Mohon tunggu...
emuh muhidin
emuh muhidin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Menulis untuk menanam dan dituai oleh anak-cucu

Santri sepanjang masa, manut kepada kyai.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lawan Hoaks! Berhenti di Kamu, Jangan Sebar!

9 Februari 2021   18:03 Diperbarui: 9 Februari 2021   18:26 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: tekno.kompas.com

Mungkin cara di atas itulah selemah-lemah iman dalam menangkal hoaks. Hoax memang bikin kepala pening. Di era disrupsi seperi saat ini, hoax sengaja diproduksi bahkan dikomersialisasikan secara masif. Media sosial tempat tumbuh suburnya kabar bohong maupun disinformasi. 

Menurut laporan Sub Direktorat Pengendalian Konten Internet Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo sebanyak 1402 hingga 26 Januari 2021 selama pendemi. Sebab itu, Kominfo melakukan inisiatif untuk melawan konten-konten ini mulai dari hulu sampai hilir.

Di hulu, Kominfo memperkuat kapasitas masyarakat melalui program literasi digital yang kita sebut Siberkreasi. Tujuannya adalah untuk membekali masyarakat dengan keterampilan untuk mengetahui dan memilih konten yang benar.

Sementara di tengah adalah dengan melakukan kerja sama dengan penyedia media sosial untuk melawan hoaks. Terakhir barulah upaya take down terhadap konten hoaks, hingga upaya pemberian hukuman.

Kominfo juga melakukan patroli siber yang bekerja 24 jam selama tujuh hari dalam seminggu. Diawaki kurang lebih 100 orang yang menerima aduan masyarakat dan bekerjasama dengan 28 kementerian/lembaga yang bermitra.

Penyebaran berita hoax membawa dampak kepada masyarakat, dampak yang terjadi yaitu dampak negatif karena berita hoax ini membawa kekhawatiran, kesalahpahaman, kegaduhan sehingga masyarakat banyak yang dirugikan dengan adanya berita tersebut dan merupakan pembodohan bagi yang mengonsumsinya. Hoax juga sebagai cara untuk pengalihan isu, pemecah belah, penipuan publik.

Beberapa  berita hoaks yang terjadi pada tanggal 8-9 Februari, Direktorat Pendendalian Aplikasi Informatika menemukan hoaks yang menyatakan bahwa vaksin Covid-19 sebabkan lamban berpikir dan menghafal.

Faktanya menurut Ahli Patologi Klinis yang juga Direktur RS UNS, Tonang Dwi Ardyanto menyatakan bahwa Covid-19 menyebabkan gangguan otak seperti lamban berpikir dan menghafal adalah klaim yang tidak benar.

Lebih lanjut Tonang mencotohkan vaksin dengan metode yang sama dan telah digunakan puluhan bahkan ratusan tahun dan terbukti nyata. kepada anak-anak yang berumur kurang dari satu tahun juga sudah rutin mendapatkna vaksin inactivated vaccine.

Tim Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pendemi Covid-19 memang menyebutkam ada beberapa reaksi yang mungkin akan muncul setelah divaksin. Dari serangkaian uji klinis, tidak menemukan reaksi setelah disuntik vaksin Covid-19 berupa gangguan otak seperti lamban berpikir atau menghafal.

Jelas hoaks membawa dampak kepada masyarakat, dampak yang terjadi yaitu dampak negatif karena berita hoax ini membawa kekhawatiran, kesalahpahaman, kegaduhan sehingga masyarakat banyak yang dirugikan dengan adanya berita tersebut dan merupakan pembodohan bagi yang mengonsumsinya.

Dalam kontek ini, akan sangat mengganggu proses vaksinasi. Itupula Kominfo terus melakukan counter narasi dengan cepat dan disertai penjelasan dari para ahli di bidangnya.

Namun jika penyebarannya sangat cepat sehingga menyebar luas, hoaks tersebut akan sulit dibendung hingga pada tahap viralitas tertentu, menyebabkan masyarakat memercayai bahkan meyakininya sebagai sebuah kebenaran. Inilah impact hoaks yang sangat membahayakan. Konter narasi akan menguap dan menjadi onggokan seperti sampah yang tak berguna jika penyebaran hoaks sangat masif dan telah menyebar luas.

Karena itu, di sinilah pentingnya skeptisisme para invidu users (pengguna) internet di era disrupsi seperti sekarang. Kita (users) mesti kritis kepada setiap informasi yang datang menyapa ke gawai kita. Jangan telan mentah-mentah setiap informasi.

Perlu kepala dingin, kecermatan, dan mengurai alur dan sumber informasi. Jika sumbernya otoritatif, bolehlah kita menerimanya. Namun jika itu cenderung bombastis dan tidak memiliki sumber yang jelas, cukup sampai di gawai kita. Kita tidak boleh menyebarkannya sama sekali.

Saya pribadi mengapresiasi Tim AIS Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika yang tiap hari monotoring sehingga bisa menkonter informasi yang hoaks atau disinformasi dengan cepat. Ini merupakan langkah penting sehingga dengan cepat pula memadamkan api hoaks sebelum menjalar luas melalap kognitif waganet Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun