelar The Dragon Warriors. Demikian juga publik tahu bahwa Nadiem Makarim bukanlah sembarang orang. Menteri muda yang masih berusia 35 tahun tersebut sukses membawa Gojek, sebuah perusahaan rintisan menjadi perusahaan decacorn dengan nilai valuasi lebih dari 14 triliun. Gojek mampu menciptakan lapangan kerja bagi ribuan orang sebagai mitranya, menjadikan UMKM lebih dekat ke pelanggannya, dan membawa Gojek menjadi perusahaan hasil karya dalam negeri yang membanggakan.
Namun menahkodasi sebuah perusahaan rintisan tentu berbeda dengan menjadi kapten sebuah kapal besar bernama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Disana terdapat berbagai macam regulasi yang perlu ditaati, struktur kelembagaan yang perlu diperkuat, infrastruktur pendidikan yang harus selalu dikembangkan, anggaran pendidikan yang harus terus diawasi, serta sinergitas pusat dan daerah yang masih perlu dioptimalkan. Hal ini belum ditambah dengan perhatian pada pengelola pendidikan yaitu para guru sendiri.