Mohon tunggu...
SURAT TERBUKA
SURAT TERBUKA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pingin Masuk Syurga Bi Ghoiri Hisab

Mencari Doa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Samudera Cinta Kompasianer ( Saciko #1)

18 Desember 2015   01:24 Diperbarui: 9 Januari 2016   15:13 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi"][/caption]

Seperti biasa, selesai shalat Shubuh ku tekan tombol power di beranda laptop. Modem hadiah dari salah satu perusahaan seluler itu masih utuh terpajang nikmat dalam vagina usbnya. Bulan ini ada event besar menulis cerita pendek untuk anak usia sekolah. Pikiran tertuju kesana dan akhirnya kutuliskan 6 (enam) huruf. “C.E.R.I.T.A”

Belum lengkap menulis cerita pendek, Aku terkejut dengan beberapa judul yang muncul.  

“Oh.. akh.. ukh…” dering tulisan itu, membuatku ngeri tergelitik tapi terus saja kubaca. Senjata rahasia ini berdiri tegang Aku terus membacanya. Belum sampai kelimaks telepon berdering.

“Halo, Assalamualikum, ada apa dik, pagi-pagi sekali, tanyaku tanpa membutuhkan jawaban.

Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya desahan tangis yang kemudian disambut bunyi tut, tut, tut. Penasaran dengan suara itu, Ku telepon balik dan akhirnya Sachiko Humanis nama adik kelasku, mengangkat teleponnya. Benar saja, Shachiko sedang menangis.    

“Ada apa dik, kok pagi-pagi gini cengeng,” tanyaku
“Kakak datang segera, hiks,hiks,hiks,” suaranya terbata-bata
“Kemana, masih petang nih,
“Cepat kak, nanti keburu banyak yang datang, adik di ujung utara pantai Labuan Haji kak,” jawabnya, memelas
“Emang ada, apa?.
“Tut,,,tut,,,,tut,,,,suara HP dimatikan. Selang tak lama, muncul sms jangan lupa bawa baju n celana untukku.

 

Sachiko Humanis, adalah nama yang kuberikan untuk salah satu adik kelasku yang seringkali menumpahkan airmatanya dipundak ini karena broken-broken yang dihadapinya. Nama aslinya bukan demikian, namun nama itu adalah impian seorang kakak agar ia bisa dewasa dengan masalah yang menimpanya. Agar suatu hari ia menjadi seorang Sachiko Murata yang produktif bak pemilik nama yang kuplagiatkan untuknya dari negeri Sakura

Kini Sachiko kembali membuat beban, tapi selalu puas rasanya karena membantunya adalah anugerah terindah terutama ketika Shaciko bisa tersenyum manis melintasi masa-masa sedihnya. Sachiko sebenarnya anak yang baik, anak yang berpotensi, anak yang hanya tenggelam karena keadaan. Butuh diberdayakan dibalik segudang masalah yang sulit membuatnya move on.

 

“Chika aku sudah di Suryawangi, kamu dimana,? Tanyaku dari atas motor buntut warisan orang tua.

“Ya kak, 1 kilo ke utara dari pertigaan itu, kakak akan temukan semak-semak, adik bersembunyi disana, udah kak, adik takut nih,” tut,,tut,,tut…Kembali Hapenya mati.

 

Aku berlari menancap gas, menerjang dingin dan balapan liar bersama matahari yang sebentar lagi muncul di ufuk timur pantai sunrise itu. Perkiraanku tidak meleset. Kutelpon lagi dan jawaban lokasi persembunyian ku tau dari bunyi hapenya. Ternyata dibalik semak - semak itu dia telanjang. Bau mulutnya khas minuman keras.

Ketika melihatku Sachiko berlari plus menangis dan hamper saja menubrukku dalam keadaan tak berbusana,

 

“Ups,,,kamu ngapain dik, jangan dekati kakak,” saranku sambil menutup mata.

“I,,i,,iya kak, mana bajunya yang kupesan?, aku benci melihat pakaianku, aku benci dengan diriku, aku ingin mati, aku sudah tak berharga lagi,” ujarnya terisak.

 

Segera kubuka resleting tas dan kulemparkan pakaian itu ke belakang, mungkin tepat kena mukanya. Sungguh tak teransang sedikitpun dengan pesona tubuh indahnya. Pemandangan pertama melihat cewek bugil secara nyata. Yang ada hanyalah rasa kasian dan sangka yang belum kutemukan jawabnya.

Khawatir mentari terbit dan banyak orang melintas sun rise-an, Akupun berlari segera ke dekat motorku, meninggalkannya yang sedang menutup aurat dengan pakaian Ibu yang ku ambil tanpa izin. Lama menunggunya ia tak kunjung menghampiri. Khawatir menengok, namun penasaran juga karena lama, akhirnya kupaksakan diri.

Terkejut bukan kepalang, ternyata dia tak ada disana. Lari dan berteriak memanggilnya, namun tak kunjung ada jawabnya. Aku bingung. Aku khawatir, terus berteriak sambil mencari jejak. Tak sedikitpun cirri dia lari, apalagi bersembunyi. Semak-semak itu sampai amburadul namun nihil kutemukan. Coba mencari bekas tragedi yang masih dalam sangka, tak ada jua kudapatkan.

 

3 Hari tak sekolah, Gempar (Saciko #2)

 

Sampai matahari terbit dan perlahan Pantai Suryawangi - Pantai Labuan Haji dikepung masa, Ku cari Sachiko dalam kebingungan. Benarkah dia, atau sosok itu adalah hantu. Namun tak mungkin, Sachiko adalah Sachiko yang kerap mengundang risau atas sikapnya. Pagi dia begitu rapi, kerap mengundang di sore dan malam hari untuk meluapkan keluh kesahnya. Tak jarang kuhirup bau miras dari mulutnya, dan hari ini adalah yang terparah.

Masalalu dan keadaaan lingkungan, Masalalu dan keadaan keluarga. Masalalu yang satupun tak ada yang tau soal gadis misterius itu. Gadis juara yang sungguh cerdas menyembunyikan masalah, namun entah untuk semester ini, semester menjelang ujian Nasionalku. Aku kelas XII dan dia kelas X, masa pubertasnya.

Mondar-mandir di Pantai itu, kuputuskan untuk mencarinya dan melindunginya dengan do’a. Sambil berharap ada panggilannya via seluler, Aku melangkah ke Masjid, Shalat Dhu’ha.

 [caption caption="fiksi"]

[/caption]

(Saciko #2, bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun