Hri-hariku sama seperti biasa. Berangkat pamit ke ibu yang akan bekerja, lalu naik motor ke sekolah, belajar, sesekali mengunjungi perpustakaan, lalu pulang kembali ke rumah. Saat ujian selesai, teman-teman merasa lega karena sudah terbebas dari beban. Namun, justru diriku ada sesuatu yang hilang. Ya aku haus belajar. Jadi aku mencari kebahagiaan dengan cara mengajar les privat di rumah orang.
"Ayah, adek belajar dulu. "Muridku yang berusia 11 tahun pamit ke ayahnya yang baru pulang kerja.
Bapak...aku tidak pernah minta izin untuk belajar kepadamu. Aku belajar karena aku ingin. Aku iri kepada mereka yang memiliki bapak, bermanja kepadanya, kemudian di ajak pergi ke tempat wisata.
"Kak kenapa murung?" Tiba-tiba aku tersadar dari lamunan.
"Enggak. Yuk, belajar yang rajin supaya orangtua kamu bangga." kataku padanya sambil tersenyum
Pagi ini, matahari terlalu menyilaukan mata . Suasana pagi begitu dingin karena tanah yang basah oleh air hujan semalam. Dibebrapa rumah, masih terlihat sisa air menetes dari atap. Aku percaya, harmoni alam mendukungku untuk menerima pengumuman kelulusan sekolah dan universitas. Sudah tiga tahun aku menem[a diri dan kini hasil yang kuimpikan telah tiba.
"Selamat kepada Ananda Nur syahida. Meraih peringkat ke 1 se-Jawa Timur, Ananda juga menduduki peringkat ke 2 tingkat nasional. Dimohon kepada Ananda dan Orangtua untuk maju ke depan menerima penghargaan dari kami.
Senyumku begitu lebar. Sementara Ibu berkaca-kaca mendengarnya. Kami cepat-cepat bersiap ke depan. Aku todak boleh somobong. Inilah buktiku pada ibu bukan orang yang hina. beliau mampu mendidikku, memberikan yang terbaik layaknya orang tua lainnya, sehingga aku mebuatnya bangga. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H