Taksi online kini menjadi sebuah kebutuhan. Kita bisa santai tanpa kehilangan banyak energi untuk menyetir. Apalagi saat macet. Kita juga bisa mengerjakan banyak hal bila kita naik taksi online. Membalas chating yang tertunda, update status, atau membaca buku. Tapi menaiki taksi online juga beresiko tinggi bila kita tak hati-hati. Saya punya banyak pengalaman ketika menggunakan jasa taksi online saat tinggal di kota Medan.
Tau sendiri kan kota Medan terkenal dengan kerasnya. Tapi gak semua kok orang Medan keras. Nah, berdasarkan semua fakta itu, ada satu cara agar selamat saat naik taksi online : pura-pura.
Mungkin bagi sebagian orang ini tak masuk akal, atau bertentangan dengan ajaran agama. Itu tak ada masalah. Saran ini bisa digunakan, bisa tidak. Saya menuliskan, siapa tahu lahir inspirasi baru untuk mengakali keselamatan saat naik taksi online.
Berpura-pura memang agak susah bagi orang yang tak terbiasa -- meskipun saya percaya, tak ada orang di dunia ini yang tak berpura-pura. Tetapi secara sadar ataupun tidak, setiap orang punya kemampuan untuk berpura-pura. Apalagi di kondisi genting, "keahlian" ini sangat dibutuhkan. Atau mungkin saja keahlian ini seperti teh celup, keluar saat dalam keadaan "panas".
Berpura-pura saat akan menaiki taksi online bisa dilakukan dengan cara, misalnya melepas segala perhiasan yang menggantung di tubuh. Berpura-pura lah menjadi miskin hanya beberapa jam. Ingat kata Bang Napi, "Kejahatan terjadi bukan karena hanya ada niat pelakunya, tetapi karena ada kesempatan." berpura-pura lah untuk menutupi kesempatan itu.
Berpura-pura dalam bentuk lain bisa juga dilakukan dengan mengganti pakaian. Kalau agak mini, gantilah. Memang, ini bertentangan dengan prinsip=prinsip para feminis, tetapi apa mau dikata, sistem di negeri kita malah "memaksa" korban menjaga dirinya daripada membuat aturan yang memaksa calon pelaku mengurungkan niat-niat jeleknya. Daripada kita perempuan ini jadi korban, ada baiknya mengalah. Sampai usaha-usaha kita berhasil -- walaupun saat ini sulit membayangkannya setelah melihat patung dikaini.Â
Selanjutnya, pura-pura nelpon. Saya terbiasa melakukan ini bila malam mulai larut, dan agak ragu melihat sosok supir. Maka saya pura-pura nelpon pacar, orangtua, atau teman lain. Saya akan ceritakan dari mana saya naik taksi online, jenis mobil yang saya naiki, dimana saya sekarang, sampai sosok supirnya. Yah, terkadang saya pura-pura nelpon dengan mengatakan nama supir sama dengan nama "teman khayalan" yang ada di jalur semu. Tindakan ini perlu menurut saya, agar memberi efek "was-was" kepada supir.
Yang terakhir, berpura-pura yang pernah saya lakukan adalah bila si supir banyak bertanya, usahakan jawab seadanya atau "berbohong" sedikit agar jawaban yang kita beri tidak melahirkan niat jahat di hatinya. Tindakan ini memang agak sulit, tetapi bila dimulai sekarang, bisa jadi ahli. Mulailah belajar! Â
Sebenarnya tindakan pura-pura ini gak penting sih. Tetapi apa daya. Bila kita mengeluh dan menuntut terus agar sistem perekrutan supir diperketat, kita terlanjur jadi korban nantinya. Soalnya lama, Sist! Nah, menanti sistem itu diperbaiki pihak terkait, berpura-pura lah agar selamat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H