Karena saya orang baik, maka ditempatkan di kamar tahanan yang tidak dikunci 24 jam, diberi tugas khusus untuk menjaga kantin yang berada di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. Kebebasan terbatas ini terkadang menjadi "agak bebas", karena sepanjang waktu bisa berkeliaran di luar kamar.Â
Tidak jarang karena kedekatan dan kepercayaan dari Petugas Jaga, saya diberi tugas untuk mengecek sebuah blok yang berisi Warga Binaan Wanita, dibekali kunci dan tanpa pengawasan khusus dari petugas bisa dengan leluasa masuk ke ruangan blok yang berisi para wanita di malam hari.Â
Anda bisa membanyangkan sendiri betapa naluri dasar manusia bergejolak disana. Ada saya, pria kesepian, ada wanita-wanita yang juga kesepian. Sebagai salah satu penghuni yang "sedikit punya kelas" dengan perkara hukum yang tidak biasa, tampang lumayan, dan dihitung punya uang, para wanita itu biasa sangat heboh dengan kehadiran saya.Â
Ah, disitulah terkadang saya menyesal dianggap sebagai orang baik, karena untuk sekedar menggoda atau nepuk tubuh para wanita itu saya nggak mempunyai keberanian. Padahal basic instinc meronta. Ketidakberanian itu, jujur bukan karena takut pada Tuhan, tetapi ketakutan akan akibat rusaknya "reputasi orang baik" semata.
Sejatinya menjadi orang baik haruslah tetap dijaga, jika terhadap penilaian manusia saja sudah ketakutan, apalagi terhadap Tuhannya. Bukankah seharusnya memang seperti itu? J
Ngangkruk, 20 Juni 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H