Mohon tunggu...
Elesia
Elesia Mohon Tunggu... Administrasi - I'm a writer

Penulis CERPEN ANAK Penulis PUISI

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pelatuk Rindu

27 Juni 2019   18:36 Diperbarui: 27 Juni 2019   18:42 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Hujan di wajahnya berderai deras tak henti semenjak duduk di tengah ruangan
Sesekali petir dari mulutmu menggelegar ribut mengganggu orang
'aku sedih' katanya terbata-bata saat yang lain serentak memicingkan mata

Disudut rumah papan tua berwarna coklat yang usang, seorang wanita diam tanpa air mata
Menunduk, meratapi jemari tuanya yang kurus dan gelap
'sampai beginipun, aku masih ditinggalkan' desahnya panjang tapi jelas

Wanita tua itu merapatkan bibir, menahan suara isak yang tak bisa ditunjukkannya
Pelatuk rindu yang sering dibicarakannya, tak lagi berani diingat pun dikenang
Ia menyesal menanamkan harapan palsu kepada anak-anaknya
Hingga yang diharapkan datang tak bernyawa bersama wanita muda yang entah darimana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun