Mohon tunggu...
SURAT TERBUKA
SURAT TERBUKA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pingin Masuk Syurga Bi Ghoiri Hisab

Mencari Doa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pendidikan Keluarga: Program Wajib Membaca dan Menulis..., Namun Demikian

23 April 2016   22:30 Diperbarui: 23 April 2016   22:46 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Mendidik Anak Mengenal Buku"][/caption]

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga sangat cerdas membuat Petunjuk Teknis Penguatan Kemitraan Keluarga Satuan Pendidikan, dan Masyarakat untuk beragam tingkatan seperti PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, dan Satuan Pendidikan Non Formal. Isinya sangat mengena dengan kebutuhan terkait tujuan terbentuknya direktorat ini.

Namun demikian (yang pertama) apakah semua itu akan dibaca, dipahami dan diterapkan oleh para pelaku?.

Tentu saja “BISA” jika ada program pemacu dan pembiasaan yang lebih menyentuh pada panggilan nurani secara otodidak. Katakan dalam hal ini “program wajib membaca dan menulis 25 menit saja:”. Tentu juga “BISA” apabila ada dukungan reward yang bertujuan untuk pembiasaan atau pembentukan karakter anak khususnya dan para pelaku pendidikan keluarga  yang bukan OMDO. (tapi).

Kondisi kekinian dengan kalimat yang disampaikan di kolom feature terkait, “Dimana anak merasa tersanjung disana mereka bergabung”. Karena, harus diakui, para pelaku pendidikan, kalah atau belum mampu seimbang menghadapi perkembangan tekhnologi. Kalah saing dalam memposisikan hati anak untuk program-program pendidikan. Anak lebih banyak tersanjung dengan program perusahaan rokok, program perusahaan trek-trekan, dan juga program  kondom-kondoman (ngertilah).

Dampaknya, anak sangat jauh dengan produk pendidikan yang tentu saja tas di pundak dengan buku dan perlengkapan alat tulis, seragam putih biru, putih abu-abu dan seragam norak-norak yang justru lebih ngetren menjadi identitas sekolah pengelola pendidikan matrealistis. Tentu pula produk seperti (yang ngetren-ngetren itu) bukan menjadi ukuran kesuksesan pendidikan.

Maka disinilah pentingnya Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga yang merupakan Gayung Bersambut bagi penulis, yang sejak 2004/2005 memimpikan realisasi terkait isi dari Petunjuk Teknis yang disebarkan. (mimpi anak jalanan). Dan disini pulalah letak syukurnya penulis yang membaca direktorat pendidikan keluarga, menggaungkan tripusat pendidikan.[caption caption="Juwiter Pendikarisos"]

[/caption]

Namun demikian, (yang kedua) apa artinya semua itu, jika tidak ada dukungan program dalam memacu minat membaca dan menulis?  Dukungan minat membaca dan menulis masih kalah dengan dukungan minat menonton dan merokok.

Karena menjadi pelajaran bersama ; akibat adicita Ki Hajar Dewantara yang oleh para pelaku pendidikan kurang diterapkan, maka begitu banyak lahir korban-korban pendidikan seperti pergerakan Aktivis OMDO, Profesor OMDO, Sarjana Roti, Magister Pecundang, Birokrat Maling, Tikus-tikus berdasi dan kalau korban lain seperti penyalahgunaan-penyalahgunaan, jangan dihitung lagi.

Maka sebagai contoh keberhasilan pendidikan keluarga yang berjalan tanpa anggaran pun konsep, penulis mengajak pembaca untuk melakukan survey kedewasaan berfikir dan bersikap antara alumni SD saja, alumni SMP saja, Alumni SMA saja, daripada alumni-alumni sekolah tinggi yang menghilangkan tripusat pendidikan.

Banyak Seorang Alumni Sekolah Dasar saja bisa lebih sukses mendidik karakter anak dibandingkan alumni sekolah tinggi. Karena Sang Alumni sekolah dasar cerdas mendidik anak dari keluarganya, memantaunya di satuan pendidikan dan mangajarkannya norma-norma kemasyarakatan. Meskipun dalam perjalanannya (faktanya) di satuan pendidikan dan masyarakat tempat sang Alumni  mendidik anak, sang Alumni adalah keluarga berstrata rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun