Mohon tunggu...
Emut Lebak
Emut Lebak Mohon Tunggu... Guru - Guru, Bloger, aktif di komunitas menulis

Hoby menulis travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Waktu Sandekala

20 November 2022   05:06 Diperbarui: 20 November 2022   05:27 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat siang selepas pulang sekolah tiga sekawan bercengkrama di kantor, sambil menunggu makan siang yang lagi di pesan dari seorang sahabat. Sambil menunggu kekosongan, ketiga sahabat tersebut ke lapangan latihan upacara untuk persiapan hari guru. 

Riuh rendah gelak tawa mengiringi latihan canda yang biasa dilakukan menghangatkan kebersamaan tiga sekawan. Itulah yang biasa dilakukan di manapun mereka bertemu. Candaan siang ini benar benar membuat kulit perut sakit mengelitik karena tertawa. 

Selepas adzan jumat bertiga menuju kantor sekolah untuk makan siang yang tadi dipesan, kemudian salat duhur baru setelah itu meninggalkan sekolah menuju rumah masing masing. 

Sabtu bertemu kembali di sekolah, Lina bercerita setelah latihan upacara di hari jumat, malam Sabtunya semalam suntuk tidak bisa memejamkan mata. Malam itu rasanya dingin, tetapi ketika berselimut ada rasa gerah. Rasa yang jarang sekali menyapa. Ketika hendak memejamkan mata terasa ada yang mencekik lehernya, nafas tersengal namun tidak nampak siapa yang mencekik. Lina segera bangun dari tidurnya sambil mengucap Istigfar. "Aa... Bangun anter ke kamar mandi yuk, rasanya pengen pipis" Kata Lina. "Udah pw niih, males bangun" Iwan suami Lina menjawab. 

"Aa.... Cepetan dech, rasanya malam ini beda banget nih,". Iwan akhirnya mengantarkan istri ke kamar mandi. 

Lina kembali membaringkan badannya di peraduan sambil merapal doa yang ia bisa. Baru sekejap tertidur diantara sadar dan tidak tiba tiba tubuhnya serasa ada yang menindih. Lina terbangun kembali. 

"Aa.. Nyalain ya lampunya", kata Lina. " Gak enak neng silau kena mata", jawab Iwan. Akhirnya Lina menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya, namun tetap tidak menghilangkan rasa takut yang mendera. 

Gelisah masih terus menyapa, berbicara jujur pun ke Iwan Lina tidak kuasa. Seluruh badan terasa lemas dan tiada tenaga. Selimut sedikit ia turunkan untuk melihat sekeliling kamar. Di sudut lemari Lina melihat perempuan berbaju putih rambutnya panjang tergerai dan matanya hitam pekat. Lina bermonolog "ini tidak mungkin, pasti hanya halusinasi atau mungkin aku mimpi". Lina mencubit lengannya untuk meyakinkan diri bahwa yang dilihat adalah mimpi. Tapi yang terasa lengannya sakit. Hingga azan subuh berkumandang Lina tak jua memejamkan mata. 

"Aa, tadi malam Neng digangguin setan deh kayaknya, badan neng di tindih, leher serasa ada yang mencekik". Ia, neng Aa juga sama ada yang gangguin kata Iwan. 

Ternyata apa yang dirasakan Lina, Iwan pun merasakannya. Malam itu mahluk tak kasat mata menyapa suami istri. 

Apa mungkin karena jumat siang di saat semua lelaki pergi jum'atan kami bercanda berlebihan, karena kata orang tua dulu waktu jum'atan adalah jam heurit atau sandekala. Entahlah 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun